Universitas Muhammadiyah Malang

Jika Inovatif, Mahasiswa Bisa Kaya Sebelum Lulus

#MALANG - Dengan inovasi yang nanti dicatatkan di hak atas kekayaan intelektual, maka mahasiswa sebelum lulus bisa kaya.

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: yuli
umm
Tim mahasiswa UMM dari Teknik Industri yang menciptakan alat pendeteksi uang. 

SURYAMALANG.COM, DAU - Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Fauzan MPd, ingin karya inovasi mahasiswa bisa bermanfaat pada masyarakat.

Ia mencontohkan pada inovasi kelompok mahasiswa Teknik Industri yang menciptakan alat pendeteksi uang palsu.

Latar belakangnya adalah pemijat tuna netra yang tidak tahu diberi uang berapa oleh konsumennya. "Sehingga saya minta tak sekedar hanya untuk tunanetra, namun juga masyarakat umum," jelas Fauzan beberapa waktu lalu.

Dengan inovasi yang nanti dicatatkan di hak atas kekayaan intelektual, maka mahasiswa sebelum lulus bisa kaya.

"Misalkan dengan mengundang investor/industri untuk diajak memproduksi paten mahasiswa," jelas Fauzan. Menurut rektor, inovasi mahasiswa harus difasilitasi.

Namun kualitasnya harus teruji. Begitu juga sisi kepemilikannya agar ada kepastian hukum. "Jadi harus diurus dulu hakinya," kata dia. Setelah beres, baru dilempar ke investor. Sehingga mahasiswa dapat royalti dari produknya. "Kalau dari mahasiswa memang masih belum ada. Kalau dosen sudah lewat hilirasi produk," jelasnya.

Salah satu karya mahasiswa yang didorong untuk haki adalah kasentra, kacamata sensor tuna netra. Alat ini dikerjakan tim mahasiswa UMM, yaitu Yoga Adi Wijaya, Bagus Arif Dwi Winarko, Noor Muhamad Sukri F, Candra Putra Pamungkas dan Laros Safitri Larasati.

"Alatnya sedang kami kembangkan lagi. Terutama perbaikan sensitifitas sensornya dan perbaikan indikator buat orang normal," jelas Adi kepada suryamalang.com, Jumat (9/3/2018) ditemui di kampusnya. Sehingga ke depannya bisa mendeteksi uang palsu atau tidak.

"Awal bikinnya ya untuk tugas kuliah Perencanaan Pengembangan Produk dan dipamerkan," papar Adi. Mereka membuat protipe. Ternyata alat itu menarik perhatian pihak universitas. Sehingga didorong untuk diurus haki. "Biar final dulu baru alatnya. Sekarang baru 80 persen. Dari kajur sudah mendorong untuk haki," katanya.

Menurut Bagus, kendala di sensor adalah agak sulit di input dan output. Sehingga harus bekerjasama dengan mahasiswa Teknik Elektro untuk programnya. "Jika sudah jadi, harga alatnya lebih terjangkau," kata Bagus. Pada alat awal sebelum dikembangkan, ada indikator warna. Ketika uang menempel di sensor, maka indikator warna akan muncul.

Indikator warna mulai nominal Rp 10
000 sampai Rp 100.000. Hasilnya akan muncul di headset. Namun di prototipe yang dikembangkan, angka muncul di LED, lampu sensor warna muncul dan output suara.

Contoh sensor belum sensitif ketika ada cahaya, maka nominal uang yang muncul bisa beda. Begitu juga ketika ada orang lewat, sensor terganggu. Sehingga harus mulai lagi. Mereka senang perhatian kampus akan inovasi mahasiswa. Sylvianita Widyawati

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved