Pasuruan
Jadi Plt Walikota Pasuruan, Teno Tetap Koordinasi Dengan Walikota Di Tahanan KPK
Plt Walikota tidak bisa memutuskan sendiri. Etiknya apapun yang akan dilakukan Plt harus pamit dulu ke walikota dan Gubernur Jatim
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Achmad Amru Muiz
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Meski sudah mendapatkan surat untuk melaksanakan tugas sebagai Plt Walikota Pasuruan melalui SK Gubernu Jawa Timur, Raharto Teno Prasetyo, Plt Walikota Pasuruan mengaku tidak bisa seenaknya saja.
Ini dikarenakan adanya batas kewenangan yang bisa dilakukannya dan ada juga yang tidak bisa dilakukannya. "Ini posisi atributif. Saya statusnya tetap wawali, tapi memang mendapatkan tugas dari gubernur sebagai Plt Walikota. Jadi, saya bukan Walikota hanya Plt," kata Teno, Selasa (9/10/2018).
Dia menjelaskan, jabatan atributif itu artinya, apa yang dilakukannya itu tidak bisa seenaknya. Ia tetap harus mengikuti aturan yang ada. Bahkan, ia juga harus tetap melakukan koordinasi dengan Walikota Pasuruan yang ditahan KPK.
"Ini sesuai dengan Undang - undang No 23 tahun 2014 pasal 65. Saya hanya memiliki kewenangan atributif. Jadi apapun yang akan saya lakukan harus diketahui pak wali Setiyono," tambah Teno, sapaan akrabnya.
Sekadar diketahui, Setiyono ditetapkan tersangka oleh KPK, Jumat (5/10/2018) pagi. Dia ditetapkan tersangka setelah diduga kuat menerima hadiah atau janji dari rekanan atau mitra Pemkot Pasuruan terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu - Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT - KUMKM) dengan sumber dana APBD tahun 2018.
Setiyono terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada Kamis (4/10/2018). Dari Setiyono, KPK mengamankan barang bukti Rp 120 juta. Dalam kasus ini, Setiyono tak sendirian. Ada tiga orang lainnya yang juga ditetapkan tersangka oleh KPK.
Jadi, dikatakan Teno, dirinya hanya bertugas mengawal dan membantu jalannya pemerintahan sampai tuntas. Tidak ada perubahan dan sejenisnya. Ia menyebut, apa yang sudah direncankan dan disusun Setiyono sebelumnya harus terealisasikan di tahun ini.
"Tidak boleh menambah atau mengurangi. Ya adanya ini, ya saya lakukan. Jadi tetap saya tidak memiliki kewenangan, saya hanya sebatas menggantikan posisinya saja," terang dia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Pasuruan, Bahrul Ulum merinci yang dimaksud kewenangan atributif. Kata dia, Teno, sebagai Plt Walikota Pasuruan tidak bisa membuat kerjasama baru dan tidak bisa memutus kerjasama yang lama.
Dalam tanda kutip, kata Teno, Plt Walikota tidak bisa sepihak melakukan dan menandantangani sebuah kerjasama, atau memutuskan kerjasama. Apa yang sudah ada, itu yang harus dilanjutkan.
Semisal ada perubahan pun, lanjutnya, harus ada laporan ke Walikota, atau pak Setiyono dalam hal ini. Posisi Walikota sudah menjadi tahanan KPK.
"Minimal disampaikan saja maksud dan tujuannya. Ini pak rencana kami, bla bla dan lainnya. Tujuannya agar pak Wali mengetahui," ungkap dia.
Selain itu, perubahan juga harus mendapatkan persetujuan dari Gubernur Jawa Timur. Tidak bisa membuat perubahan tanpa ada dasar, dan konfirmasi persetujuan dari Gubernur. Dalam konteks ini, Gubernur menjadi perwakilan pemerintahan di tingkat provinsi.
"Jadi gubernur wajib tahu. Misal ada kebijakan atau perubahan baru di Kota Pasuruan, kami harus koordinasi dan konsultasi dulu. Tidak bisa memutuskan sendiri. itu etiknya seperti itu. Jadi apapun yang akan dilakukan Plt harus pamit dulu ke pak wali dan gubernur," tutupnya.