Sportarema
Hero Tito, Ini Kisah Terjalnya Perjuangan 'Petinju Indie' Asal Malang ke Level Dunia
Menu latihan dibuatnya berdasar pengalaman selama mengikuti latihan di luar negeri atau saat diasuh pelatih profesional
Penulis: Dyan Rekohadi | Editor: eko darmoko
Oleh Dyan Rekohadi
Istilah Indie dikenal di dunia musik. Tapi semangat indie juga bisa melekat di diri seorang atlet, termasuk atlet tinju.
Julukan Band Indie berlaku bagi musisi yang memilih memproduksi sendiri rekaman, hingga distribusi album dan manajemen shownya. Tapi jalur dan semangat Indie ini justru kerap membawa musisi Tanah Air menembus pentas dunia.
Membahas dunia oleh raga, semangat Indie ini melekat pada diri petinju profesional Indonesia asal Malang, Hero Tito. Petinju asal Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang ini mampu menembus ring tinju internasional dengan perjuangan pribadinya.
Hero adalah satu dari super sedikit petinju profesional Indonesia di Zaman Now yang terus tampil di pentas tinju internasional. Hebatnya, eksistensinya bertarung di atas ring luar negeri seringkali dijalani seorang diri.
Bila di kancah musik indie Indonesia ada nama seperti Bottlesmoker, The SIGIT, Burgerkill, Mocca yang merasakan panggung festival musik dunia tanpa dukungan Major Label, di ring tinju profesional, Hero Tito bisa jadi contoh nyata ‘petinju Indie’ Indonesia yang eksis.
Hero Tito saat ini resmi menyandang gelar juara dunia versi World Professional Boxing Federation (WPBF). Dia memegang sabuk juara dunia WPBF kelas ringan 61,2 kg sejak menjatuhkan petinju asal Thailand, Thongchai Kunram dalam Kejuaraan Tinju Dunia Sabuk Emas Xanana 2016, di Lospalos Gymnasium, Timor Leste, Minggu (27/11/2016).
Hingga kini petinju yang memulai karir tinjunya sejak masa ABG itu tetap berburu gelar juara di atas ring internasional dengan berlatih dan mencari promotor luar negeri sendiri.
Semangat Indie dari Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis kabupaten Malang
Sore itu hujan turun di kawasan rumah Hero Tito di RT 03 RW 03 Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Rumah petinju yang memiliki nama asli Heru Purwanto itu adalah rumah sederhana di perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan.
Di rumah orang tuanya itu, Hero dan keluarga tinggal bersama ibunya, Kusmiati (56) dan keluarga kakaknya
Karena kondisi hujan, Hero bergegas membawa masuk sansak yang semula digantungkan di halaman rumahnya. Ia pun terpaksa menjalani latihan ringan di dalam rumah, di ruang tamu yang ukurannya sekitar 5 X 3 meter.
Di ruang tamu itu, yang dindingnya terpajang foto-foto kenangan Hero Tito di berbagai ajang tinju, ia menjalani latihan ringan bersama kakaknya yang juga seorang petinju, Sis Morales.
“Saya latihan sekarang sering malam hari karena latihannya sama kakak, nunggu kakak pulang kerja. Kalau lari, biasanya saya lari sampai ke Coban Jahe pulang-pergi,” ungkap Hero Tito.

Petinju yang juga bapak dua anak, Tasya Andinka Az Zahra (9) dan Tito Al Ghazali (2) itu, merangkai sendiri porsi latihannya untuk menghadapi sebuah pertarungan. Menu latihan dibuatnya berdasar pengalaman selama mengikuti latihan di luar negeri atau saat diasuh pelatih profesional seperti Craig Christian dari Australia.
“Waktu saya ikut latihan, seperti saat di Australia, saya serap ilmunya, termasuk mengatur menu makanan atau gizinya, itu yang kini saya terapkan,” papar petinju kelahiran 27 September 1986 itu.
Biasanya, beberapa bulan sebulan pertandingan sang istri sudah menyiapkan menu khusus.
“Bubur jagung di pagi hari, Ikan tuna, salmon dan daging, kentang rebus, jus buah bergantian, belanjanya ke pasar Madyopura atau ke Tumpang,” ujar Didin Nurul Wijayanti, istri Hero Tito.
