Breaking News

Kabar Kediri

Jari-jari di Tangannya Menghilang, Ternyata Habis Dimakan Sendiri, Inilah Kisah Kanibal di Kediri

Penderita gangguan jiwa bernama Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri juga mengalami fenomena kanibal

Penulis: Didik Mashudi | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Didik Mashudi
Penderita gangguan jiwa dan kanibal Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri bersama neneknya. 

SURYAMALANG.COM, KEDIRI - Penderita gangguan jiwa bernama Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri juga mengalami fenomena kanibal.

Yakni, ketika gangguan jiwanya kambuh, Wiji Fitriani mengigit jari-jarinya kemudian memakannya.

Kondisi yang menimpa Wiji Fitriani sudah berlangsung lama.

Akibatnya jari-jari tangannya sebelah kiri sudah habis hanya tinggal telapaknya saja.

Telapak yang terluka ini dibalut perban.

"Kalau gangguan jiwanya kambuh, penderita menggigit jari tangannya sampai terluka dan mengisap darahnya. Kadang juga ditelannya," ungkap Dedi, tetangganya kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (18/4/2019).

Asmara Hubungan Sesama Jenis Berakhir Tragis, Pacar Dibunuh, Lalu Dibuang di Semak-Semak

Prabowo Ditantang Beberkan Bukti Data Mentah Soal Klaim Kemenangannya dari Hasil Real Count Internal

Karena tidak segera mendapatkan penanganan, jari-jari tangan kanan Wiji Fitriani sekarang yang giliran menjadi sasarannya.

Jari jempol dan penunggul malahan sudah tinggal separo.

Jari penunjuk dan jari manis malahan harus diperban karena terluka bekas digigit.

Kedua jari itu terlihat diperban karena mengalami luka dan infeksi.

Hanya jari kelingking saja yang terlihat masih utuh.

Sehari-hari Wiji tinggal bersama neneknya Mbah Jirah (65) yang selama ini mengasuhnya.

Karena sejak diketahui menderita gangguan jiwa, kedua orangtuanya juga jarang menemui.

Selain bagian jari yang terluka karena digigit, kedua lulutnya juga terdapat luka yang mulai membusuk.

Bagian siku tangan kiri juga terluka.

Kakek 71 Tahun Ditangkap Polisi dengan Tuduhan Memperkosa 100 Anak

Foto Viral di Instagram Andik Vermansah Presiden Republik Indonesia, Responnya Malah Bernada Guyonan

Malahan saat luka di lututnya diberi cairan antiseptif juga keluar belatungnya.

Sejauh ini penderita masih belum mendapatkan perhatian dari pihak terkait.

"Dulu pernah diperiksakan ke puskesmas dan diberi obat, tapi tidak ada tindaklanjutnya," jelasnya.

Mbah Jirah yang sehari-hari merawat cucunya juga tidak bisa berbuat banyak.

Karena selain keterbatasan ekonomi, nenek renta itu juga hanya pasrah merawat cucunya seadanya.

Namun dengan penuh kasih sayang, Mbah Jirah yang sehari-hari merawat cucunya.

Sesekali tetangganya membantu membersihkan dan membalut lukanya.

Mbah Jirah hanya berharap ada perhatian dari aparat terkait dengan penderitaan yang dialami cucunya.

Karena selama ini belum ada petugas medis termasuk perangkat desa yang datang.

Kejanggalan Klaim Kemenangan Prabowo di Pilpres 2019, Lembaga Survei Minta Data Mentah Real Count

Bibi Ardiansyah Kecewa Berat pada Vanessa Angel, Mengaku Hatinya Hancur, Melaney: Kenapa Masih Mau?

Menurut Dedi, sudah lama Wiji diketahui menderita gangguan jiwa.

Malahan sebelumnya jika gangguan jiwanya kambuh, Wiji juga sering menjerit-jerit dan mengamuk yang meresahkan tetangganya.

Jika gangguan jiwanya kambuh, biasanya penderita melampiaskan dengan menggigit dan menghisap darah dari luka di jari tangannya.

"Kalau sudah menggigit jari biasanya sudah lapar," ujarnya.

Di rumahnya, keluarganya juga menyiapkan ruangan ukuran 3 x 2 meter yang mirip kerangkeng untuk mengisolasi Wiji bila sewaktu-waktu gangguan jiwanya kambuh.

Penderita gangguan jiwa dan kanibal Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri bersama neneknya.
Penderita gangguan jiwa dan kanibal Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri bersama neneknya. (SURYAMALANG.COM/Didik Mashudi)

Harus Dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa

Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur meminta pihak terkait memberikan perhatian kasus kepada Wiji Fitriani, penderita gangguan jiwa yang melakukan kanibal memakan jari tangannya sendiri.

"Petugas Kesehatan di Kabupaten Kediri seharusnya bisa lebih memberikan perhatikan kepada Wiji, pasien jiwa yang memakan jarinya," harap Arif Witanto, Koordinator DKR Jatim kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (18/4/2019).

