Citizen Reporter
Investasi Bodong Kian Marak, OJK Dituntut Berperan Lebih
Investasi ini sangat agresif menarik para korbannya, dengan memasang iklan dan membuat seminar di pusat perbelanjaan.
Sayangnya, penipuan di KUHP termasuk delik pengaduan. Artinya, polisi baru bisa bergerak ketika ada investor atau otoritas industri keuangan yang mengadu.
Masyarakat mulai memiliki harapan ketika keluar UU nomor 21 tahun 2011 tentang otoritas jasa keungan. OJK diharapkan menjadi pengawas tunggal industri keuangan.
Lalu, apakah OJK sudah mampu mengatasi masalah investasi bodong ini?
OJK menarik perhatian publik dengan merilis sebanyak 262 penawaran investasi pada 8 November 2014.
Dari jumlah itu, terdapat 218 penawaran investasi yang tidak memiliki kejelasan izin usaha dari otoritas berwenang dan 44 penawaran investasi yang izinnya telah dikeluarkan oleh lembaga seperti Kementerian Koperasi dan UMKM, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Hukum & HAM.
Apakah OJK juga sudah menindak tegas para pencetus investasi bodong ini?
Ternyata belum, OJK hanya berwenang memberlakukan sanksi administratif terhadap pihak-pihak yang melakukan sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pada sektor jasa keuangan yang terdaftar padanya.
Sementara investasi bodong mustahil mendaftarkan lembaganya dengan dalih hanya sebuah komunitas usaha.
Ironisnya lagi, selama ini OJK kerapkali terlambat mengidentifikasi adanya investasi bodong. OJK baru beraksi ketika sudah jatuh korban.
Sebagai lembaga yang dibentuk untuk menjadikan lembaga keuangan yang independen, transparan, teratur, adil, dan akuntabel, OJK memang dituntut berperan lebih.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat diperlukan untuk menindak perusahaan investasi bodong dengan aturan perundangan yang ketat dan hukuman pidana yang berat.
Dengan melakukan ini, OJK akan memperlihatkan sifat tegasnya bukan konsep preventifnya saja.
Namun, tugas dan wewenang OJK harus tetap dijalankan secara konsisten dan profesional.
Ditambah lagi, dengan teknologi yang kian maju, OJK harus mampu bekerja secara cepat dan akuntabel melalui pemberian informasi secara online mana saja perusahaan yang tidak sehat dan illegal.
OJK harus tetap melakukan update data yang dimiliki dan berkoordinasi dengan lembaga terkait. Tentunya, semua itu tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya kerjasama yang strategis antara OJK dan regulator keuangan lainnya.
Penulis : Tatag Adi Sasono
Mahasiswa Universitas Sampoerna