Malang Raya

Pasien Keluhkan Pemeriksaan Kesehatan di RS Saiful Anwar Kota Malang

Netizen bernama Eka Fatmawati Mudlor mengeluhkan layanan di RS Saiful Anwar Kota Malang melalui akun Facebooknya, Rabu (4/7/2018).

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: yuli
Facebook/Eka Fatmawati Mudlor
Eka Fatmawati Mudlor, warga Kelurahan Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, mengeluhkan layanan di RS Saiful Anwar Kota Malang melalui akun Facebooknya, Rabu (4/7/2018) dini hari. 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Netizen bernama Eka Fatmawati Mudlor mengeluhkan layanan di RS Saiful Anwar Kota Malang melalui akun Facebooknya, Rabu (4/7/2018) dini hari.

Warga Kelurahan Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang itu merasa mendapatkan ketidakadilan dari RSSA, dan tidak ada solusi atas persoalan itu.

Berikut keluhan utuh Eka di Facebooknya: 

"Yth. Direktur RS. Syaiful Anwar
Kota Malang.

Kami ingin bertanya dok....
* Mengapa hrs ada "KEBIJAKAN" bhw ; "RS. Syaiful Anwar sdh tdk melayani Pemeriksaan Kshtn Jasmani & Rohani utk Non Caleg"
*Lalu hak kami sbg pasien non Caleg bgmna ??
Padahal kami sdh mendaftar, sdh membayar bahkan kami sdh masuk dalam daftar antrian..
Kebijakan RS. Syaiful Anwar sungguh sangat diskriminatif & tidak mecerminkan RS dg Pelayanan maksimal kpd masyarakat.

Sungguh sangat disayangkan statement dari salah 1 Penanggungjwb Poli yg mnyatakan bhw "RS. Syaiful Anwar sdh ada kontrak dg KPU sbnyk 700 Caleg yg hrs di layani dg quota 40 org per hari"..
Sdgkan hari ini, kami sdh masuk dlm antrian quota hari berikutnya. Tp begitu petugas tahu bahwa kami bukan Caleg, langsung kami ditolak..
Muncul pertanyaan,
*Apakah dg kontrak tsb lantas hrs dg mngabaikan & mngorbankan hak2 & kepentingan pasien yg lain ??
Luar biasa nggak LUCU... !!!."

SURYAMALANG.COM menghubungi Eka untuk menanyakan keluhan itu.

Ia membenarkan keluhan tersebut. Apa yang dia tulis terjadi pada dirinya, dan seorang temannya.

"Benar, saya menulis itu. Peristiwa itu terjadi pada sama dan seorang teman, kemarin Selasa 3 Juli 2018," ujar Eka kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (4/7/2018).

Kisah Eka bermula ketika dirinya mendatangi RSSA, Selasa (3/7/2018).

Eka bersama seorang temannya hendak meminta pemeriksaan tes rohani (psikologi) untuk keperluan mendaftar ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Untuk pendaftaran itu, mereka harus menyertakan beberapa syarat, di antaranya, surat keterangan lolos tes kesehatan jasmani, rohani, dan bebas narkoba.

Eka mengikut tes kesehatan jasmani di RSUD Kepanjen, sedangkan bebas narkoba di BNN Malang.

"Barulah untuk tes kesehatan rohani, saya mengambil di RSSA karena di Kepanjen tidak ada. Untuk syarat ini kan rumah sakit yang ditunjuk itu rumah sakit milik pemerintah, atau BNN untuk tes narkobanya," terang Eka.

Ia bersama rekannya mendaftar di bagian pendaftaran seperti pasien lain. Sekitar pukul 09.30 Wib, keduanya antre di ruang general check up (GCU).

Dia mengatakan kalau akan mengikuti tes kesehatan kejiwaan saja.

Saat itulah, petugas di poli tersebut menolaknya.

"Alasannya karena layanan tes kesehatan hanya untuk caleg, jadi yang non caleg tidak melayani," tegasnya.

Dari situlah, Eka mulai berdebat.

Dia meminta bertemu dengan penanggungjawab poli.

Eka mendapat penjelasan jika kemampuan tes kesehatan kejiwaan di RSSA mencapai 40 orang per hari.

"Dan itu hanya untuk para Caleg saja," kata Eka menirukan penjelasan petugas setempat.

Petugas juga menyebut, RSSA telah bekerjasama dengan KPU untuk pemeriksaan kesehatan para calon legislator yang akan mendaftar ke KPU pada 4 Juli hingga 17 Juli 2018.

Tidak puas dengan penjelasan dari POli GCU, Eka dan temannya meminta penjelasan ke Poli Jiwa.

"Terus bagaimana dengan rakyat biasa? Karena kan yang meminta tes kesehatan bukan hanya Caleg saja. Bagaimana kalau ada yang meminta tes kesehatan untuk kebutuhan pekerjaan misalnya, apakah juga akan diabaikan. Padahal seperti kebutuhan saya, batas akhir pendaftaran itu 4 Juli atau hari ini. Dengan masa perbaikan berkas sampai 6 Juli. Saya sudah mendaftar ke Bawaslu pada 2 Juli lalu, dan hanya kurang berkas tes kesehatan rohani ini saja," tegasnya.

Dia mempertanyakan kebijakan kuota 40 orang per hari.

Menurutnya, pihak RSSA bisa membagi kuota itu, misalnya, 30 untuk para Caleg dan 10 untuk non Caleg. Atau, kata Eka, pihak RSSA menambah petugas pemeriksa kesehatan kejiwaan.

"Jangan sampai ada diskriminasi," tegasnya.

Karena tidak ada solusi dari pihak RSSA, Eka dan temannya terpaksa akan mengikuti tes kesehatan kejiwaan di RS Angkatan Laut Surabaya, Kamis (5/7/2018).

"Terpaksa besok pagi-pagi sekali, saya sama teman ini mau ikut pemeriksaan di RSAL saja," pungkasnya. 

Bagaimana tanggapan pihak rumah sakit dan KPU?

Ikuti updatenya di SURYAMALANG.COM atau LIKE Facebook SURYA AREMA.

Baca: Tanggapan Humas RS Saiful Anwar untuk Keluhan Pemeriksaan Kesehatan

Baca: KPU Kota Malang Sebut Tidak Ada Kerjasama dengan Rumah Sakit untuk Tes Kesehatan Bacaleg

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved