Malang Raya
Seperti Ini Loh Pementasan Wayang Potehi di Klenteng Eng An Kiong Kota Malang
“Justru dianjurkan membawakan dengan bahasa Indonesia. Kenapa, kalau bahasa Hokkai, tidak ada yang mengerti apa itu artinya,”
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Sekitar pukul 15.00 WIB, persiapan wayang potehi segera dimulai, Minggu (22/1/2017). Tepat di halaman Klenteng Eng An Kiong, di dalam panggung terlihat dalang asal Jombang, Widodo Santoso, tampak sibuk mempersiapkan boneka yang akan dimainkan. Kali ini, suguhan Wayang Potehi menceritakan tentang Sie Kong Hwan Tong. Yakni menceritakan tentang pembantaian marga Sie.
Sebelum tampil, Widodo menyempatkan cerita tentang jalan cerita ini. Ada seorang raja yang memiliki keturunan bernama Sie Kong. Sie Kong merupakan pemuda yang suka mabuk, sehingga ia menjadi buronan.
Sebelum kabur, Sie Kong sempat membuat onar dalam perayaan ulang tahun Raja Lie Tie. Dalam perayaan itu, ia dalam keadaan mabuk, meminta jalan dari kerumunan orang yang sedang larut dalam pesta. Lantas, kerumunan orang itu membuat Sie Kong terganggu. Sampai dia hampir menendang seorang menteri. Namun tendangannya meleset, dan mengenai Putra Mahkota.
“Dari situ ia membuat sang raja marah. Maka dia kabur dan menjadi buronan. Entah ke mana perginya si Sie Kong ini. Sampai pada akhirnya, semua marga yang memiliki nama marga Sie dikumpulkan dan dibunuh secara massal. Dikubur juga secara massal,” cerita Widodo.
Ia menyebutkan ada hampir 385 jiwa yang memiliki marga Sie dibunuh. Namun, Sie Kong masih belum berhasil diketahui keberadaannya. Pementasan wayang potehi ini, dilakukan secara bertahap. Sehingga dalam setiap pementasannya terus menceritakan cerita yang berkelanjutan. Rencananya pementasan ini dilakukan selama 2 bulan.
Saat pementasan dimulai, terlihat sang dalang membuka dialog dengan bahasa Hokkai. Setelah selanjutnya, dalang membawakan cerita wayang potehi ini dengan bahasa Indonesia. Penonton pun mengerti jalan cerita yang dibawa.
“Justru dianjurkan membawakan dengan bahasa Indonesia. Kenapa, kalau bahasa Hokkai, tidak ada yang mengerti apa itu artinya,” imbuh dia dari grup Fu Ho An.
Pengeras suara yang digunakan ialah menggunakan Toa bukan speaker. Meskipun toa yang digunakan terlihat tua, tetapi kesan suara yang ditimbulkan terkesan klasik. Penonton yang ada sekitar 10 orang terliha larut dalam penampilan wayang potehi ini.