Nasional

Hari Pendidikan Nasional 2018 - Mengulas Kurikulum Pendidikan Versi Ki Hadjar Dewantara

Pendidikan karakter adalah inti dari pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara ada 4 tingkatan untuk pendidikan karakter.

tribunkaltim.co/arif zulkifli
Ilustrasi. Hari Pendidikan Nasional 

SURYAMALANG.COM - Hardiknas atau Hari Pendidikan Nasional diperingati tiap 2 Mei.

Nama Ki Hadjar Dewantara menjadi tokoh utama dalam tiap peringatan Hardiknas di Indonesia.

Bagi anak muda zaman sekarang, Hardiknas atau Hari Pendidikan Nasional termasuk nama Ki Hadjar Dewantara mungkin tidak begitu dikenal.

Di dalam sistem pendidikan, tentunya tak lepas dari aspek yang disebut kurikulum pendidikan.

Karena melalui kurikulum pendidikan, terangkum apa saja yang harus dikuasai oleh para siswa.

Disamping kurikulum pendidikan Indonesia yang terus disempurnakan, mari sejenak kita tengok kurikulum pendidikan versi Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.

Ruh pendidikan

Karakter, Ki Hadjar menyebutnya sebagai budi pekerti, merupakan inti dari pendidikan, bahkan ada yang menyebutnya sebagai ruh pendidikan.

Bagi Ki Hadjar, pendidikan harus mampu menuntun tumbuhnya karakter dalam hidup Sang Anak (anak didik) supaya mereka kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan susila.

Kecerdasan memang diperlukan oleh anak didik, tetapi karakter lebih diperlukan.

Kecerdasan tanpa diimbangi karakter justru akan membuatnya terjerumus.

Dalam proses pengembangan kurikulum, maka harus ada pendidikan karakter.

Permasalahannya, apakah pendidikan karakter harus menjadi mata pelajaran? Dalam hal ini Ki Hadjar bersikap bijak dengan menyatakan pendidikan karakter itu wajib diberikan kepada anak meskipun tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri.

Ini berarti pendidikan karakter bisa menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi bisa juga masuk pada mata pelajaran lain.

Bagaimana cara menyampaikan pendidikan karakter? Menurut Ki Hadjar ada empat tingkatan, yakni syari’at, hakikat, tarikat, dan makrifat.

Tingkat syari’at cocok diberikan kepada anak yang sangat muda, dalam hal ini anak TK.

Metodenya dengan membiasakan berperilaku baik menurut masyarakat umum, misalnya mengucapkan salam ketika bertemu teman, memberikan hormat ketika bertemu guru, dan mencium tangan ketika berhadapan dengan orangtua.

Tingkat hakikat, cocok diberikan kepada murid SD.

Anak dibiasakan berperilaku baik menurut masyarakat umum, dalam waktu bersamaan diberikan penjelasan mengapa harus berbuat demikian.

Contohnya, di samping dibiasakan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, mereka juga diberi pengertian tentang pentingnya mengucap salam itu; misalnya dapat menimbulkan ikatan hati dan keakraban lahir-batin antarteman.

Tingkat tarikat, cocok diberikan kepada siswa SMP.

Siswa dibiasakan berperilaku baik, diberi pengertian pentingnya hal itu dilakukan; disertai juga dengan aktivitas pendukung yang cocok.

Misalnya bagaimana anak-anak tersebut berkesenian, berolah puisi, berolahraga, dan bersastraria sambil berolah budi.

Contohnya adalah anak-anak SMP dilatih menari ”halus” sambil dijelaskan makna gerakan yang ada di dalamnya untuk menanamkan karakter.

Tingkat makrifat, cocok diberikan kepada siswa SMA.

Anak disentuh pemahaman dan kesadarannya sehingga berperilaku baik bukan sekadar kebiasaan, melainkan kesadaran di lubuk hatinya untuk melakukan hal tersebut.

Sang anak mengerti maksud berperilaku baik; dan perilakunya tersebut dijalankan berdasarkan kesadaran diri.

Semua guru

Apakah pendidikan karakter hanya diberikan oleh guru Agama dan guru PKn? Tidak! Di majalah Poesara edisi Februari 1954, Ki Hadjar menyatakan, pendidikan karakter wajib disampaikan kepada siswa oleh semua guru.

”Pengajaran budi pekerti sebaiknya diberikan secara spontan oleh sekalian pamong, setiap ada kesempatan dan tidak harus menurut daftar pelajaran. Pendidikan budi pekerti harus diberikan oleh tiap-tiap pamong, baik mengajarkan bahasa, sejarah, kebudayaan maupun ilmu alam, ilmu pasti, menggambar, dan sebagainya,” tulisnya.

Jelas sekali bahwa pendidikan karakter itu harus disampaikan oleh semua guru di sekolah, baik itu TK, SD, SMP hingga SMA.

Konsep pendidikan karakter Ki Hadjar tersebut sesungguhnya memberi arahan yang jelas dalam pengembangan kurikulum pendidikan kita baik secara substansif, metodologis, maupun teknis pelaksanaan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kurikulum versi Ki Hadjar"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved