Kabar Madiun
Mengintip Warung Esek-esek Pasar Muneng, Madiun, Berbentuk Peti Kayu, Padahal Jadi Tempat ‘Eksekusi’
Satpol PP Kabupaten Madiun membongkar paksa 47 'kamar' esek-esek berkedok warung kopi di dalam Pasar Muneng, Kecamatan Pilangkenceng
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, MADIUN – Satpol PP Kabupaten Madiun membongkar paksa 47 'kamar' esek-esek berkedok warung kopi di dalam Pasar Muneng, Kecamatan Pilangkenceng, Kamis (8/8/2019) siang.
47 kamar berukuran sekitar 2,5 meter X 1,5 meter itu terbuat dari kayu dan papan triplek.
Selama pembongkaran, para pemilik atau pengelola warung kopi tidak ada di lokasi.
Kamar yang dibongkar itu menyerupai kotak atau peti kayu yang dilengkapi pintu kecil.
pintu kecil itu dibuka dengan cara menggesernya.
Di dalam ‘kamar triplek’ tersebut ada kasur, bantal, wangi-wangian, lotion, tisu, kipas angin, dan lampu tidur layaknya sebuah kamar.
Sekilas, orang yang melihat tidak akan tahu bahwa warung kopi tersebut dilengkapi ‘kamar triplek’.
Sebab, kamar triplek tersebut juga difungsikan sebagai meja.
Bagian atas ‘kamar’ itu ada rak tempat penyimpanan kopi, gula, gelas, mi instan, dan berbagai barang dagangan lain.
Kini Satpol PP membongkar dan merusak meja warung kopi yang dimodifikasi menjadi ‘bilik kamar’ itu.
Satpol PP membongkar ