Malang Raya
Warga Setuju Ganti Rugi, tapi Dikurangi Sepihak, Akhirnya Warga Malang . . .
"Kami tidak pernah diajak bermusyawarah. Pemerintah melakukan sosialisasi, tetapi tidak pernah mengajak kami bermusyawarah,"
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, BLIMBING - Saksi gugatan warga terdampak pembangunan jalan tol Malang - Pandaan (Mapan) menyebut ada pengurangan jumlah ganti rugi tanpa musyawarah dengan warga.
Sementara warga berpatokan kepada pernyataan panitia pengadaan tanah (P2T) Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahwa segala revisi terkait nilai ganti rugi melewati persidangan. Tetapi revisi soal ganti rugi itu ternyata tidak melalui pengadilan, dan warga menyebut dilakukan secara sepihak.
Demikian beberapa penggalan kesaksian Endi Sampurna, Koordinator Forum Komunikasi Warga Terdampak (FKWT) tol Mapan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Kamis (30/6/2016). Endi menjadi saksi pertama yang diajukan tim kuasa hukum penggugat (warga terdampak).
Persidangan lanjutan hari ini beragendakan pemeriksaan berkas. Majelis hakim menyelesaikan pemeriksaan berkas warga penggugat, kemudian dilanjutkan dengan berkas tergugat. Berkas dari tergugat yang diperiksa antara lain surat keputusan (menteri, gubernur, dan wali kota), berita acara kesepakatan, juga surat undangan sosialisasi.
Usai pemeriksaan berkas, majelis hakim mulai mendengarkan keterangan saksi. Baru satu orang saksi yang didengarkan keterangannya yakni Endi Sampurna.
Endi menuturkan warga menggugat karena merasa tidak pernah diajak bermusyawarah oleh pemerintah.
"Kami tidak pernah diajak bermusyawarah. Pemerintah melakukan sosialisasi, tetapi tidak pernah mengajak kami bermusyawarah. Dalam pertemuan tanggal 23 November 2015 yang isinya sosialisasi, petugas mengatakan kalau tanah kami akan dijadikan jalan tol dengan nilai ganti rugi sekian, dalam hal ini Rp 3,9 juta per meter persegi. Tidak pernah ada penawaran apapun kepada kami. Itu bukan musyawarah," ujar Endi.
Dalam kesaksian pembukanya, kepada majelis hakim, Endi menegaskan kalau warga Madyopuro mendukung keberadaan jalan tol. Tetapi warga kemudian merasa mendapatkan ketidakadilan dalam proses pemberian ganti rugi, dan nilai ganti rugi itu sendiri.
Endi mencontohkan, beberapa warga sudah setuju dengan nilai ganti rugi kemudian meneken surat kesepakatan. Namun dalam pertemuan selanjutnya yakni 7 Januari 2016, warga yang sudah menyepakati nilai ganti rugi kaget bukan kepalang. Sebab nilai yang mereka dapatkan jauh di bawah atau berkurang dari nilai yang sudah disepakati seperti di surat kesepakatan yang diteken warga.
"Akhirnya warga tidak mau, karena jumlahnya berbeda. Jauh berkurang. Contohnya, ada yang di kesepakatan nilai ganti ruginya Rp 1,9 miliar turun menjadi Rp 800 juta sekian. Ada juga yang awalnya Rp 2,7 miliar menjadi Rp 800 juta," imbuh Endi.
Warga yang melihat kejanggalan itu akhirnya tidak mau menerima uang ganti rugi. Mereka memilih menggugat di pengadilan. Alasan lain yang dipakai warga, petugas mengatakan bahwa semua revisi terkait penggantian melewati pengadilan.
"Waktu sosialisasi petugas bilang, kalau setuju (menerima ganti rugi) silahkan melengkapi berkas dan kemudian kutipan (ganti rugi) cair. Tetapi yang tidak setuju silahkan ke pengadilan. Dan revisi apapun terkait ganti rugi juga lewat pengadilan. Faktanya, revisi ganti rugi yang kami temukan tidak melewati pengadilan, langsung disampaikan ke kami," tegasnya.
Warga juga mempersoalkan nilai ganti rugi di ruas jalan yang sama, bahkan rumah berdempetan. Ia menyebut ada dua rumah berdempetan milik kakak beradik, tetapi nilai ganti rugi per meternya tidak sama. Satu aset dinilai sebesar Rp 2,2 juta per meter, sedangkan satunya senilai Rp 1,3 juta per meter.
Sementara itu, kuasa hukum Pemerintah Kota Malang Eko Fajar bertanya kepada Endi apakah dia termasuk warga terdampak. Endi sempat kesulitan menjawab pertanyaan itu. Majelis hakim meminta dia menjawab terdampak atau tidak.
Endi menjawab secara tegas bahwa dia merupakan warga terdampak tidak langsung. "Saya tinggal di rumah kakak yang ikut terdampak. Sejak lahir saya di situ dan menempati rumah itu," tegasnya. Kakaknya selaku pemilik rumah, merupakan salah satu penggugat dalam kasus tersebut.
Setelah mendengarkan kesaksian Endi, majelis hakim menutup persidangan. Persidangan akan dilanjutkan, Jumat (1/7/2016).