Travelling
GALERI FOTO - Panggul, Kota Tua di Trenggalek, Dulu Favorit Orang-orang India, Arab dan Tionghoa
#TRENGGALEK - Panggul kini sekadar kecamatan. Wilayah itu sejak lama dihuni warga dari India, Arab dan Tiongkok.
Penulis: David Yohanes | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, TRENGGALEK - Panggul, salah satu kecamatan di Kabupaten Trenggalek layak disebut sebagai sebuah miniatur kota kabupaten.
Di salah satu pesisir selatan pulau Jawa ini, kemajuan wilayahnya terlihat dibanding wilayah lainnya.
Bangunan Puskesmas Panggul dibuat bertingkat, layaknya sebuah rumah sakit.
Panggul kini hanya setingkat kecamatan. Letaknya sekitar 54,2 Km arah barat daya dari Trenggalek kota saat ini.
Di Panggul juga ada sebuah ampiteater. Bahkan Panggul adalah satu-satunya kecamatan yang mempunyai alun-alun.

Panggul memang kota tua yang mulai dilupakan selepas huru-hara tahun 1965.
Pengamat sejarah Panggul, yang juga warga setempat, Hari Agung Lukito (48), mengatakan, Panggul sejak lama dihuni warga dari India, Arab dan Tiongkok.
Hal ini dibuktikan lewat penelitian Hari bersama teman-temannya dari berbagai negara.
“Beberapa sampel saya ambil dari situs-situs sejarah di Panggul. Kemudian ada teman-teman dari luar negeri yang menguji laboratorium, untuk melihat karbonisasinya,” ujar Hari.
Misalnya makam dari China yang dikenal dengan Mbah Gampeng di Karang Tengah, diketahui berasal dari tahun 1800. Dan diperkirakan sosok tersebut berasal dari wilayah Tibet.
Selain itu ada sosok Syeh Ubarian, yang dikenal sebagai penyebar agama Islam pertama dari Arab.
Orang-orang India dikenal karena aktivitasnya menambang batu kumala yang berwarna hijau.
Sementara orang-orang China berdagang dan membuat pabrik di Panggul. Tidak heran semasa pendudukan Belanda, Panggul menjadi kota industri dan perdagangan penting.
Monumen kejayaan panggul yang masih tersisa adalah kantor Kecamatan Panggul. Kantor ini masih mempertahankan bentuk aslinya, dengan sedikit pemugaran.
Dulunya kantor ini adalah kantor kawedanan atau Onderaan.
“Dulunya di era Belanda dikenal dengan nama Onder Ponco Sudro. Di sini pusat pemerintahan membawahi wilayah Dongko, Panggul dan Munjungan,” tutur Heri.
Di sebelah kiri kantor ini ada bengkel mobil Belanda. Tempat ini sudah dihancurkan, tapi masih tersisa pondasinya. Di belakang bengkel ini, berjarak sekitar 10 meter ada istal kuda yang memuat delapan ekor kuda.
Bangunan istal kuda ini masih berdiri, meski sudah rusak. Tidak jauh dari istal kuda, ada sumur untuk keperluan air bersih. Berbeda dengan orang Jawa yang punya sumur berbentuk bulat, sumur ini berbentuk kotak.
“Sebenarnya di sekitar sini ada kuburan Belanda. Tapi posisinya sekarang ada di tanah milik warga,” lanjut Heri.
Di sisi kanan agak ke belakang Kantor Kawedanan ada dapur umum. Dapur umum ini dibangun untuk memenuhi konsumsi, khususnya saat konferensi para pejabat. Bangunan dapur ini terdiri dari empat ruangan.
Pada ruangan depan adalah gudang bahan makanan. Kemudian ruangan tempat memasak, dan ruangan makanan yang sudah siap serta tempat menyimpan makanan yang tahan lama. Bangunan ini 100 persen masih asli dan belum dirombak.
“Sebenarnya ada gudang kayu bakar di bagian belakang. Tapi bangunannya sudah dihancurkan,” paparnya.
Sedangkan di samping kanan kantor kawedanan bagian depan, ada bangunan sentra telekomunikasi.
Alat telepon di dalamnya, dulu menghubungkan wilayah Panggul, Dongko, Munjungan, Nglorok dan Trenggalek Kota. Sentra telekomunikasi yang disebut kentheng ini masih beroperasi hingga 1980-an.
Hari masih ingat, mandor kentheng atau juru jaga terakhir adalah Pak Gayam.
Cara operasi sentra telekomunikasi ini mirip dengan penyambungan aliran listrik. Sentra telekomunikasi ini menggunakan baterai 48 volt.
“Misalnya dari Trenggalek telepon minta disambungkan ke Koramil. Operator cabut kabelnya, terus dicolokkan ke salurannya Koramil,” kerang Heri.

Di depan kantor kawedanan inilah alun-alun panggul yang dini disulap lebih modern. Di pojokan alun-alun nan indah ini, ada bangunan tua bekas penjara. Penjara dengan tiga ruangan ini masih terpelihara dengan baik.
Tidak jauh dari Kantor Kecamatan Panggul, ada pertigaan Loji. Nama loji diambil dari bangunan penjagaan Belanda di tertigaan ini. Bangunan loji ini sudah hilang.
Tempat ini sempat fenomenal karena ada warga yang menggantungkan boneka santet, dan membuat gempar Belanda.
Pelakunya perempuan bernama Nyi Rumbung, yang akhirnya dipenjara. Sebab santet merupakan aktivitas terlarang saat itu.

“Di belakang loji ini adalah rumah dinas mantri garam dan gudang garam. Bangunannya masih ada sampai sekarang,” sambung Heri.
Dulunya di Panggul ada pabrik garam milik Belanda. Mantri garam ini yang bertugas membayar upah para pekerja di pabrik ini, sekaligus pegawai pemerintah Belanda.
Di dalamnya ada dua ruangan pembayaran, satu ruangan untuk karyawan pabrik dan satu ruangan untuk pegawai pemerintah.
Terakhir juru bayar yang bertugas adalah Mangun Suparto, di tahun 1946. Mangun Suparto kemudian hijrah ke Malaysia. Setelah rumah dinas ini pernah dipakai untuk klinik dan rumah dinas dokter yang bertugas di Panggul.
Sementara bekas gudang garam pernah difungsikan sebagai pengadilan pembantu. Sekitar tahun 1986-an kantor pengadilan ini pernah dipakai untuk mengadili warga bernama Supri, dalam kasus pemerkosaan.
“Sekali itu saja pengadilan ini dipakai, setelah itu ditinggalkan. Sampai sekarang gedungnya mangkrak,” pungkas Heri.
PETA - WILAYAH KECAMATAN PANGGUL, TRENGGALEK