Breaking News

Kabar Mojokerto

Hakim Tolak Gugatan Mantan Pentolan HTI Jatim Terhadap Kapolres Mojokerto

Hakim Mojokerto menolak permohonan praperadilan oleh Heru Ivan Wijaya, mantan pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur

Penulis: Danendra Kusuma | Editor: yuli
Danendra Kusuma
UNJUK RASA - Pengadilan Negeri Mojokerto menolak permohonan praperadilan oleh Heru Ivan Wijaya, mantan pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur, terhadap Kapolres Mojokerto AKBP Setyo Koes Heriyatno. 

SURYAMALANG.COM, MOJOKERTO - Pengadilan Negeri Mojokerto menolak permohonan praperadilan oleh Heru Ivan Wijaya, mantan pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur, terhadap Kapolres Mojokerto AKBP Setyo Koes Heriyatno.

Heru adalah tersangka kasus ujaran kebencian yang diproses polisi karena laporan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, badan otonom Nahdlatul Ulama (NU).

Permohonan praperadilan oleh Heru pada dasarnya meminta agar majelis hakim menghentikan proses hukum tersebut, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Namun, hakim tunggal Juply S Pansariang tidak mengabulkan permohonan itu dalam putusannya yang dibacakan pada Kamis, 11 April 2019.

Hakim juga menolak permohonan Heru agar polisi menerbitkan surat penghentian proses penyidikan (SP3). 

"Hakim mengesampingkan kesimpulan kami. Tetapi kami akan mengikuti kelanjutan setelah sidang putusan praperadilan," kata penasehat hukum Heru dari PBH Pelita Umat, Budi Harjo.

Koleganya, Muhammad Nur Rahmad, menyatakan, pihaknya telah menunjukkan bukti-bukti dalam persidangan. Namun, bukti-bukti itu juga dikesampingkan oleh hakim.

Bukti-bukti tersebut untuk menunjukkan bila penetapan tersangka terhadap Heru tak sesuai prosedur.

"Sebenarnya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) itu dikeluarkan oleh pihak termohon dalam hal ini di Polres Mojokerto tanggal 29 September 2018 tidak diberikan. Padahal jelas aturan Mahkamah Konstitusi SPDP harus diberikan. Maka dari itu kami sampaikan hal ini dikesimpulan, tetapi hakim mengesampingkan," jelasnya.

Saat proses sidang putusan praperadilan, massa pendukung Heru menggelar unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.

Massa tersebut membentangkan beberapa tulisan di antaranya 'jangan kriminalisasi ulama' dan 'solidaritas umat Islam mendukung ulama penyampai Amar Ma'ruf Nahi Munkar'.

Selain itu mereka juga membentangkan bendera tauhid.

Sidang putusan Praperadilan ini juga dijaga ketat oleh pihak kepolisian.

Sebelumnya, Heru dilaporan oleh Ali Muhammad Nasih, Ketua GP Ansor Kabupaten Mojokerto, ke Polres Mojokerto pada 23 September 2018.

Pelaporan itu terkait dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Heru melalui media sosial.

Dalam postingan yang diduga diunggah Heru, menuduh Banser sebagai alat untuk menggebuki sesama muslim.

Heru pun dituduh melanggar Pasal 45A juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 tahun 2008 tentang ITE.

Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, Satreskrim Polres Mojokerto menetapkan Heru sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Polisi melayangkan surat panggilan No S.Pgl/325/III/RES.1.1.1./2019/ Satreskrim tanggal 25 Maret 2019 kepada Heru untuk diperiksa sebagai tersangka.

Namun, pihak Heru mengungkapkan bila penetapan status tersangka tidak prosedural. Sebab, yang paling mendasar tidak diberikan yakni SPDP dalam perkara ini kepada Heru. Padahal secara aturan, seharusnya SPDP di berikan 7 hari sebelum pemanggilan. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved