Advertorial
Karya Animator dari Bhumi Arema ini Tembus ke ASEAN
“Saya angkat tentang Indonesia, biar Indonesia semakin dikenal di dunia. Banyak budaya Indonesia yang patut dikenal di internasional,” kata Ricky.
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: Adi Sasono
SURYAMALANG.COM, MALANG - Ketik saja ‘Roh Garuda’ di mesin pencari pada laman YouTube.
Di situ akan muncul channel Roh Garuda dengan delapan video.
Satu di antaranya berjudul Teaser Roh Garuda yang sudah ditonton hampir 8.500 kali.
Di video itu ditampilkan lima karakter animasi yang semuanya bergaya petarung.
Mereka adalah Bhi, Nekka, Tongga, Leika, Esa. Bila nama-nama itu digabung akan tereja Bhineka Tunggal Ika, semboyan Republik Indonesia.
Animasi itu adalah karya Ricky Ramadhan Setiawan (23) mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Malang.
Videonya akan bisa dinikmati dalam ajang Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) di Malang 1-5 April 2016.
Dalam perbincangan dengan Surya, Ricky mengatakan animasi karyanya mengangkat Pancasila.
“Setiap karakter juga memiliki sifat yang berbeda dan bentuk yang berbeda. Masing-masing memiliki tugas yang beda dari satu misi yang sama,” katanya.
Contohnya, karakter Tongga berpakaian warna hijau dan ukiran di wajahnya ini menunjukkan karakter suku salah satu suku di Indonesia.
Karya yang digarap mulai 2014 itu mendapatkan medali perunggu pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2015 dan juara pertama pada AYCIF (Asean Youth Creative Industri) se ASEAN di tahun yang sama.
Pria kelahiran 15 Maret 1993 itu kini punya studio animasi yaitu Iconmax dan sudah mencanangkan diri membuat film animasi berkelas box office.
Bersama sejumlah rekannya, anak ketiga dari empat bersaudara itu berniat mewujudkan impiannya.
Karya Ricky lainnya adalah animasi Kuku Rock You yang bercerita tentang seekor ayam yang ingin melakukan hal luar biasa yang bisa mengubah hidupnya.
Animasi ini pernah tayang di sebuah stasiun televisi nasional. Film 24 episode ini sudah masuk nominasi ASIAGRAPH 2013.
“Saya angkat tentang Indonesia, biar Indonesia semakin dikenal di dunia. Banyak budaya Indonesia yang patut dikenal di dunia internasional,” katanya.
Ricky, berharap ada wadah untuk berkreasi dan memberi kesempatan pada orang yang serius di bidang animasi.
Meskipun kini ia menjadi anggota Forum Animasi Malang, bukan berarti ia mudah melejit. Ia butuh dukungan nyata dari pemkot.
“Ya bukan sekadar bikin festival. Kalau bisa ada event khusus untuk kami,” ucapnya.
Ricky adalah satu dari sekian anak muda Kota Malang yang mulai merangkak naik ke pentas dunia.
Dua tokoh asal Kota Malang yang salama ini sudah lebih dulu moncer di industri kreatif adalah Wahyu Aditya pendiri wadah penggerak animasi Hellomotion dan Steve Christian pendiri Kapanlagi.com.
Menyadari industri kreatif bisa menjadi tulang punggung perekonomian, Pemkot Malang bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menggelar ICCC ke-2 yang dibuka, Kamis (31/3).
Dan, sebagai tuan rumah ICCC, pemkot mulai merancang pengembangan Malang sebagai kota kreatif dan ICCC dianggap sebagai momentum yang pas.
Pemkot pun mengawali langkahnya dengan membentuk Komite Ekonomi Kreatif (KEK) pada Februari 2016 dengan anggota pelaku industri kreatif,
satuan kerja perangkat daerah, akademisi dan pentolan komunitas Kota Malang.
Mereka akan menyusun kebijakan implementatif untuk menghidupkan industri kreatif.
Ketua KEK, Wasto, mengatakan, komite sedang merencanakan pekerjaan tiga tahun ke depan.
Program yang bisa dieksekusi tahun ini akan diusulkan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) pertengahan tahun ini.
“Apa saja program itu, masih kami susun,” kata Wasto kepada Surya, pekan lalu.
Dari 16 sektor industri kreatif, tak semuanya bisa diterapkan di Kota Malang.
“Ada beberapa yang cocok, seperti animasi, perfilman, dan busana. Kita sudah unggul dari sana. Tapi ada juga beberapa yang mungkin tidak bisa
dikembangkan karena berbagai faktor. Ini yang masih kami gali,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Malang itu.
Kata Wasto, pemkot juga belum membelokkan anggaran agar fokus pada industri kreatif, karena masih banyak program lain yang lebih prioritas, seperti infrastruktur , pendidikan dan kesehatan.
Kalaupun ada, kata Wasto, itu pun untuk membiayai pelatihan, sedangkan untuk pemasaran dan publikasi masih akan dibahas.
“Hadirnya narasumber dalam ICCC yang berasal dari praktisi dan pengusaha diharapkan dapat menginspirasi dan memberi informasi pelaku industri
kreatif di Kota Malang supaya lebih terpacu,” tambahnya.
Wasto mengakui, pemkot selama ini belum menghitung atau menghimpun potensi industri kreatif di Kota Malang dan hanya mendengar informasi lisan.
Hal itu, kata Wasto, menyebabkan industri kreatif sulit berkembang, sehingga dalam hal ini peran pemkot sebagai pendorong sanga dibutuhkan.
“Selama ini belum terkoordinasi. Belum diketahui secara detail tentang industri kreatif yang ada per masing-masing sub sektor,” tambah dia.
Ia menargetkan, seluruh pemetaan akan tuntas setelah pagelaran ICCC rampung 5 April.
Pemkot Malang pun menginisiasi pembentukan Malang Creative Fussion (MCF) yang bermarkas di Perpustakaan Kota Malang.
Lembaga ini bertugas menghimpun, mendata, dan memetakan industri kreatif yang ada.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang Tri Widyani mengatakan, dalam pelaksanaannya MCF setara dengan Bandung Creative
Cities Forum (BCCF), sebuah wadah penampung industri kreatif di Kota Bandung.
Ia mengakui, kota ini agak telat dalam mewadahi industri kreatif. Namun, hal itu dianggap bukan bentuk hambatan dalam pengembangan.
“MCF berisi anak-anak muda pelaku industri kreatif. Mereka yang bersentuhan langsung dengan industri ini tentunya akan bisa lebih tepat dan mudah
dalam menghimpun terdaftarnya pelaku-pelaku industri kreatif lain,” kata wanita yang akrab disapa Yani itu, beberapa waktu lalu.
Meski tidak semua industri kreatif dari 16 sektor itu ada di Kota Malang, Yani mengklaim sebagian besar sudah dimiliki.
Karena tidak mungkin menghimpun dan menfokuskan diri pada seluruh industri, Pemkot akan berfokus pada pengembangan pada industri kreatif digital.
Hal itu sebenarnya juga sudah diwakili oleh dua pelaku industri yang disebut diawal.
Langkah awal yang akan dijadikan stimulus Pemkot untuk mengembangkan usaha industri kreatif adalah pemfasilitasan sekitar 300 hak paten untuk
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berbasis industri kreatif.
Yani mengatakan, selama ini industri sulit berkembang karena kesulitan dalam mengurus hak paten. Akibatnya, inovasi yang dibikin gampang ditiru
oleh pelaku usaha dari daerah lain yang lebih bermodal. “Mereka tekendala biaya,” kata Yani.
Contoh dari terbengkalainya industri kreatif yang tak berfasilitas badan hukum, kata dia, banyak ditemukan di kampus-kampus.
Fasilitas ini diberikan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Para pelaku usaha jenis itu bisa mendaftarkan diri hingga akhir pagelaran ICCC.
Yani tak paham betul besaran dana yang disiapkan Bekraf untuk program itu. Yang jelas, dari informasi yang ia terima, bantuan itu belum komplit.
Jika peminatnya membeludak dan berpotensi dikembangkan, kuota bantuan akan ditambah oleh Bekraf.
“Kita tahu di Kota Malang ada banyak sekali industri seperti yang saya sebut tadi. Beberapa memang sudah besar dan sudah mengurus kepemilikan hak
paten. Namun, berdasarkan data yang ada di kami, masih banyak juga industri serupa yang belum berhak paten. Ini terutama untuk industri-industri skala kecil,” katanya. (fla/bni/sun)