Hero Tito memang seringkali mengatur sendiri jadwal latihan, menata menu latihan, menu gizi, hingga jadwal keberangkatan dan pulang ke luar negeri. Dari sinilah semangat Indie Hero Tito begitu terasa.
Untuk menjaga eksistensi di ring tinju profesional, Hero berusaha sendiri mencari agenda pertarungan luar negeri. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan dia tidak segan-segan menyapa dan membuka komunikasi dengan promotor luar negeri meski belum dikenalnya.
“Saya pede aja, yang penting saya tahu maksud komunikasinya dengan bahasa Inggris. Saya mengandalkan nama saya di pentas tinju internasional. Semua orang bisa melihat jejak prestasi saya di internet,” ujar Hero.
Ia memanfaatkan komunikasi melalui email atau aplikasi komunikasi seperti BBM maupun WhatasApp untuk berkomunikasi dengan promotor di luar negeri.
Bila sudah mendapat kesepakatan kontrak pertandingan di luar, Hero biasanya langsung menjalani persiapan mandiri. Ia juga tak segan mengerjakan proses mendapatkan tiket penerbangan dan visa sendiri.
Bahkan berangkat ke luar negeri seorang diri untuk bertanding tanpa pendamping bukan hal baru bagi Hero.
SURYAMALANG.COM pernah mendapati Hero Tito berangkat ke Korea Selatan seorang diri saat akan bertarung melawan petinju Doong Hoon Yook di Busan, tahun lalu.

Saat itu sama sekali tak ada kesan istimewa, Hero Tito percaya diri berangkat seorang diri dari rumahnya di Kabupaten Malang untuk menjalani pertarungan internasional. Dengan menenteng perlengkapannya dalam satu koper besar, ia berangkat diantar kakaknya hanya dengan berboncengan motor.
Semangat indie dan kemandirian Hero Tito tidak hanya sebatas itu. Meski menjalani pertarungan internasional seorang diri di luar negeri, ia juga selalu berusaha menyampaikan kabar secepatnya ke awak media melalui aplikasi percakapan.
Ia tidak segan-segan meminta seseorang untuk memotretnya saat bertanding melalui ponselnya. Foto itu lalu ia kirimkan sekaligus memberi kabar hasil yang didapatnya di pertarungan itu.
“Saya tidak mau menyerah, meski semua harus saya jalani sendiri. Motivasi saya hanya satu, menjadi juara dunia,” tegas Hero Tito.

Jalan Terjal Meraih Dukungan
Motivasi memburu gelar juara dunia dari badan tinju bergengsi tetap menancap di hati Hero Tito. Tapi tekadnya itu harus dijalani melalui jalan terjal.
Mulai bertinju di usia 12 tahun karena pengaruh ayah dan kakaknya, Hero Tito muda mengawali prestasi di tinju amatir di ajang Kejurda. Medali emas di kelas Layang Ringan 45 Kg kala itu jadi salah satu kebangaannya.
Karir tinju amatir Hero Tito selanjutnya banyak dilalui di Kalimantan sebelum akhirnya pulang ke Malang dan memilih menempuh jalur profesional.
Memilih profesi sebagai petinju profesional karena faktor ekonomi, ternyata belum bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Hero sempat menjadi tukang parkir, satpam, jadi pelatih tinju personal, hingga dibantu menjadi staf honorer di antara statusnya sebagai petinju.
Ring tinju profesional terakhir yang ia hadapi tahun lalu, yakni pertarungan melawan Doong Hoon Yook di Busan Korsel, Sabtu (27/2/2016). Kejuaraan tinju versi WBA Oceania ad Interim melawan petinju tuan rumah, Will Tomlinson di Melbourne Australia, Selasa (20/5/2016). Serta Kejuaraan Tinju Dunia yang berlangsung di Lospalos Timor Leste, 27 November 2016.
Di tengah perjuangannya sebagai petinju Indie untuk menembus gelar juara dunia bergengsi, Hero Tito justru pernah terpuruk karena sikap sebuah perusahaan travel. Bukannya mendukung dan membantunya Go International, perusahaan travel ternama itu justru membuat Hero kehilangan kepercayaan dunia.
Saat itu, di tahun 2015, Hero mendapat kepercayaan dari promotor di Australia. Ia mempercayakan pengurusan tiket dan visa ke Australia pada perusahaan travel.
Tapi ketika pada saat waktunya berangkat, ternyata pengurusan Visa yang dijanjikan belum dikerjakan. Hero pun gagal terbang ke Australia karena hal sepele.
“Kerugian terbesar saya bukan hanya soal materi. Tapi kerugian paling besar adalah hilangnya kepercayaan promotor luar negeri. Saya harus mulai dari nol lagi,” sesalnya.
Kondisi sulit juga harus dihadapi Hero Tito tahun ini. Praktis sepanjang tahun ini ia tidak naik ring internasional.
Beberapa agenda pertarungan internasional sebenarnya sudah ia kantongi, termasuk agenda pertarungan di Kazakhstan yang sebenarnya dijadwalkan pada 30 Desember 2017. Tapi beberapa jadwal itu harus dibatalkan karena berbagai pertimbangan.
Di tengah kondisi sulit ini Hero kini tengah berupaya untuk bisa menjalani karir di Amerika Serikat. Bertinju di Amerika juga menjadi impiannya selama ini.
“Di Amerika tinju masih banyak peminatnya, bisa jadi jalan mengingat kelas ringan seperti saya sedikit pesaingnya,” paparnya.
Hero berpeluang ke Amerika setelah mendapat undangan dari salah satu sasana di negeri Paman Sam itu. Tapi proses untuk berangkat ke Amerika tidaklah mudah.
“Masih sulit mas, gak tahu kurang apalagi ini administrasinya, ini saya ke Jakarta (Kedutaan AS) lagi untuk menanyakan visa, mohon doanya biar segera tuntas,” ujarnya, Sabtu (30/12/2017).

Perlu Dukungan Pemerintah dan Sponsor
Ibarat band atau penyanyi indie yang disokong indie label, Hero Tito juga masih mendapat dukungan dari sasana tinju atau Boxing Camp D’Kross. Sasana D’Kross di kota Malang merupakan sasana yang menaungi Hero Tito sejauh ini.
Bila kembali diibaratkan dengan dunia musik, sasana D’Kross ini ibarat sebuah label indie, bukan label major atau perusahaan rekaman bermodal besar.
Owner D’Kross Ade Herawanto beberapa kali menjadi promotor bagi Hero Tito di ring tinju nasional dan mendukung ke kancah internasional. Tapi sekali lagi, dalam hal ini Ade bukanlah promotor besar yang bisa terus mendukung Hero Tito meraih ambisi gelar juara dunia bergengsi.
Ade berharap setelah upayanya mengantar Hero Tito merah gelar juara dunia WPBF, nantinya akan ada promotor lain yang bisa menggantikannya membantu membukakan jalan bagi Hero ke gelar juara dunia yang lebih bergengsi.
Wakil Ketua Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI) Malang Raya, Eka Nurcahyo menilai, Hero memiliki potensi untuk bisa meraih prestasi yang lebih baik di pentas tinju dunia.
“Buktinya, pencari bakat dari Amerika, Top Rank, minta Heru berlatih di sana 3 bulan, dan tiap bulan ada sparing. Hanya saja, hingga kini dia belum bisa ke AS,” ungkap Eka, Sabtu (30/12/2017).
Eka yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Pertina Kota Malang itu justru prihatin dengan pemerintah yang kurang perhatian kepada petinju berprestasi. Dukungan pengusaha sebagai sponsor juga nihil.
“Lesunya laga dalam negeri membuat tinju profesional seolah mati suri. Semangat promotor dalam negeri untuk gelar pertandingan bagi para petinju profesional juga minim sekali. Hal ini membuat petinju prof sulit berkembang,” ujar pria yang pernah mendampingi Hero Tito bertanding ke luar negeri itu.
Tanpa panggung, seorang penyanyi atau kelompok musik akan kesulitan menunjukkan kelebihan dan keunikan musiknya. Demikian juga di olah raga tinju nasional, Hero Tito yang gigih mengejar mimpi juara dunia patut diberi dukungan segenap unsur bangsa.
Pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan pengusaha harusnya bisa memberikan arena untuk melahirkan the next Ellyas Pical dan Chris John sebagai juara dunia tinju pengharum nama bangsa Indonesia.