Citizen Reporter
Manusia Tidak Dirancang untuk Bahagia, Jadi buat Apa Mengejar Kebahagiaan?
Khalifah Kordoba Abdurrahman III pada abad kesepuluh emutuskan untuk menghitung jumlah hari ia merasa bahagia. Ia menghitung hanya ada 14 hari.
OLEH: Rafael Euba, Consultant and Senior Lecturer in Old Age Psychiatry, King's College London
Secara biologis, manusia tidak dirancang untuk bahagia. Jadi buat apa mengejar kebahagiaan?
Marcos Mesa Sam Wordley/Shutterstock.com
Industri untuk menciptakan kebahagiaan dan pikiran positif adalah sebuah industri besar yang nilainya diperkirakan mencapai US$11 miliar (Rp153 triliun) per tahun.
Industri ini telah membantu menciptakan khayalan bahwa kebahagiaan adalah sebuah tujuan yang dapat dicapai.
Mengejar mimpi kebahagiaan adalah konsep ala Amerika Serikat yang diekspor ke seluruh dunia lewat budaya pop. Memang, hak “mengejar kebahagiaan” adalah salah satu “hak yang tidak dapat dicabut” di AS.
Sayangnya, harapan ini tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan.
Saat kita berhasil memenuhi semua kebutuhan materi dan biologis pun, kebahagiaan yang lestari akan tetap menjadi tujuan yang sifatnya teori dan sulit dipahami.
Khalifah Kordoba Abdurrahman III pada abad kesepuluh, mengalami hal ini. Dia salah satu orang paling berkuasa di masanya, memiliki prestasi bidang militer dan budaya, serta mendapatkan kesenangan duniawi dari dua harem.
Namun, menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman III memutuskan untuk menghitung jumlah hari ia merasa bahagia. Ia menghitung hanya ada 14 hari.
Kebahagiaan, menurut penyair Brasil, Vinicius de Moraes, adalah “bulu yang melayang di udara. Ia terbang cepat, tapi tidak lama.”
Kebahagiaan adalah rekaan manusia, gagasan abstrak yang tidak nyata ada dalam pengalaman hidup manusia yang sebenarnya.
Perasaan positif dan negatif memang ada di otak, tetapi kebahagiaan yang berkelanjutan itu tidak ada dasarnya dalam biologi. Menurut saya, ironisnya, fakta ini justru sesuatu yang membahagiakan.
Alam dan evolusi
Manusia tidak dirancang untuk bahagia, atau bahkan merasa puas. Sebaliknya, kita dirancang terutama untuk bertahan hidup dan berkembang biak, seperti setiap makhluk lainnya di dunia.