Malang Raya

Wisata 'Tiban' Kampung Tridi Kota Malang, Jangan Sungkan untuk Selfie, yang Penting Sopan

"Sungkan sih, makanya tadi kami mau masuk ragu-ragu, masuk nggak, masuk nggak. Tapi lukisannya bagus dan kami mau foto di situ. Ternyata boleh"

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Hayu Yudha Prabowo
Kampung Tridi (3D) Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang 

SURYAMALANG.COM, BLIMBING - Bagaimana rasanya berpose di depan lukisan tridi yang berada di teras rumah warga yang dipagari. Dan untuk memasuki teras rumah itu, harus melewati gerbang pagar.

"Sungkan sih, makanya tadi kami mau masuk ragu-ragu, masuk nggak, masuk nggak. Tapi lukisannya bagus dan kami mau foto di situ. Ternyata boleh sama pemilik rumah, dan gerbangnya memang terbuka," aku Ardina Dewi.

SURYAMALANG.COM bertemu Ardina dan tiga orang temannya ketika berada di rumah yang ditempati keluarga Cisa Anugerah, di Kampung Tridi (3D) Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing, Kamis (1/9/2016).

Tembok rumah Cisa merupakan satu dari puluhan tembok di Kampung Tridi yang dilukisi lukisan tridi. Anak-anak Cisa memilih lukisan nemo, nama ikan hias yang terkenal di film. Tidak hanya nemo saja, lukisan tridi juga dilengkapi dengan kura-kura dan tanaman laut. Lukisan bawah air itu terlihat hidup, ketika seseorang berpose di dekatnya.

Lukisan itu belum rampung 100 persen. Lukisan itu menempati salah satu dinding di teras rumah Cisa. Jika ingin berfoto di lukisan itu, pengunjung Kampung Tridi kudu melewati gerbang pagar.

Senada dengan Ardina, Bella, juga sempat merasa sungkan ketika ingin berfoto di lukisan itu. "Sungkan karena masuk teras rumah warga," ujarnya.

Namun setelah diyakinkan oleh pemilik rumah, Ardina, Bella dan rekan-rekannya asyik berfoto. Aksi mereka bahkan diikuti oleh bapak dan anak kecilnya. Sang anak ingin berfoto bersama nemo dan kura-kura.

Cisa dan istrinya Indrias Siswati hanya tertawa melihat pengunjung berfoto di lukisan rumahnya. Keluarga itu membuka lebar gerbang pagar rumah. "Baru dilukis sekitar lima hari lalu. Semenjak ada lukisan, pagar selalu saya buka. Supaya pengunjung bisa masuk dan berfoto, kami tidak masalah," ujar Indrias.

Kebiasaan membuka pagar ketika rumah kosong itu berbeda dengan sebelumnya. Ketika kampung itu belum berubah menjadi Kampung Tridi, Indrias selalu menutup pagar dan menguncinya ketika ditinggal kerja. Indri dan Cisa sama-sama bekerja di luar rumah. Ibunda Indri, yang dikenal dengan sebutan Bu Tawar juga memiliki depot makan di Stasiun Malang. Ketiga anak Indri juga sudah bersekolah. Walhasil ketika siang, rumah itu kosong sehingga pagar selalu tertutup.

Kebiasaan ini berubah. Indri mengaku pada awalnya sempat khawatir ketika meninggalkan rumah dalam keadaan pagar terbuka. "Ya sempat ada perasaan was-was, ya gimana rumah ditinggal tetapi pagar dibuka. Namun akhirnya kami memilih memasrahkan kepada Tuhan saja. Yang penting pengunjung senang," ujarnya.

Indri mengakui sejumlah pengunjung sungkan memasuki terasnya. Karena itulah, ia meminta sang suami untuk membuat tulisan yang ditempel di pagar rumahnya.

"Mau kami pasang tulisan, 'silahkan, bebas berfoto', agar pengunjung tidak sungkan masuk," terang Indri sambil terkekeh.

Lukisan nemo dan kura-kura merupakan pilihan anak-anak Indri. Pilihan itu kemudian disampaikan kepada pelukis tridi yang dikomandani Edy Gimbal.

Kampung Tridi muncul setelah kampung di sebelahnya berubah menjadi Kampung Warna-Warni. Kampung Warna-Warni (KWW) dan Kampung Tridi diapit Sungai Brantas. Ketika debit sungai brantas kecil, pengunjung bisa menyeberangi sungai. Bagi yang takut, pengunjung memilih memutar melewati jembatan.

Meskipun berdekatan, dua kampung ini berada di kelurahan yang berbeda. Kampung Tridi berada di Kelurahan Kesatrian, sedangkan KWW di Kelurahan Jodipan. Semuanya berada di Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved