FAKTA Pemerintah Indonesia Punya Deposito Rp 285,6 T di Bank, Menkeu Purbaya Janji Bakal Investigasi

Berikut ini fakta sebenarnya pemerintah Indonesia punya deposito senilai Rp 285,6 triliun di bank komersial. 

Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
SURYAMALANG.COM/Canva dan Instagram @purbayayudhi_official
MENKEU PURBAYA - Menkeu Purbaya janji akan investigasi dana pemerintah senilai Rp Rp 285,6 triliun dalam bentuk deposito di bank komersial. 

 

Ringkasan Berita:
  • Menkeu Purbaya berjanji akan investigasi simpanan pemerintah dalam bentuk deposito senilai Rp 285,6 triliun di bank komersial.
  • Menkeu Purbaya juga mencurigai permainan bunga dengan menempatkan dana tersebut di perbankan.

 

SURYAMALANG.COM - Berikut ini fakta sebenarnya pemerintah Indonesia punya deposito senilai Rp 285,6 triliun di bank komersial. 

Kabar ini pun sudah sampai kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Menkeu Purbaya pun berjanji akan menginvestigasi uang pemerintah yang ditempatkan di perbankan dalam bentuk simpanan berjangka. 

Berdasarkan data yang dia miliki, pemerintah memiliki simpanan berjangka di bank komersial sebanyak Rp 285,6 triliun per Agustus 2025.

Jumlah tersebut meningkat signifikan dari posisi per Desember 2024 sebesar Rp 204,2 triliun.

Peningkatan simpanan berjangka ini terjadi setiap bulannya sepanjang tahun ini.

"Kita masih investigasi itu uang apa. Tapi kalau saya tanya anak buah saya, mereka bilang enggak tau. Tapi saya yakin mereka tahu," ujarnya saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (17/10/2025) malam.

Baca juga: DAFTAR 7 Gebrakan Purbaya Yudhi Sadewa Sebulan Jabat Menteri Keuangan, Ada Layanan Lapor Pak Purbaya

Purbaya curigai permainan bunga

Purbaya mencurigai ada permainan bunga terkait penempatan dana tersebut di perbankan.

Pasalnya, bunga atau imbal hasil yang akan diterima dari penempatan dana deposto itu lebih rendah dari bunga obligasi.

 Sehingga akan lebih masuk akal jika dana tersebut ditempatkan di instrumen obligasi, ketimbang hanya disimpan dalam bentuk deposito.

"Ada kecurigaan mereka main bunga. Karena pasti return dari banknya kan lebih rendah dari bunga yang saya bayar untuk obligasi kan? Pasti saya rugi kalau gitu. Saya cek betul," ucapnya. 

Untuk saat ini, Bendahara Negara itu masih belum dapat memastikan apakah uang tersebut milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.

"Dulu itu dianggapnya uang pemerintah pusat di situ ditulisnya, bisa saja LPDP dan seterusnya. Harusnya sih terpisah kan," kata Purbaya.

"Tapi setahu saya si biasanya kan bank ngasih kode yang jelas, kalau uang pemerintah kan uang pemerintah kan. Saya akan periksa nanti," imbuhnya.

Dia juga masih belum dapat merincikan uang tersebut ditempatkan di bank milik negara (Himbara) atau bank swasta.

Yang jelas, uang sebanyak ini ditempatkan di banyak bank komersial. 

Baca juga: FAKTA Sebenarnya Rencana Menkeu Purbaya Hapus Utang Warga Indonesia di Bawah Rp 1 Juta

Sebagai informasi, jumlah simpanan pemerintah di bank komersial mencapai Rp 653,4 triliun per Agustus 2025.

Angka ini meningkat pesat dibandi posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 411,6 triliun.

Simpanan pemerintah itu terdiri dari simpanan pemerintah pusat sebesar Rp 399 triliun dan pemerintah daerah sebesar Rp 254,3 triliun.

Adapun simpanan pemerintah daerah terdiri dari simpanan pemerintah provinsi Rp 60,8 triliun dan simpanan kabupaten/kota Rp 193,5 triliun.