Diungkapkan Arif, setidaknya petugas dapat melakukan tindakan proaktif dengan menjemput bola dan mengaktifkan petugas rawat jiwa mengunjungi rumah penderita.

"Petugas jangan hanya menunggu laporan dan duduk saja. Apalagi penderita juga memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS)," ungkapnya.

Melihat kondisi gangguan jiwanya yang sudah parah, Wiji Fitriani harus secepatnya memerlukan perawatan yang lebih intensif dan kontinyu.

"Jari tangan kirinya sudah habis digigit," ujarnya.

Selama ini keluarganya dalam merawat jarang sekali memberikan obat penenang.

"Kalau kumat (kambuh) biasanya hanya dimasukkan ke dalam kerangkeng," ujarnya.

Sementara kalau jarinya terluka karena digigit, neneknya hanya mengolesi dengan cairan rivanol pembersih luka.

Padahal penderita juga mengalami gangguan luka membusuk di bagian kedua lututnya yang sudah berbau.

Luka di bagian kedua lutut itu hanya diberi perban dan diolesi cairan rivanol.

"Lukanya sudah berbau, kalau disemprot cairan pembersih keluar belatungnya," tambahnya.

Melihat kondisinya yang sudah parah, Wiji harus segera dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk mendapatkan penanganan medis yang lebih memadai.

Suku Korowai
Suku Korowai (en.goodtimes.my)

Suku Kanibal di Papua Barat

Suku Korowai tinggal di Papua Barat, Indonesia, yang terletak dekat dengan perbatasan Papua Nugini.

Suku ini memiliki anggota hingga 3000 orang.

Dilansir dari laman en.goodtimes.my, Korowai merupakan satu kelompok manusia paling terpencil di dunia.

Mereka juga tidak mempercayai keberadaan orang lain selain diri mereka sendiri sebelum orang luar melakukan kontak dengan mereka pada 1970an, yakni ketika pertama misionaris tiba.

Suku ini terampil berburu. Dan juga masih melakukan perdagangan benda seperti tulang, perhiasan, dan pisau.

Alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana.

Yakni bambu yang tajam untuk mengiris daging, kerang untuk menampung air, dan air panas di batu tempat memasak.

Diyakini, suku ini pertama kali ditemukan pada 1974 oleh sekelompok ilmuwan yang tanpa sengaja memasuki wilayah Suku Korowai.

Kelompok ilmuwan itu adalah kelompok yang dipimpin oleh antropolog Peter Van Arsdele, ahli geografi Robert Mitton, serta pengembang komunitas Mark Grundhoefer yang memutuskan untuk mempelajari kehidupan penduduk.

Pada Mei 2006, pemandu wisata dan jurnalis, Paul Raffaele memimpin kru dalam ekspedisi ke hutan Papua.

Tujuannya untuk membuat film dokumenter tentang suku Korowai.

Dia ingin memahami mereka dan alasan mereka melakukan beberapa ritual yang mengerikan.

Raffaele menulis dalam artikelnya.

“Kanibalisme dipraktekkan di antara manusia prasejarah, dan itu bertahan hingga abad ke-19 di beberapa kebudayaan Pasifik Selatan yang terisolasi, terutama di Fiji. Tapi hari ini Korowai adalah satu dari sedikit suku yang diyakini memakan daging manusia."

Dia melanjutkan dengan detail penulisannya.

"Mereka tinggal sekitar 100 mil dari Laut Arafura, di mana Michael Rockefeller, putra gubernur New York, Nelson Rockefeller, menghilang pada 1961 saat mengumpulkan artefak dari suku Papua lainnya. Tubuhnya tidak pernah ditemukan."

Pria ini juga menegaskan bahwa sebagian besar orang Korowai hidup dengan mengabaikan dunia di luar suku mereka.

Raffaele menuliskan:

"Seperti yang ditulis van Enk, Korowai sering terkena beberapa wabah penyakit, termasuk malaria, tuberkulosis, elephantiasis dan anemia, dan apa yang dia sebut 'kompleks khakhua'. Korowai tidak memiliki pengetahuan tentang kuman mematikan yang menduduki hutan mereka, dan begitu percaya bahwa kematian misterius disebabkan oleh khakhua , atau penyihir yang mengambil bentuk laki-laki."

Menurut pemandu Raffaele, Kembaren: “Banyak khakhua dibunuh dan dimakan setiap tahun.”

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan Raffaele dengan pemimpin suku, dia menjelaskan alasan orang Korowai mempraktikkan kanibalisme,.

"Bagi Korowai, jika seseorang jatuh dari rumah pohon atau terbunuh dalam pertempuran maka alasan kematian mereka cukup jelas. Tetapi mereka tidak memahami mikroba dan kuman, jadi ketika seseorang mati secara misterius, mereka percaya itu adalah karena seorang khakhua, penyihir lelaki yang datang dari akhirat."

“Seorang khakhua harus dibunuh dengan cara dimakan. Sebab khakhua sebenarnya adalah orang mati. Memakan mereka dianggap sebagai sistem keadilan terbaik."

Kanibalisme bagi otang suku Korowai dilakukan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana mereka.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved