Nasional
Siapakah Bambang Tri, Si Penulis Buku Jokowi Undercover?
Keluarga Bambang Tri cukup terpandang di kampung halaman sastrawan terkemuka, Pramoedya Ananta Toer, itu.
SURYAMALANG.COM - Keluarga menyatakan tak tahu menahu tentang motif Bambang Tri Mulyono (45) menulis buku Jokowi Undercover, yang akhirnya mengantarkannya ke penjara
Mabes Polri menangkap dan menahan Bambang karena isi bukunya tentang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap fitnah dan menebarkan kebencian.
Tak sulit menemukan kediaman Bambang Tri di Dusun Jambangan, Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora.
Tempat tinggalnya tak begitu jauh dari pusat Kota Blora, sekitar 7 kilometer ke arah barat. Keluarga Bambang Tri cukup terpandang di kampung halaman sastrawan terkemuka, Pramoedya Ananta Toer, itu.
Di lingkungan keluarga maupun sekitar, ia karib disapa Mas Mul.
Ia merupakan bungsu dari enam bersaudara. Kakak sulungnya, Endang Suhartini (62), adalah mantan petinggi atau kepala desa (Kades) Sukorejo, dan sampai saat ini masih menjabat sebagai Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Tunjungan.
Sementara, kakak keduanya adalah Bambang Sadono, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Kelompok DPD RI, sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI, periode 2014 - 2019.
Matahari hampir tepat berada di atas kepala, saat Tribun Jateng, menyambangi kompleks kediaman Bambang Tri. Terdapat tiga bangunan di kompleks tersebut: satu bangunan berbentuk mirip pendopo di tengah, satu rumah sederhana di bagian depan samping kiri, serta bangunan bertingkat di belakang pendopo.
Di pendopo, tampak kursi dan meja panjang dijajar rapi. Di sana, juga terpajang sebuah foto bergambar Bambang Sadono, bersalaman dengan Presiden Jokowi.
Seorang perempuan berusia di atas 30 tahun, terlihat sedang memberi pakan beberapa ayam, yang berada di dalam sebuah kandang portabel, di halaman samping kanan pendopo. Tak jauh dari tempat ia berdiri, di samping bangunan bertingkat, terdapat dua ekor kambing. Perempuan berambut sebahu dan berkaus biru itu adalah Desi (34), yang tak lain merupakan istri dari Bambang Tri.
Ia ramah saat menyambut kedatangan Tribun Jateng. Hanya, saat disinggung mengenai buku karya suaminya: Jokowi Undercover, ia mengaku tak banyak mengetahui detailnya.
Menurut dia, kemungkinan sang suami mulai menggarap buku kontroversial itu pada sekitar tahun 2014. "Saya tak tahu pasti, karena Bapak tak pernah cerita, saya juga gak pernah tanya-tanya," katanya.
"Itu urusannya bapak. Dulu, saat awal-awal saya pernah tanya, tapi beliau langsung menjawab tegas: 'Gak usah ikut campur, ini urusan saya sama Jokowi'. Sejak itu, saya tak pernah tanya-tanya lagi," sambung perempuan asal Purwokerto, Kabupaten Banyumas itu, Selasa (3/1).
Beternak ayam
Menurut dia, sehari-hari suaminya tak banyak beraktifitas di luar rumah. Waktunya diisi dengan beternak ayam dan mengurus kambing. "Hanya, kalau malam sering baca-baca buku. Selanjutnya, terkadang mengetik di laptop. Ngetik apa saya juga gak tahu," akunya.
Disampaikan lebih lanjut, di kompleks rumah itu ia sekeluarga bertempat di sebuah kamar sederhana, yang berada di pojok bawah bangunan berlantai dua. "Bisa dibilang numpang di rumah kakak," ujarnya.
Jika sesekali ada tamu, biasanya ditemui sang suami di pendopo. Sehingga, otomatis ia tak banyak tahu siapa saja orang-orang yang bertamu menemui suaminya.
Bahkan, saat Bambang Tri ditangkap polisi pada Jumat (30/12), ia juga tak menyadari persis kasus apa yang menjerat suaminya. "Kala itu bapak hanya bilang jangan bersedih atau takut, yang penting bersabar dan berdoa saja, semua ini untuk menegakkan kebenaran," ucapnya.
Disinggung apakah selama ini, Bambang Tri aktif berorganisasi? Desi menampiknya. Menurut dia, Bambang jarang keluar rumah. "Sehari sebelum ditangkap, ada orang Flores bertamu, tapi saya tak tahu siapa dia, dan apa keperluannya," kata Desi.
Selama ini, diakui, Bambang Tri memang tak pernah banyak bercerita kepada istri dan anak-anaknya. "Tinggal bareng, tapi kan urusannya sendiri-sendiri. Bapak seneng perhatiin politik, saya tidak tahu apa-apa soal politik," akunya.
Disinggung aktifitas suaminya saat gelaran Pilpres 2014 silam, Desi juga tak banyak tahu. Menurut dia, sejak saat jelang Pilpres ia dan anak bungsunya bertempat di Purwokerto.
Sementara, Bambang Tri dan anak pertama tinggal di Blora. "Karena anak saya yang perempuan itu kerasan di Purwokerto. Saya ke sini lagi pertengahan 2016 kemarin," ucap dia.
Berdasarkan data di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Blora, Bambang Tri, juga tak tercatat sebagai pengurus lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat (Ormas), maupun organisasi politik (Orpol) tertentu. "Namanya mencuat ya setelah ramai ditangkap itu," ujar seorang pegawai di Kesbangpol Blora yang enggan disebut namanya.
Semata fitnah
Penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, ditahan semata karena isi bukunya dianggap berisi unsur fitnah, menebar kebencian dan tidak berdasarkan data primer maupun sekunder, bukan atas tekanan Istana. Demikian ditegaskan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar.
"Ada Undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik) karena kontennya juga disebarkan di media sosial. Berkaitan pelanggaran hukum undang-undang antidiskiriminasi. Di Indonesia ini ada undang-undang antidiskriminasi. Jadi tidak boleh menebar kebencian kepada suku, agama tertentu. Itu dilarang," kata Boy Rafli Amar tentang undang-undang yang digunakan polisi untuk menjerat Bambang Tri.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik disebutkan bahwa siapa saja yang sengaja menunjukkan kebencian terhadap ras dan etnik tertentu akan dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
Boy Rafli Amar menepis dugaan pengambilalihan kasus bukuJokowi Undercover dari Polda Jateng karena membawa nama presiden. Menurut Boy, penanganan kasus ini ditingkat pusat tidak dilakukan karena menyangkut nama presiden atau atas permintaan Istana.
"Bukunya tidak memberikan pendidikan kepada publik secara baik. Kalau buku dibuat, disusun untuk tujuan yang sifatnya mendiskreditkan, penghinaan, kemudian menyajikan data informasi yang tidak didasarkan hasil penelitian atau pun berdasarkan keterangan dari pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan berarti itu sama dengan menebar fitnah," jelasnya. (*)
Sumber : Tribun Jateng