Bojonegoro

Pemkab Bojonegoro Disentil Menkeu Purbaya karena Silpa Rp3 Triliun, , DPRD Desak Serapan Anggaran

Sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Kabupaten Bojonegoro tahun 2025 yang menembus angka lebih dari Rp 3 triliun menjadi sorotan

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/ISTIMEWA
PEMERINTAH - Ketua DPRD Bojonegoro Abdullah Umar, membeberkan serapan APBD rendah melambat laju pertumbuhan ekonomi daerah. 

Laporan : Misbahul Munir

SURYAMALANG.COM, BOJONEGORO – Sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Kabupaten Bojonegoro tahun 2025 yang menembus angka lebih dari Rp 3 triliun menjadi sorotan tajam.

Tak hanya dari publik, bahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa turut menyinggung rendahnya serapan anggaran daerah penghasil minyak tersebut.

Baca juga: Dugaan Kepala Satpol PP Bojonegoro Terlibat Korupsi Berjamaah BKD Padangan, Ditangani Polda Jatim

Purbaya mengingatkan, pemerintah daerah tidak seharusnya menimbun dana di kas daerah.

Anggaran, kata dia, semestinya digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Bojonegoro kan di sana ada ExxonMobil, ya makmurkanlah penduduk di situ. Kalau Pemda tujuannya bukan untuk nabung, tapi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tegas Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

Pernyataan Menkeu ini sontak menjadi perbincangan hangat di Bojonegoro.

Sebab, daerah yang dikenal sebagai salah satu penghasil minyak terbesar di Indonesia itu dinilai belum optimal mengelola dana besar dari pendapatan daerah, terutama yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas.

Hal tersebut juga diamini oleh Ketua DPRD Bojonegoro Abdulloh Umar.

Dia mengemukakan, pihak legislatif terus mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro agar segera mempercepat dan memaksimalkan serapan anggaran di sisa waktu tahun ini.

“Kita selalu mendorong Pemkab agar mempercepat dan memaksimalkan penyerapan anggaran agar ekonomi berputar,” ujar Umar, Selasa (21/10/2025).

Menurutnya, rendahnya serapan APBD berdampak langsung pada lambatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah.

“Ekonomi tumbuh karena uang berputar. Idealnya, anggaran dibelanjakan sejak awal tahun agar roda ekonomi terus bergerak, bukan menumpuk di akhir tahun,” tegasnya.

Politikus yang baru saja meraih Penghargaan Pemimpin Inovatif Asia Global Award 2025 itu juga menyoroti lemahnya perencanaan program di awal tahun anggaran.

Hal itu dinilai menjadi salah satu penyebab munculnya Silpa besar setiap tahun.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved