Traveling

Malang Ternyata Punya Alun-Alun Kembar, Ini Kisah Sejarahnya

Alun-Alun Malang yang kini tersaji dan setiap hari dinikmati masyarakat, disebut Dwi sebagai alun-alun kedua.

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Sri Wahyunik
Sejarawan Dwi Cahyono menerangkan tentang sejarah Alun-Alun Malang, Minggu (2/4/2017) 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Kisah di balik keberadaan alun-alun di kota Malang diungkap sejarawan Dwi Cahyono kepada puluhan orang yang mengeruminya di bawah pohon beringin di Alun-Alun Malang, Minggu (2/4/2017).

Penjabaran kisah sejarah itu dilakukan di kegiatan ajar pusaka budaya bertema 'Historitas Alun-Alun Kembar, dari Alun-Alun Kota Menuju Alun-Alun Bundar'. Kegiatan belajar sejarah ini masih dalam rangka memperingati HUT ke-103 Kota Malang, 1 April 2017.

Kegiatan itu digelar oleh sejumlah komunitas. Sejarawan dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menjadi narasumber dalam sinau sejarah ini.

Pertanyaan dari Dwi tentang Alun-Alun Malang, yang kini dikelilingi oleh Jl Merdeka Utara, Selatan, Timur, dan Barat, itu membuka kelas luar ruang itu. Dwi menegaskan kalau Pendapa Kabupaten Malang yang kini terletak di Jl Agus Salim Kota Malang, tidak menyalahi pakem.

Ia yakin pendapa itu dulunya menghadap alun-alun. Lalu dimanakah alun-alun itu?.

"Di depan pendapa, yang sekarang sudah menjadi area pusat perbelanjaan. Di selatan alun-alun itu ada Pasar Besar. Alun-alun itu selama 63 tahun berada di tempat itu. Kemungkinan itulah alun-alun pertama ketika Malang berubah menjadi kabupaten atau regent, setelah berbentuk temenggungan.

Alun-Alun Malang yang kini tersaji dan setiap hari dinikmati masyarakat, disebut Dwi sebagai alun-alun kedua. Alun-alun kota, demikian kadang alun-alun itu disebut, berdiri tahun 1882. Bahkan masjid Jamik Malang lebih dulu berdiri, yakni tahun 1875.

"Karena ingin mendekati jalur poros Celaket - Kayutangan, sehingga alun-alun dipindahkan. Jadi bisa dibilang alun-alun kotak ini merupakan alun-alun kedua Kabupaten Malang," terang Dwi.

Dan mengacu kepada tata kota ketika itu, keberadaan alun-alun ditunjang dengan sejumlah unsur di sekelilingnya, antara lain unsur religi, pemerintahaan, ekonomi, hukum, dan rekreasi.

Unsur religi bisa dibuktikan dengan keberadaan masjid dan gereja. Dua tempat ibadah ini masih berdiri tegak dan megah hingga saat ini. Keduanya berada di Jl Merdeka Barat atau di sisi barat alun-alun. Kenapa tempat ibadah ada di sisi barat alun-alun?. Dwi menjelaskan sisi barat diyakini bermuata positif dalam dunia mikrokosmos.

Unsur pemerintahaan, dibuktikan dengan keberadaan kantor pemerintahaan di selatan alun-alun. Kantor pemerintahaan itu berupa kantor residen dan kantor asisten residen. Kantor asisten residen itu kini berganti menjadi Kantor Pos. Sedangkan kantor residen kini menjadi KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Bangunan KPPN ini masih terjaga keasliannya.

Lalu unsur rekreasi bisa dilihat dari keberadaan bioskop Rex, Hotel Palace, dan Corcordia Societea. Ketiga bangunan ini masih ada, tetapi sudah berubah fungsi. Bioskop Rex menjadi kantor perbankan, Hotel Palace menjadi Hotel Pelangi, dan Concordia menjadi Plasa Sarinah.

Kemudian unsur ekonomi dibuktikan dengan keberadaan Javanesche Bank atau Bank Indonesia dan sebuah bank lagi yang kini menjadi kantor Bank Mandiri.

Lalu unsur hukum dibuktikan dengan keberadaan penjara di sisi timur. Jika kita mengamati, penjara di sekitar alun-alun selalu berada di sisi timurnya. Ternyata menurut Dwi, sisi timur alun-alun diyakini bermuatan negatif, sehingga kenapa penjara berada di sisi timurnya. Penjara itu kini tidak ada lagi dan berubah menjadi Alun-Alun Mall.

"Ini merupakan alun-alun Kabupaten Malang, tetapi saat ini berada di Kota Malang," imbuh Dwi.

Halaman
12
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved