Madiun

Pembagian Rp 905 Juta untuk Karyawan RSUD Caruban Jadi Masalah

Ada kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien BPJS di rumah sakit milik Pemkab Madiun sebesar Rp 905.534.481.

Penulis: Rahadian Bagus | Editor: yuli
rahadian bagus priambodo
Dirut RSUD Caruban, Djoko Santoso. 

SURYAMALANG.COM, MADIUN - Pemerintah Kabupaten Madiun baru saja mendapatkan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk kelima kalinya. Meski demikian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Timur menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan dalam pengelolaan keuangan negara.

BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Caruban, Kabupaten Madiun tahun anggaran 2017 sebesar Rp 905.534.481. Uang jasa pelayanan pasien BPJS di RSUD Caruban, yang telah dibagi-bagikan sekitar 500 karyawan itu telah menjadi temuan BPK.

Hal itu dipertanyakan Ketua Fraksi Karya Pembangunan Sejahtera DPRD Kabupaten Madiun, Mashudi, pada saat rapat paripurna pemandan fraksi terhadap nota keuangan Bupati Madiun, Jumat ( 29/6/2018).

"BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien BPJS di RSUD Caruban tahun anggaran 2017. Apakah dalam penentuan besarnya jasa pelayanan itu tidak ada payung hukumnya sehingga menjadi temuan BPK," kata Mashudi, saat dikonfirmasi usai rapat paripurna.

Mashudi menuturkan, sesuai laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Jawa Timur, ditemukan adanya kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien BPJS di rumah sakit milik Pemkab Madiun sebesar Rp 905.534.481. Atas temuan itu, BPK merekomendasikan manajemen RSUD Caruban agar mengembalikan kelebihan pembayaran itu ke kas daerah.

Politisi Golkar ini menuturkan, fraksinya tertarik mengangkat persoalan ini lantaran kasus ini terjadi karena kesalahan manajemen rumah sakit. Akibatnya, seluruh karyawan harus mengembalikan uang jasa layanan yang sudah dibagikan ke kas daerah.

"Itu menjadi tanggung jawab manajemen. Sedang yang menjadi korban anak buah, karena harus mengembalikan lagi," kata Mashudi.

Sementara itu, Direktur Utama RSUD Caruban, Djoko Santoso saat dikonfirmasi, Jumat ( 29/6/2018) membantah jika temuan BPK itu terkait dengan jasa pelayanan pasien BPJS. Djoko mengatakan, temuan itu terkait hasil laba farmasi yang dibagi-bagikan bagi seluruh karyawan di RSUD Caruban Madiun.

"Masalah pembagian jasa pelayanan BPJS tidak ada masalah apa-apa. Mungkin, persepsi mereka kami semua hanya melayani pasien BPJS. Padahal uang itu sama sekali tidak dari BPJS. Uang itu dari laba farmasi yang uang modalnya dari rumah sakit," kata Djoko.

Djoko mengatakan, terkait temuan BPK terhadap kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien, pihak manajemen rumah sakit masih memiliki waktu 60 hari untuk mengargumentasikan terkait pembagian laba farmasi.

Dia juga akan mengkomunikasikan dengan pihak narasumber pada saat bimbingan teknis, terkait payung hukum yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil laba farmasi dan kemudian dibagi-bagi kepada karyawan.

Ia mengatakan, narasumber dalam Bimtek yang diikuti persatuan rumah sakit daerah seluruh Indonesia dan asosiasi rumah sakit daerah seluruh Indonesia, menyebut bahwa jasa pelayanan dapat diambill dari laba farmasi.

Laba farmasi yang dibagi-bagikan kepada karyawan itulah yang menurutnya kini dipersoalkan BPK. Dia menuturkan, menurut BPK, pelayanan BPJS itu sudah menjadi sepaket, yakni jasa dan obatnya. Dengan demikian, laba farmasi tidak diperbolehkan lagi diambil.

Terhadap temuan dari BPK, pihak management RSUD Caruban akan mematuhi aturan dan akan dikembalikan ke kas daerah. Pihak manajemen akan mengembalikan uang dengan cara memotong jasa pelayanan pasien yang akan diterima karyawan.

Namun, pihaknya akan mengkomunikasikan terlebih dahulu kepada seluruh karyawan, sebelum memotong uang jasa pelayanan pasien berikutnya. "Kami jelaskan dulu kepada karyawan agar semuanya bisa menerima. Baru dilakukan pemotongan," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved