Malang Raya

Uang Sogok untuk Ketua Fraksi Rp 125 Juta, Anggota Cukup Rp 100 Juta

Sebanyak 18 DPRD Malang nonaktif menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor).

Editor: yuli
TribunJatim.com/Pradhitya Fauzi
Sidang dugaan suap pembahasan APBD-P Kota Malang 2015 di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (12/9/2018). 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Sebanyak 18 DPRD Malang nonaktif menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Surabaya di Sidoarjo pada Rabu (3/10/2018) siang.

Agendanya pemeriksaan saksi Suprapto dari PDIP dan Syahrowi dari PKB.

Mereka disebut saksi mahkota: terdakwa sekaligus saksi duduk terkait korupsi dan gratifikasi APBD, uang sampah, sampai uang Pokok Pikiran (Pokir).

Di depan ketua majelis hakim, Cokorda Gede Arthana, keduanya menjawab beragam pertanyaan dari Jaksa KPK, Andi Kurniawan dan Dami Maria.

Andi menjelaskan persidangan kali ini sama halnya dengan sebelumnya, yakni tentang penerimaan uang pokir yang totalnya mencapai Rp 700 juta serta gratifikasi uang sampah.

"Sama dengan sebelumnya ya, terkait uang sampah, pokir, dan APBD yang senilai Rp 5,5 miliar," tegas Andi.

Andi menambahkan, semua keterangan saksi dan alat bukti akan selalu dikroscek, termasuk dalam sidang kali ini

"Mana (alat bukti dan keterangan) yang berkaitan dan mana yang memiliki relevansi atau sejalan, akan kami kroscek kembali tentunya," sambungnya.

Menurut Andi, untuk keterangan Suprapto termasuk keterangan yang mendukung dakwaannya.

Sementara, keyerangan Syahrowi menyebut ada uang dengan prosentase satu persen.

Apa yang dimaksud dengan satu persen itu?

"Untuk satu persen itu tadi adalah istilah yang digunakan dalam penggunaan uang APBD murni 2015 pada Oktober sampai Desember," kata jaksa Andi Kurniawan usai sidang.

Andi menambahkan, prosentase satu persen itu berarti Rp 125 juta.

"Masing-masing Ketua Fraksi dapat Rp 125 juta, sedangkan anggota Rp 100 juta, itu sebenarnya sudah terkonfirmasi, telah dikuatkan dengan keterangan saksi Karno dan Heri Subiantono (dalam sidang sebelumnya)," lanjut Andi.

Lalu, seperti apa penilaian JPU terhadap kesaksian dua orang itu?

"Menurut penilaian kami, ada hal yang disampaikan dengan gamblang, ada juga yang bermain alibi," tandasnya.

Misalnua soal pertemuan tanggal 6 Juli.

Menurutnya, ketika itu Suprapto mengatakan hanya mondar-mandir.

Kata Andi, tentu keterangan Suprapto itu tidak sejalan dengan fakta sebelumnya yang justru dia menjadi juru bicara.

"Saksi Suprapto selalu beralasan dia bukan Ketua Fraksi, tapi kalau melihat dari percakapan yang bersangkutan dengan saksi Moko, secara intonasi bahasa kan berbeda sekali, seperti juga percakapan pada 13 Juli 3015 di pukul 22.30 WIB yang berisi akan mengabsen para anggota DPRD," ungkapnya.

Tentu, lanjut Andi, pihaknya tak mempercayainya begitu saja.

Sebab, hal tersebut menurut Andi tidak konsisten dengan keterangannya.

"Saksi mengatakan hanya absen saja, bukan perkara uang, nah itu kan tidak mungkin, sedangkan di keterangan sebelumnya terdakwa Anton mengakui, berarti kan berbeda, itu yang menjadi pertanyaan yang mengganjal kenapa semakin ke sini agak berubah," pungkasnya.

Lalu, apa saja hal yang dapat meringankan atau memberatkan hukuman 18 terdakwa itu?

"Berat dan ringan hukuman itu murni terkait dengan pembuktian perkara, seberapa besar yang bersangkutan memenuhi pembuktian material, kedua kami akan pertimbangkan sikap kooperatif selama persidangan, tentu itu akan menjadi catatan tersendiri, dan juga mengakui (terus terang)," imbuhnya. Pradhitya Fauzi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved