Kedatangan Presiden Soeharto Disambut Demonstrasi Anarkis, Tapi Terselamatkan Berkat Wartawan
Presiden Soeharto memiliki kisah unik selama menjalani lawatannya ke berbagai negara asing.
SURYAMALANG.com - Presiden Soeharto memiliki kisah unik selama menjalani lawatannya ke berbagai negara asing.
Salah satu kisah yang menarik perhatian banyak orang adalah saat Soeharto berkunjung ke Jerman.
Saat itu kedatangan kunjungan Soeharto disambut sebuah demonstrasi, yang kemudian menjadi bagian dari kisah Pak Harto, The Untold Stories.
Adalah Sjafrie Sjamsoeddin, mantan pengawal Soeharto yang mengungkap hal itu di buku "Pak Harto, The Untold Stories".
Baca: Maia Estianty dan Irwan Mussry Terciduk Sama-sama Liburan ke Jepang, ini Buktinya!
Baca: Curhat Pengasuh Anak-anak Olla Romlan Jadi Sorotan, Perlakuan Bosnya Terbongkar
Sjafrie mengatakan, kunjungan itu terjadi pada tahun 1995 silam. Tepatnya, pada tanggal 1 April 1995.
Saat itu, Soeharto berniat menghadiri Hannover Fair. Hannover Fair adalah sebuah pameran dagang akbar yang diikuti sekitar 60 negara di dunia.
"Ternyata ada yang tidak menyukai tampilnya Pak Harto di panggung para pemimpin dunia di saat itu,"kata Sjafrie.
Alasan Sjafrie, saat itu sejumlah orang menggelar demonstrasi di Jerman.
Mereka mengangkat beberapa isu yang sedang hangat di Indonesia.
Baca: Pandangan Velove Vexia Tentang Arti Kata Cantik, Bukan Cuma Secara Fisik
Baca: The Sacred Riana Bikin Takut Juri Americas Got Talent 2018 Lagi, Simon Cowell Sampai Ingin Berhenti
Sjafrie melanjutkan, dia sebenarnya sudah melihat adanya gejala gangguan pada kunjungan Soeharto sejak mereka di Hannover.
Menurutnya, hal itu sebagai dampak dari adanya beberapa orang Timor Timur yang melompati pagar Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.
"Rupanya mereka lantas berkeliling ke sejumlah negara di Eropa,"ujar Sjafrie.
Meski demikian, mereka tidak mendapatkan peluang.
Karena pengamanan di Jerman terbilang ketat.
Baca: Ayu Ting Ting dan Bilqis Pakai Baju Kembar, Mirip Kakak Beradik, Coba Perhatikan Rambutnya
Baca: Warga Unengan, Mojokerto Tangkap Ular Piton Sepanjang 5 Meter
Namun, keesokan harinya Sjafrie melaporkan ke Soeharto terkait indikasi adanya sejumlah LSM internasional yang akan menggelar demonstasi.
"Saya melihat Pak Harto menyimak, tetapi tidak begitu menaruh perhatian secara fisik. Itu menunjukkan bahwa beliau tahu, tetapi tidak mau pikirannya terganggu,"lanjut Sjafrie.
Yang dikhawatirkan pun akhirnya terjadi. Saat itu, Soeharto beserta rombongannya harus berjalan sejauh 75 meter menuju tangga gedung Museum Wright.
Ketika itu, rombongan tersebut melihat adanya sejumlah orang yang berkerumun. Mereka seakan tahu ada seorang kepala negara yang akan datang.
Awalnya, Sjafrie menganggap hal itu lazim. Namun, saat baru sepertiga jarak dilalui, mendadak orang-orang tersebut membuka baju mereka sehingga, terlihat kaus-kaus mereka, dan bertuliskan "Fretilin".
"Ternyata mereka adalah demonstran yang menyamar sebagai kerumunan,"ungkap Sjafrie.
Mereka selanjutnya bertindak mulai anarkis. Tak hanya mengacungkan poster, mereka juga mulai ada yang melempar telur, kertas, hingga mengibarkan bendera Fretilin.
"Pak, ini ada yang mengganggu,"kata Sjafrie.
Namun, Soeharto meresponnya tenang.
"Jalan saja terus,"kata Sjafrie sambil menirukan ucapan Soeharto.
Sudah siapkan pistol
Saat didemo para demonstran, Soeharto rupanya hanya dikawal oleh tiga pengawal resmi.
Sjafrie sendiri mengaku sudah bersiap mengambil tindakan taktis.
"Kalau tangan saya sampai mereka sentuh, senjata saya harus digunakan,"kata Sjafrie.
Oleh karena itu, tangan kiri Sjafrie pun berusaha memberi batas.
Sedangkan, tangan kanannya sudah berada di sarung pistol.
Beruntung, saat itu dia mendapatkan bantuan dari para wartawan Indonesia yang meliput agenda Soeharto.
"Mereka ikut jadi bumper dan pembuka jalan sehingga lemparan benda-benda itu tidak sampai menjangkau Presiden, dan Ibu Negara yang hanya kami lindungi dengan payung beserta rombongannya," tandas Sjafrie.
Dalam buku itu, juga dikisahkan bukan kali ini saja Presiden Soeharto dalam bahaya di luar negeri.
Saat Soeharto melakukan kunjungan ke Sarajevo, Bosnia bahaya itu juga nyaris saja terjadi.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1995. Saat itu Sarajevo, Bosnia tengah berkecamuk.
Kunjungan ke Sarajevo itu dilakukan Soeharto usai mengunjungi Kroasia.
Pasukan PBB juga diterjunkan ke negara itu untuk menjaga keamanan di sana.
Detik-detik kedatangan Sang Presiden itu bahkan menjadi salah satu tulisan dalam buku Pak Harto, The Untold Stories.
Dilansir SURYA Malang dari artikel Tribun Jatim berjudul Kunjungi Bosnia, Pesawat Soeharto Diincar Sniper, Pengawal Ungkap Cara Sang Presiden Menghadapinya pada Senin 23 Juli 2018, buku Pak Harto, The Untold Stories itu dikisahkan oleh Mantan Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Sjafrie Sjamsoeddin.
Sjafrie Sjamsoeddin menceritakan bagaimana detik-detik Soeharto bisa berada di sana?
Sjafrie menuliskan dirinya baru saja mendapat kabar ada pesawat yang ditembaki di sekitar tempat itu sesaat sebelum rombongan Soeharto mendarat.
Pesawat yang ditembaki itu mengangkut utusan khusus PBB, Yasushi Akashi saat hendak ke Bosnia, tapi insiden itu tidak memakan korban.
Meski demikian, penerbangan tetap terus dilakukan.
Dia juga mencatat Soeharto sama sekali tidak mengenakan rompi pengaman, dan helm dalam penerbangan dari Zagreb-Sarajevo padahal semua penumpang pesawat sudah mengenakannya.
Mungkin Soeharto juga menyadari hal itu. Soeharto tiba-tiba saja menanyakan sebuah hal kepada Sjafrie: "Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru, belum?"
Sjafrie kemudian menjawab, semua bagian sudah ditutup dengan bulletproof, termasuk bagian samping.
Melihat Soeharto masih tak mengenakan helm dan rompi pengaman, Sjafrie terus memutar otak.
Akhirnya, Sjafrie duduk di kursi yang terletak di depan Soeharto, sambil memegang rompi dan helm.
Sjafrie melakukan hal itu agar Soeharto meminta kedua benda itu dan bersedia mengenakannya namun harapannya pupus.
"Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini ya! Nanti helmnya masukkan ke (museum) Purna Bhakti," ucap Soeharto saat itu.
Tidak hanya itu, Soeharto juga meminta agar Sjafrie saja yang memegang rompi itu.
"Eh, Sjafrie.Itu, rompi itu cangking (bawa) saja. Kamu cangking saja," ujar Soeharto.
Mendapatkan permintaan dari Soeharto seperti itu Sjafrie pasrah dan menaatinya.
Melewati Sniper Valley
Menjelang pesawat mereka mendarat di Sarajevo, Sjafrie menyaksikan pemandangan dari jendela pesawatnya.
Pemandangan itu berupa adanya senjata laras panjang berpeluru kaliber 12,7 mm.
Menurut Sjafrie, senjata semacam itu biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang.
Senjata tersebut terus berputar mengikuti pesawat yang ditumpanginya bersama Soeharto.
Meski demikian, Sjafrie baru memberitahukan hal itu enam jam kemudian.
Jafrie menyebut kawasan itu memang didiami banyak sniper, sebab wilayah itu dimiliki oleh kedua belah pihak yang sedang berkonflik.
Meski demikian, saat turun dari pesawat tersebut Soeharto tetap tenang. Sikap tenang Soeharto itu juga menular kepada orang sekitarnya.
"Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah?" tulis Sjafrie.
Selanjutnya, Soeharto dijemput pasukan PBB yang sudah menyiapkan VAB, Panser buatan Prancis.
Begitu kendaraan itu berjalan, Soeharto pun menanyakan sesuatu. "Sekarang ini kita berada di mana?" tanya Soeharto ke Atase Pertahanan.
Pihak Atase Pertahanan kemudian menjawab mereka sedang berada di Sniper Valley. (*)