Malang Raya
Soal Ganti Rugi Tanah Terdampak Tol Malang-Pandaan, Warga Madyopuro Siap ke Pengadilan
Mereka merasa selama ini tidak ada itikad baik dari tim penilai harga karena tidak dijelaskan secara rinci mengenai mekanisme penetapan harga.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: musahadah
SURYAMALANG.COM, KEDUNGKANDANG - Warga terdampak rencana pembangunan Tol Malang-Pandaan di Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, kukuh menolak hasil pengajuan harga tim appraisal terkait ganti-rugi tanah dan bangunan. Warga bahkan mengaku pantang mundur meski masalah ini dibawa hingga ke pengadilan.
Selasa (23/2), perwakilan warga yang terdampak kembali mendatangi DPRD Kota Malang meminta difasilitasi musyawarah antara warga dan pihak terkait untuk kesekian kalinya.
Mereka merasa selama ini tidak ada itikad baik dari tim penilai harga karena tidak dijelaskan secara rinci mengenai mekanisme penetapan harga.
“Kami tetap menolak karena tidak pernah ada keterbukaan proses penentuan harga. Kami juga tak takut kalau harus dilanjutkan masalah ini ke pengadilan,” kata Endi Sampurno, perwakilan warga.
Sebelumnya, warga berharap perkara semacam tak perlu sampai ke pengadilan dan bisa diselesaikan dengan musyawarah.
Sejak penolakan harga ganti-rugi akhir November 2015, warga sudah dua kali menerima revisi harga dari tim peninjau. Hanya saja, dalam draf itu warga mengaku tidak mendapat keterangan rinci terkait mekanisme.
Akibatnya, harga yang dicantumkan dinilai tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Bahkan, harga untuk bidang yang bersebelahan, kata Endi, selisihnya terpaut cukup jauh, yakni mencapai Rp 1 juta per meter persegi.
Agus, warga lain, mencontohkan, satu bangunan miliknya terbagi atas tiga bidang. Ia mendapat penetapan harga per meter persegi yang berbeda. Menurut dia, tim penyusun harga perlu menjelaskan asal usul penetapan masing-masing bidang miliknya.
“Saya juga merasa aneh, tiga bidang di tempat yang sama kok harganya berbeda-beda. Saya khawatir penetapan harga ini karena tanpa peninjauan langsung kondisi di lapangan,” kata Agus.
Warga juga mulai memang spanduk penolakan harga di beberapa sudut di daerah Madyopuro. Spanduk itu berisi tuntutan warga yang ingin disampaikan pada tim peninjau harga.
Meski mayoritas masih menolak, sebanyak 44 Kepala Keluarga (KK) sudah menerima ganti-rugi. Sekadar untuk diketahui, total KK terdampak sekitar 130-an.
Menurut Endi, kabanyakan mereka yang menerima karena khawatir dengan ancaman bahwa masalah ganti-rugi akan dibawa ke pengadilan. Padahal, nominal yang didapat warga tidak sebanding dengan nasib mereka yang kehilangan tempat tinggal.
“Mereka rata-rata tidak bisa membeli rumah baru di daerah Madyopuro dengan uang ganti rugi yang mereka dapat. Harga tanah di sekitar sana sekarang sudah naik tinggi. Apalagi, daerah sana juga sudah sudah padat. Keinginan untuk memiliki tempat tinggal di sekitar sana semakin kecil. Padahal, tanah yang mau digusur itu tanah kami pribadi. Bukan tanah negara atau pemerintah,” tambah Endi.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Bambang Soemarto menjelaskan, pemerintah perlu turun tangan terkait masalah ini. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait harus menengahi agar masalah penetapan harga.
“Selama ini Pemkot belum turun tangan. Biar tidak berlarut-larut, mereka harus ikut jadi penengah. Mungkin masalah perhitungan aset bisa meminta BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah),"ujarnya.