Malang Raya

Dosen Unisma Ini Angkat Derajat Petani Malang Lewat Pengelolaan Pangan Berbasis Singkong

Guna meningkatkan kemampuan dan penghasilan petani dari bertanam singkong, Dosen Ekonomi Lingkungan Universitas Islam Malang, Dr Ir H Masyhuri Machfud

Penulis: Neneng Uswatun Hasanah | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Neneng Uswatun Hasanah
Dosen Unisma, Dr Ir H Masyhuri Machfudz MS menunjukkan hasil tepung singkong dan buku ajar ekonomi singkong, Kamis (6/7/2017) 

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Singkong seringkali dilupakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan menjadi komoditas superior. Padahal, mulai banyak kudapan high class yang menggunakan singkong sebagai bahan utamanya.

Guna meningkatkan kemampuan dan penghasilan petani dari bertanam singkong, Dosen Ekonomi Lingkungan Universitas Islam Malang, Dr Ir H Masyhuri Machfudz MP punya metode yang telah diterapkan secara langsung.

Masyhuri menerapkan metodenya untuk mengembangkan rekayasa sosial untuk pengelolaan pangan berbasis singkong di Desa Ngenep, Karangploso, Kabupaten Malang.

Rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat Desa Ngenep menanam singkong dengan memanfaatkan lahan yang sudah disediakan. "Kemudian mereka diminta menyetorkan hasil panen singkong untuk diolah menjadi bahan makanan berbahan utama singkong, seperti gaplek, tepung singkong, dan gatot," jelasnya pada SURYAMALANG.COM, Kamis (6/7/2017).

Lama-kelamaan, lanjutnya, masyarakat Desa Ngenep ditarget untuk menyetorkan hasil dalam bentuk produk. "Untuk menghasilkan produk, misalnya tepung singkong, masyarakat harus melakukan proses produksi yang bisa menjadi pekerjaan bagi mereka," katanya.

Hasil olahannya itu kemudian bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi. "Sekitar 20-50 persen dari penjualan singkong biasa yang bahkan hanya Rp 600 rupiah perkilo," ujar ketua LPPM Unisma itu.

Tak hanya itu, Masyhuri juga mengembangkan tepung singkong plus. Yaitu tepung singkong yang diolah dengan campuran bahan-bahan dari tanaman terlupakan. Antara lain, kenikir, junggalan, kelor, dan kemangi. "Berdasarkan penelitian dengan tim teknologi pertanian, nutrisinya lebih tinggi dibandingkan dengan tepung singkong biasa," tuturnya.

Namun sayangnya tepung singkong plus itu belum bisa dijual karena belum bisa maksimal diterima oleh pasar. "Penyebabnya adalah harga yang cukup tinggi karena diselaraskan dengan biaya produksi yang juga tinggi. Karena cukup sulit untuk mengolah tanaman rumput itu," ungkapnya.

Rencana ke depan, Masyhuri akan membangun pabrik di Desa Ngenep untuk pengolahan pangan berbasis singkong. "Kami sudah ada lahan dan gedungnya. Sejauh ini juga sudah ada sekitar 20 petani yang fokus untuk program ini," kata Masyhuri.

Output program rekayasa sosial ini, kata Masyhuri, fokus pada teknologi tepat guna untuk kasyarakat dan publikasi jurnal imiah serta buku untuk bahan ajar. 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved