Jejak Sejarah Soeharto hingga Disebut Ribka Tjiptaning Pembunuh, Gus Dur - Jokowi Akui Kejahatan HAM

Jejak sejarah Soeharto hingga disebut politisi PDIP Ribka Tjiptaning pembunuh tolak gelar pahlawan, Gus Dur - Jokowi akui kejahatan HAM Orde Baru.

|
Instagram @titieksoeharto/KOMPAS.com/Tria Sutrisna
SOEHARTO BUKAN PAHLAWAN - Ketua DPP PDI-P Ribka Tjiptaning (KANAN) saat ditemui usai Kongres ke-6 PDI-P di Bali Nusa Dua Convention Center, Sabtu (2/8/2025). Foto Presiden ke-2 RI Soeharto (KIRI) dipajang di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Ribka menolak keras pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional dan menyebutnya sebagai pembunuh, bagaimana sejarahnya? 

SURYAMALANG.COM, - Kontroversi pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto memicu perdebatan sengit, khususnya dari politisi PDI-P Ribka Tjiptaning.

Ribka menolak keras hal tersebut, bahkan secara blak-blakan menyebut Soeharto sebagai "pembunuh jutaan rakyat Indonesia" dan menegaskan tidak pantas mendapat gelar pahlawan sebelum kasus pelanggaran HAM diluruskan.

Penolakan Ribka ini sejalan dengan upaya pengungkapan sejarah kelam Orde Baru yang pernah diakui oleh dua Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Joko Widodo (Jokowi).

Presiden ke-4 RI Gus Dur dan Presiden ke-7 RI Jokowi, sempat membenarkan adanya sejumlah temuan kejahatan HAM di era kepemimpinan Soeharto.

Penolakan Ribka Tjiptaning

Dalam sebuah kesempatan, Ribka Tjiptaning menolak keras Soeharto sebagai pahlawan nasional dan mempertanyakan apa kehebatan Soeharto sehingga bisa diusulkan sebagai salah satu pahlawan nasional.

“(Gelar pahlawan Soeharto) Kalau pribadi, oh saya menolak keras. Iya kan? apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan,” ujarnya di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

 “Hanya bisa membunuh jutaan rakyat Indonesia,” kata Ribka.

Baca juga: Rekam Jejak Ribka Tjiptaning Sebut Soeharto Pembunuh, Tokoh PDIP Tak Gentar Dilaporkan: Aku Hadapi

Ribka lalu menyinggung soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto dan menilai, kasus dugaan pelanggaran HAM harus diluruskan lebih dulu sampai semuanya jelas.

"Udah lah pelanggar HAM. Belum ada pelurusan sejarah, udah lah enggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional,” ucap Ribka.

Buntut dari pernyataannya itu, Ribka harus bersiap menghadapi laporan yang dilayangkan oleh Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) ke Bareskrim Polri. 

Merespons laporan polisi itu, Ribka secara terpisah menampik membuat tuduhan bohong. Sebab, dia mengaku merasakan bagaimana situasi dan kondisi pada masa Orde Baru. 

“Ya dihadapi saja. Hehe. Aku kan merasakan,” kata Ribka, saat dikonfirmasi, Kamis (13/11/2025).

Ribka tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai pelaporan tersebut.

Jejak Sejarah Soeharto 

Terkait pernyataan Ribka, apakah benar Soeharto membunuh jutaan orang?

Secara hukum, Soeharto memang tidak pernah diadili sebagai pembunuh.

Adapun Soeharto hanya pernah menjadi terdakwa atas dugaan korupsi sejumlah yayasan. 

Namun demikian, Soeharto batal diadili karena kondisi kesehatan dan meninggal dunia. 

Meski begitu, sejumlah Presiden RI pernah berupaya untuk mengungkap kasus kekerasan yang terjadi selama kepemimpinan Soeharto

Bahkan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengajukan permintaan maaf atas pembantaian yang dilakukan atas nama ideologi pada tahun 1965.

Baca juga: Jasa Soeharto hingga Terima Gelar Pahlawan Nasional dari Prabowo Meski Banyak Penolakan

Bahkan Gus Dur meminta maaf atas nama warga NU sendiri, serta membuka ruang bagi mantan tahanan politik dan keluarga korban untuk kembali ke Tanah Air.

Gus Dur juga mencabut Tap MPRS No. 25 Tahun 1966 tentang pelarangan PKI, yang ia anggap terlalu kaku dan menindas.

Selain Gus Dur, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) juga pernah membuat tim pengusutan kekerasan HAM masa lalu.

Adapun hasil dari tim yang dibentuk Presiden itu membenarkan adanya sejumlah kekerasan di masa lalu tepatnya di era Kepemimpinan Soeharto

Temuan dari tim yang dibentuk Jokowi di tahun 2023 yakni sebagai berikur:

- Pelanggaran HAM 1965-1966

- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985

- Peristiwa Talangsari

- Lampung 1989

- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989

- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998

- Peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Namun sayangnya sejumlah peristiwa tersebut hanya diselesaikan secara non-yudisial. Hal ini membuat masyarakat tidak mengetahui secara pasti siapa saja pelaku kekerasan tersebut. 

Adapun Jokowi sebagai kepala negara saat itu hanya mengakui peristiwa tersebut dan berjanji akan memulihkan hak para korban.

Baca juga: 10 Tokoh Terima Gelar Pahlawan dari Presiden Prabowo Hari Ini,Ada Nama Gus Dur, Soeharto,Marsinah

Jokowi sudah berjanji akan menyelesaikan masalah ini secara yudisial, namun ketika kepemimpinan berganti, nasib para korban kekerasan Orde Baru pun tidak jelas juntrungnya.

“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban" kata Jokowi Rabu (11/1/2023).

"Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” tambahnya. 

Aliansi Anti Hoaks Klaim Tak Bela Soeharto

Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) mengklaim aduan mereka terhadap Ribka Tjiptaning, ke Bareskrim Polri bukanlah bentuk pembelaan terhadap keluarga Soeharto

Langkah itu, kata mereka, semata-mata sebagai respons atas pernyataan Ribka yang menyebut Soeharto sebagai pembunuh jutaan rakyat.

"Kami datang ke sini mengatasnamakan masyarakat dan tidak memiliki legal standing dari keluarga Soeharto atau dari pihak yang berkaitan dengan Soeharto" kata Koordinator ARAH, Iqbal di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (12/11/2025) malam. 

"Tetapi kami ke sini atas dasar kami sebagai masyarakat yang memang merasa bahwa pernyataan dari Ribka Tjiptaning itu sangat menyesatkan," imbuhnya. 

Baca juga: Kritik Rencana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Hasto Kristiyanto : Layakkah Rekam Jejaknya?

Iqbal mengatakan, pihaknya datang ke Bareskrim atas nama masyarakat umum, bukan mewakili pihak keluarga Soeharto.

Karena itu, laporan mereka diterima polisi sebagai pengaduan masyarakat.

Lebih lanjut, aduan itu dilayangkan karena pihaknya menilai pernyataan Ribka Tjiptaning tidak berdasarkan fakta dan dapat menyesatkan publik.

ARAH, lanjutnya, juga telah menyerahkan tangkapan layar (screenshot) video yang memuat ucapan Ribka sebagai bukti pendukung laporan.

"Kami sudah melakukan beberapa prosedural, yaitu screenshot dari pernyataan Ribka detik sekian pernyataannya yang menyatakan bahwa Soeharto itu membunuh jutaan rakyat kami jadikan bukti dan kami screenshot detik-detiknya," ungkapnya.

Ketika ditanya soal kemungkinan meminta Ribka untuk meminta maaf, Iqbal menilai hal itu menjadi urusan pribadi Ribka.

Namun, menurutnya, setiap tuduhan publik harus memiliki dasar hukum yang jelas.

"Kalau untuk permintaan maaf, ya silakan dia mengucapkan minta maaf, tetapi tentu setiap pernyataan yang didasari dengan menuduh yang belum tentu jelas faktanya, dia harus dijalankan sesuai prosedur, apalagi sudah menuduh Soeharto," tutur Iqbal.

Baca juga: Bahlil sampai Gus Mus: Penolakan Vs Dukungan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jokowi Balik Arah

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politisi PDI-P Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri.

Laporan itu terkait pernyataan Ribka yang menyebut almarhum Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai “pembunuh jutaan rakyat” dalam polemik pengusulan Soeharto menjadi pahlawan nasional.

"Kami datang ke sini untuk membuat laporan polisi terkait pernyataan salah satu politisi dari PDI-P, yaitu Ribka Tjiptaning, yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional," kata Koordinator ARAH, Iqbal, saat ditemui di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

"Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Soeharto itu adalah pembunuh jutaan rakyat," lanjutnya.

Iqbal mengatakan laporan tersebut dibuat karena pihaknya menilai pernyataan Ribka bersifat menyesatkan dan mengandung unsur ujaran kebencian serta penyebaran berita bohong. 

(WartaKotalive.com/Kompas.com/Kompas.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved