Malang Raya
370 Kasus Perburuan Satwa Liar Terjadi di Jatim, Ini Lokasinya!
Tahun 2015, Profauna Indonesia menerima hampir 200 pengaduan dari masyarakat tentang adanya perburuan satwa liar.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: musahadah
SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Profauna (Protection of Forest and Fauna) Indonesia menyebut kasus perburuan satwa liar tahun 2015 cukup tinggi.
Di wilayah Jawa Timur, Profauna mencatat ada 370 kasus perburuan satwa liar di hutan lindung dan kawasan konservasi alam.
Beberapa kawasan konservasi alam di Jawa timur yang rawan terjadinya
perburuan satwa liar antara lain Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
Taman Hutan Raya R Soerjo, Taman Nasional Bakuran, Taman Nasional
Merubetiri, Hutan sekitar Gunung Ijen, Suaka Margasatwa Dataran Tinggi
Hyang. Gunung Arjuna dan Gunung Kawi.
Tahun 2015, Profauna Indonesia menerima hampir 200 pengaduan dari
masyarakat tentang adanya perburuan satwa liar.
"Lebih dari 90 persen pengaduan itu terkait dengan foto yang diunggah di media sosial, yang menampilkan pemburu beserta mangsa dan senjatanya," ujar Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, Sabtu (2/1/2016).
Laporan lain disampaikan melalui surat elektronik, pesan singkat, juga telepon.
Dari laporan-laporan itu ada yang ditindaklanjuti oleh Profauna dengan melaporkannya ke aparat terkait, yaitu kasus pembantaian kucing hutan yang fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Ida Tri Susanti yang berdomisili di Jember, Jawa Timur.
Kedua, kasus pembantaian beruang madu yang dikuliti, dan fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Ronal Cristoper Ronal di Kalimantan Timur, lalu ada kasus pembunuhan Harimau Sumatera yang foto-fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Manullang Aldosutomo dari Sumatera Utara.
Lalu, kasus pembunuhan dan pembakaran primata yang fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Polo Panitia Hari Kiamat yang berdomisili di Kalimantan Tengah.
"Hanya saja kasus-kasus itu belum ada yang maju ke meja hijau. Yang kami sayangkan juga, beberapa kasus perburuan liar dilakukan oleh generasi muda yang harusnya menunjukkan perilaku menjaga lingkungan dan alam sekitar," tegas Rosek.
Kasus perburuan satwa liar terbaru ditemukan petugas Profauna di kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang (Pegunungan Argopuro), pada Desember lalu.
Ranger Profauna menemukan dua kasus perburuan burung di kawasan konservasi yang meliputi empat kabupaten itu (Jember, Situbondo, Bondowoso, dan probolinggo).
"Kami temukan awal Desember kemarin, ada dua kasus. Salah satunya kami ketahui orangnya, dan kami bina agar tidak berburu lagi. Burung yang diburu merupakan burung berkicau dan hias yang banyak diperjualbelikan di pasar burung di sekitar kawasan," imbuh Rosek.
Perburuan satwa liar dilindungi terutama di kawasan konservasi, tegas Rosek, tidak bisa dibiarkan. Sebab adanya satwa liar itu menandakan kualitas hutan di Indonesia. Kalau satwa-satwa itu diburu, akan ada dua kerugian yakni ekologis dan ekonomis.
"Seperti contoh burung. Burung itu pemakan serangga, kalau burung diburu maka serangga bisa jadi tidak terkendali dan menjadi hama bagi tanaman manusia. Contoh ini terjadi di Lampung, ketika burung diburu maka terjadi lonjakan serangga. Itu kerugian ekologis. Sedangkan dari sisi ekonomis, sebenarnya bisa dilihat dari sektor pariwisata. Adanya satwa liar bisa menjadi potensi pariwisata, seperti yang dilakukan sejumlah negara di Afrika," pungkas Rosek.