Sementara jika dilihat dari jenis simpanannya, simpnana pemerintah di bank terdiri dari giro sebesar Rp 357,4 triliun, tabungan sebesar Rp 10,4 triliun, dan simpanan berjangka sebesar Rp 285,6 triliun.

Baca juga: Cerita Anak Menkeu Purbaya Dapat Teror Santet di Rumahnya, Sebut Kejadian Mistis yang Terjadi

Danantara Ngotot Soal APBN Untuk Utang Kereta Cepat

Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) membahas perihal utang kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh dengan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa

Dalam pertemuan antara Danantara dengan Purbaya, utang kereta cepat Whoosh masih diusulkan agar dibayar pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Akan tetapi Purbaya tegas menolak usul tersebut, sesuai dengan pernyataan sebelumnya yang menolak utang proyek Whoosh dibebankan pada APBN.

Usul tersebut, awalnya disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria.

Baca juga: Bodoh Amat Balasan Purbaya Diminta Setop Komentari Kementerian Lain yang Penting Anggaran Terserap

Lantas saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025), Purbaya mengaku belum dihubungi tentang masalah itu.

Akan tetapi Purbaya menyebut, proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) berada di bawah Danantara yang sudah punya manajemen dan dividen sendiri, sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government," tegas Purbaya di Bogor, Jumat. 

Kemudian dalam pertemuan di Wisma Danantara, Jakarta, pada Rabu (15/10/2025), Purbaya menyebut Danantara masih ngotot agar APBN digunakan untuk membiayai utang kereta Whoosh. 

Meskipun pada akhirnya mereka berjanji akan mengkaji lagi skema pembiayaan utang kereta cepat sesuai usulan Purbaya.

"Whoosh ada pembahasan, tapi mereka bilang mereka akan pelajari lagi seperti apa," kata Purbaya, Rabu. 

"Mereka ngotot aja (pakai APBN)," tambahnya.

Purbaya mengungkapkan, mereka beralasan menaruh sebagian besar dividen BUMN yang mereka terima tahun ini untuk membeli surat utang atau obligasi.

Pasalnya, Danantara membutuhkan dana dari imbal hasil obligasi ini untuk mengejar pembiayaan proyek mereka yang akan datang.

Keputusan ini pun langsung dikritik Purbaya, lantaran seharusnya dividen BUMN tersebut yang hampir Rp 90 triliun dapat digunakan untuk membayar utang kereta cepat.

"Saya tadi sempat kritik, kalau Anda taruh obligasi segitu banyak di pemerintah, keahlian Anda apa? tapi mereka bilang ini kan hanya tiga bulan terakhir ini karena enggak sempat kan buat proyek," ungkap Purbaya. 

"Danantara terima dividen dari BUMN kan hampir Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutup yang Rp 2 triliun bayaran tahunan untuk utang kereta cepat," jelasnya.

Oleh karenanya, Danantara pun berjanji akan mengurangi porsi dividen BUMN untuk obligasi dan akan lebih banyak menggunakan dividen tersebut untuk proyek-proyek yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Danantara juga akan mengkaji lagi usulan Purbaya kalau utang kereta cepat dibayar menggunakan dividen BUMN.

Pasalnya, di dalam klausul perjanjian pinjaman proyek kereta cepat dengan China Development Bank (CDB) tidak mengharuskan utang dibayar oleh pemerintah.

"Saya pernah diskusi, nego sama CDB juga dulu, mereka yang penting struktur pembayarannya clear" tutur Purbaya. 

"Jadi harusnya nggak ada masalah kalau Danantara bayar juga. Tapi nanti kita lihat hasilnya seperti apa dan kita tunggu perintah dari Presiden," lanjutnya. 

Sementara itu, Purbaya tetap berpegang teguh tidak mau menggunakan APBN untuk membiayai proyek Kereta Cepat Whoosh.

"Kalau saya bilang, saya sudah putus (tidak mau gunakan APBN)," tukasnya.

(SURYAMALANG.COM/KOMPAS.COM/KOMPAS.COM)

Ikuti saluran SURYAMALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved