Apeksi 2017
Mendagri Beber Kasus Korupsi yang Menjerat Kepala Daerah, Ternyata Ini Titik Rawan Korupsinya
Tjahjo bahkan mengaku sedih ketika berpidato saat membuka Rakernas XII itu. Ia sedih karena penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk Jatim.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan sebagian besar tindak pidana korupsi di pemerintahan daerah terjadi di perencanaan anggaran.
"98 persen tindak pidana korupsi di daerah terjadi di perencanaan anggaran saat ini. Beda dengan beberapa tahun lalu, yang kebanyakan dana hibah dan bantuan sosial," ujar Tjahjo dalam wawancara dengan SURYAMALANG.COM usai membuka acara Rakernas XII Apeksi di Kota Malang, Rabu (19/7/2017).
Karenanya ia mengingatkan kepala daerah, baik wali kota maupun bupati, untuk lebih cermat dan lebih berhati-hati.
Menurutnya, indikasi tindak pidana korupsi di perencanaan penganggaran adalah penggelembungan anggaran (mark-up), tidak fokus, juga tiba-tiba mengubah mata anggaran.
"Dan harus berbicara dengan DPRD untuk perencanaan anggaran secara cermat," tegasnya.
Tjahjo bahkan mengaku sedih ketika berpidato saat membuka Rakernas XII itu. Ia sedih karena penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk ke beberapa daerah di Jawa Timur.
"Dan semuanya dalam Tipikor perencanaan anggaran," imbuhnya. Karenanya, secara tegas ia meminta kepala daerah untuk berhati-hati dan cermat dalam menyusun anggaran, dan lebih transparan serta kapabel.
Pimpinan KPK Basaria Panjaitan yang juga berbicara di pembukaan Rakernas XII menegaskan harus ada keyakinan dari kepala daerah dalam bekerja. Menurutnya, di UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah diatur tentang pengaduan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah.
"Pengaduan ditangani awal oleh APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintahan). Di situ APIP akan mengklasifikasi apakah pelanggaran perdata atau pidana. Kalau memang ditemukan unsur pidana, tentunya diteruskan ke aparat penegak hukum apakah kejaksaan, kepolisian, atau KPK," ujar Basaria.
Jika indikasi pelanggaran merupakan perdata, maka bisa diteruskan ke kejaksaan. Tetapi jika pelanggaran bersifat administratif, tanpa ada tindak pidana atau perdata maka ditangani oleh APIP.
"Jadi semua sudah jelas dan diatur, tidak perlu khawatir terkena istilah kriminalisasi, seperti yang sekarang banyak beredar. Tentang kewenangan dan prosedur pengaduan ini yang akan disampaikan di Rakernas ini," imbuh Basaria.
"Terus terang sebenarnya lebih bagus juga melakukan pencegahan, daripada penindakan. Penindakan itu dilakukan kalau memang sangat perlu," tegasnya.