Kabar Surabaya
Dampak Proyek Apartemen Grand Dharmahusada Lagoon, Sekitar 200 Rumah Warga Retak-retak
200 rumah retak akibat pembangunan apartemen Grand Dharmahusada Lagoon oleh PT Pembangunan Perumahan (PP).
Penulis: Delya Octovie | Editor: yuli
Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Hidup DLH Kota Surabaya, Tri Dasto, menyebut keretakan rumah warga disebabkan oleh tekanan tanah akibat beban bangunan di sekitarnya sebagai dampak pembangunan Grand Dharmahusada Lagoon.
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Sebanyak 200 rumah warga perumahan Dharmahusada Mas mengalami retak-retak mulai dari plafon, tembok dalam hingga luar rumah.
Keretakan ini disebut-sebut sebagai imbas pembangunan apartemen Grand Dharmahusada Lagoon oleh PT Pembangunan Perumahan (PP).
Eko Agus Supriyadi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, mengatakan keluhan ini sudah diketahui sejak lama oleh Pemerintah Kota Surabaya maupun PT PP sendiri.
Namun, kini justru semakin banyak rumah warga yang terdampak pembangunan superblok seluas 4,2 hektar tersebut.
Bahkan, ada pula tanah yang ambles.
"2018 sudah jalan, ini masalah lagi karena ada beberapa warga yang belum sepakat dengan ganti rugi dari PT PP. Memang ada tambahan warga yang terdampak, dulu 100, sekarang 200an," tutur Eko, Sabtu (3/8/2019).
Ratusan pemilik rumah pun ramai-ramai meminta ganti rugi pada PT PP.
Eko mengatakan, ada beberapa warga yang sudah menerima ganti rugi, ada yang masih dalam tahap negosiasi, ada pula yang baru mengajukan.
"Tetap akan kita ganti, tapi sesuai situasi dan win-win solution," ujarnya.
Bagi warga yang belum puas dengan tawaran ganti rugi yang diberikan oleh PT PP, Eko menyarankan warga untuk melakukan kajian mandiri lewat perguruan tinggi lain.
Sebab, kajian yang dilakukan PT PP bersama dengan Insititut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) belum diterima baik oleh seluruh warga.
"PT PP sudah mengajukan membuat kajian, tapi warga masih belum cocok. Ya monggo silakan warga kajian lain dari perguruan tinggi lain biar klop. Warga kan diminta membuat rencana anggaran biaya ganti rugi, PP juga buat RAB dengan situasi kondisi. Nah itu dicocokkan, kita ambil jalan tengah. Ada beberapa yang sudah oke," paparnya.
Ketika mengunjungi lokasi rumah-rumah terdampak, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Hidup DLH Kota Surabaya, Tri Dasto, menyebut keretakan rumah warga disebabkan oleh tekanan tanah akibat beban bangunan di sekitarnya.
Ia membenarkan keretakan tersebut sebagai dampak pembangunan Grand Dharmahusada Lagoon.
"Tanah bergerak, sehingga rumah-rumah tertarik dan terjadi keretakan. Iya, keretakan rumah warga disebabkan pembangunan apartemen GDL," ucapnya.
Tri melanjutkan, kondisi tanah di daerah tersebut memang jelek ketika ahli dari ITS yang ditunjuk PT PP menyelidiki penyebab keretakan hingga amblesnya tanah.
"Ternyata tanah di situ kurang baik dan jelek, walaupun tanpa beban itu juga akan mengalami penurunan, juga bisa terjadi seperti itu. Apalagi dibebani beban yang sangat berat sekali, sehingga akan terjadi suatu sliding sehingga tertarik dan retak," pungkasnya.
Menanggapi hal ini, DLH akan bekerja sama dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya, dan berencana memanggil PT PP.
Sementara itu, Public Relations PT PP, Nita Liana, menyebut bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi soal dugaan 200 rumah yang mengalami keretakan akibat pembangunan apartemen.
"Kami sudah mengklarifikasi kemarin kalau dampak tersebut bukan karena pembangunan apartemen. Soal DLH menyatakan apa, itu terserah mereka karena mereka juga punya tim kajian sendiri," katanya melalui telepon.