Nasional
5 Mitos Seputar Gunung Agung yang Masih Dipercaya Masyarakat, Nomor 2 Masih Misteri
Penasaran seperti apa mitos di sekitar Gunung Agung? Melansir dari berbagai sumber, berikut ini ulasannya.
SURYAMALANG.COM - Status Gunung Agung yang awalnya berlevel III (Siaga) kini menjadi level IV (Awas) sejak Senin (27/11/2017).
Kenaikan status ini diumumkan Kepala Bidang Mitigasi PVMBG I Gede Suantika.
Melansir dari Kompas.com.
“Terhitung sejak Senin, 27 November 2017 pukul 06.00 Wita, status Gunung Agung dinaikkan dari level III (Siaga) menjadi level IV (Awas),” kata Suantika.
Menurutnya, kenaikan status Gunung Agung itu setelah memperhatikan sejumlah aspek, antara lain tingkat erupsi Gunung Agung yang meningkat dari tipe freatik menjadi magmatik.
“Ciri-ciri tersebut menandakan potensi letusan besar akan segera terjadi. Karena itu statusnya dinaikkan,” ujar Suantika.
Selain menjadi objek wisata bagi para turis, Gunung Agung juga menyimpan berbagai mitos dan misteri.
Mengingat terdapat tempat suci Pura Besakih di lereng Gunung Agung.
Konon pura ini merupakan tempat diturunkannya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya yang pertama mengajarkan agama Hindu Dharma di Bali.
Penasaran seperti apa mitos di Gunung Agung?
Tribunstyle melansir dari berbagai sumber, berikut ulasannya.
1. Larangan menggunakan baju warna merah atau hijau
Seperti halnya larangan di pantai selatan, kamu juga tidak boleh memakai baju hijau saat mendaki Gunung Agung.
Warna hijau merupakan warna milik ratu pantai selatan dan tidak boleh ada seorang pun yang menyamainya.
Lalu apa hubungannya dengan Gunung Agung?
Masyarakat Bali memiliki kepercayaan yang menganggap gunung dan laut merupakan sepasang suami istri.
Untuk warna merah adalah warna kesukaan penunggu gaib Gunung Agung.
2. Misteri kera putih
Dalam ajaran Hindu, kera putih identik dengan Mitos Anoman.
Di Bali, hewan ini disebut ‘sang wenara petak’ atau bojong putih.
Kera putih dianggap sakral oleh warga sekitar.
Warga percaya kera jenis ini adalah utusan Ida Batara yang menjaga keutuhan Gunung Agung.
Ketika gunung akan meletus, biasanya monyet ini akan menampakkan diri kepada warga sekitar sebagai peringatan bahaya.
Bojong putih juga dikenal sebagai pembawa berita baik.
Biasanya muncul pada hari-hari besar, seperti dalam ritual karya pujawali di Pura Pasar Agung yang diadakan setahun sekali.
Para pendaki Gunung Agung dan pamangku ritual juga kerap melihat penampakan bojong putih ini.
Menurut Pamangku pura pasar Agung, ada tiga kera putih penghuni yang terdiri dari dua betina, dan satu jantan.
Namun, populasinya konstan dan tidak berkembang biak.
3. Pendaki harus ditemani orang suci
Mengingat Gunung Agung dianggap suci, tidak sembarang orang boleh menjelajahi gunung tersebut tanpa izin dari orang suci.
Jika melanggar, orang tersebut dipercaya akan kena malapetaka.
Orang yang dianggap suci itu adalah pendeta atau orang tertentu yang disucikan.
4. Larangan membawa daging sapi
Pemeluk agama Hindu Bali selalu menghindari untuk memakan sapi karena hewan tersebut dianggap suci dan mulia.
Menurut mereka, sapi adalah lambang kesejahteraan.
Mereka juga percaya bahwa membawa daging sapi ke Gunung Agung akan membuat penunggu gaib gunung tersebut marah besar.
Mereka juga mempercayai para dewa suka berkunjung ke Gunung Agung.
5. Makanan yang dibawa harus berjumlah genap
Angka ganjil memang kebanyakan harus dihindari.
Seperti mitos Gunung Agung yang menyarankan selalu membawa pendaki genap.
Jika ganjil, akan mati satu.
Namun, hubungan jumlah angka dan makanan masih menjadi misteri.
Mungkin saja membawa makanan ganjil akan mengundang makhluk halus atau berhubungan dengan ajaran agama Hindu.
Meskipun tidak masuk akal, mitos ini masih dipercaya beberapa masyarakat setempat.
Berita ini sudah dimuat di Tribunstyle.com dengan judul 5 Mitos Seputar Gunung Agung, Mulai Larangan Warna Baju Hingga Jumlah Makanan yang Wajib Dibawa