Kabar Lamongan

Mahasiswa Universitas Islam Lamongan (Unisla) Jadikan Lalat sebagai Pakan Alternatif Hewan Ternak

Gagasan para mahasiswa Unisla disambut baik Kepala Desa Kuluran, Ahmad Syafik. Ia tertarik dengan budidaya Maggot BSF dan berencana untuk memasukkan b

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: yuli
hanif manshuri
Mahasiswa peserta KKN Universitas Islam Lamongan (Unisla) di Desa Kuluran Kecamatan Kalitengah, Lamongan, menjadikan lalat untuk pakan ternak alternatif ikan dan unggas. Lalat itu juga dikenal dengan nama larva Black Soldier Fly atau Maggot Black Soldier Fly. 

Gagasan para mahasiswa Unisla disambut baik Kepala Desa Kuluran, Ahmad Syafik. Ia tertarik dengan budidaya Maggot BSF dan berencana untuk memasukkan budidaya Maggot BSF ke dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kuluran.

SURYAMALANG.COM, LAMONGAN - Mahasiswa peserta KKN Universitas Islam Lamongan (Unisla) di Desa Kuluran Kecamatan Kalitengah, Lamongan, menjadikan lalat untuk pakan ternak alternatif ikan dan unggas.

Lalat itu juga dikenal dengan nama larva Black Soldier Fly atau Maggot Black Soldier Fly.

"Larva ini memiliki kandungan protein cukup tinggi. Inilah yang tengah dikembangkan oleh mahasiswa peserta KKN," kata mahasiswa Fakultas Peternakan Unisla, Rahmat Cahyono Fatmil, Rabu (31/7/2019).

Keberadaan pasar desa di Desa Kuluran sangat mendukung keberlangsungan budidaya Maggot BSF yang dikenal sebagai hewan pemakan sampah organik tersebut.

Apalagi masyarakat Desa Kuluran yang mayoritas petani tambak dinilai sangat membutuhkan pakan alternatif, karena pakan pabrikan atau konsentrat semakin mahal.

"Ini sangat menjanjikan sekali, karena Magot ini kan budidayanya saja menggunakan sampah yang tentu nilai ekonomisnya nyaris tidak ada," katanya. Kemudian dijadikan budidaya Maggot yang memiliki protein cukup tinggi dan kalau dijadikan pakan ternak pasti menguntungkan sekali," kata.

Saat ini perusahaan pakan ternak juga sudah mulai melirik Maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan.

Sementara tepung ikan sendiri sudah tidak bisa diandalkan sebagai bahan utama lagi, karena harganya semakin mahal. Penangkapan ikan sekarang sudah dibatasi, otomatis tepung ikan juga sulit didapat, ketika ada Maggot ini bisa menjadi solusi.

Menurut Cahyo, selain sebagai pakan alternatif, Maggot BSF juga dapat mendatangkan penghasilan tambahan dari penjualan telur Naggot maupun penjualan pupa.

Yang sudah ada di pasaran, harga telur saja Rp 10.000 per gram, jika mencapai 10 kilo sudah mendapat Rp 10 juta.

"Kalau harga Maggot ketika fase pupa yang akan jadi lalat, satu kilo harganya sekitar Rp 100 ribu dari peternak," ungkapnya.

Untuk tahap awal budidaya Maggot BSF, bisa dimulai dengan prepupa satu kilogram.

Prosentase jadi lalat akan bisa dilihat, akan kelihatan jumlah telur yang dihasilkan. Dari satu gram telur itu bisa menghasilkan lima kilogram magot, prospek sekali.

Gagasan para mahasiswa Unisla disambut baik Kepala Desa Kuluran, Ahmad Syafik. Ia tertarik dengan budidaya Maggot BSF dan berencana untuk memasukkan budidaya Maggot BSF ke dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kuluran.

"Selain budidaya Maggot ini, kita sudah ada tiga budidaya yang berkembang yaitu, lele, unggas bebek pedaging dan peternakan kambing," katanya.

Ia menginginkan adanya pendampingan secara berkelanjutan dari Unisla demi keberhasilan budidaya Maggot BSF di desanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved