Jember

MUI Jember Sarankan Sosialisasi Imunisasi Libatkan Kiai

Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember menyarankan pemerintah menggandeng tokoh agama, pondok pesantren, ulama

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: yuli
sri wahyunik
Diskusi perihal imunisasi difteri bersama wartawan, Unicef Indonesia Kantor Perwakilan Surabaya, dan Universitas Airlangga di Jember, Selasa (25/9/2018). 

SURYAMALANG.COM, JEMBER - Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember menyarankan pemerintah menggandeng tokoh agama, pondok pesantren, ulama, NU atau Muhammadiyah dalam menyosialisasikan imunisasi. Terutama jika itu terjadi di wilayah Tapal Kuda Jawa Timur.

Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Komisi Fatwa MUI Jember Abdul Haris ketika mengisi diskusi terarah (focus group discussion/FGD) tentang imunisasi difteri bersama wartawan, Unicef Indonesia Kantor Perwakilan Surabaya, dan Universitas Airlangga di Jember, Selasa (25/9/2018).

FGD itu tentang 'imunisasi menjaga aset masa depan generasi, studi KLB difteri di Jawa Timur'. Pemateri FGD itu adalah Kepala Perwakilan Unicef wilayah Pulau Jawa Arie Rukmantara, Dosen Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair M Atoillah Isfandiari, dan Koordinator Komisi Fatwa MUI Jember Abdul Haris.

Dalam paparannya, Haris menjelaskan perihal perilaku masyarakat Jember dan Tapal Kuda Jatim terkait imunisasi. "Di Jember, juga Tapal Kuda Jawa Timur ini ada tradisi atau kebiasaan bukan apa yang disampaikan, tetapi siapa yang menyampaikan. Jadi meskipun tentang imunisasi itu penting, karena untuk kesehatan, terkadang tidak dilihat bahkan ditolak karena melihat siapa yang menyampaikan," papar Haris.

Dalam urusan imunisasi, lanjutnya, dia menyarankan pemerintah melibatkan kiai, ulama, tokoh agama, tokoh pondok pesantren, atau elemen NU dan Muhammadiyah.

Haris lantas mencontohkan dengan menyebut nama kiai dari sebuah Ponpes terkenal di Jember, juga di Situbondo. "Contoh Kiai Muzakki dari Al-Qodiri (Jember), atau kiai dari Asembagus (Situbondo) yang bicara tentang imunisasi itu, saya kira akan selesai. Warga akan manut," lanjutnya.

Haris menjelaskan persoalan kesehatan merupakan tugas keluarga dan negara. Di tengah isu yang sempat marak perihal kandungan vaksin yang dipertentangkan halal dan haramnya, Haris menegaskan, jika untuk pengobatan perihal najis itu selesai dan tidak perlu dipertentangkan.

"Kalau untuk obat, persoalan najis itu klir, kecuali terkait dengan khamr (minuman keras). Pemerintah juga tidak akan ngawur-ngawur amat, kalau masih ada yang suci ngapain pakai yang najis," tegasnya.

Pemerintah, katanya, memiliki tugas menyediakan layanan kesehatan untuk umat, termasuk program imunisasi. Karena bagi Haris, imunisasi itu untuk menjaga aset masa depan bangsa.

Ketika tidak ingin ada pro kontra di masyarakat perihal imunisasi, Haris menyarankan, pemerintah memakai kearifan lokal dalam sosialiasi program imunisasi. Seperti contoh di Jember dan Tapal Kuda Jatim yang sebaiknya melibatkan tokoh agama.

Sementara itu, Arie Rukmantara dari Unicef perwakilan Pulau Jawa menyetujui perlunya aksi lokal dengan pemikiran global. 'Termasuk dalam melakukan imunisasi ini ternyata harus memakai cara-cara lokal untuk sesuatu yang global. Jember, contohnya, melakukan itu. Dan ketika memakai cara-cara lokal, ternyata tingkat cakupan dan keberhasilan malah tinggi. Tahun lalu, cakupan imunisasi MR di Jatim melebihi target karena sumbangan dari daerah yang besar," ujar Arie.

Berdasarkan data dari Unicef perwakilan Surabaya, laporan ORI (outbreak response immunization) difteri putara ke-2 di Jatim, cakupannnya sudah mencapai 92,24 persen untuk 1 Juli - 12 september 2018. Cakupan ORI Difteri Jember berada di urutan ke-24 mencapai 91.96 persen. Cakupan terendah dicapai oleh Kabupaten Situbondo yakni 72,07 persen, lalu Pamekasan mencapai 79,70 persen.

Tags
Jember
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved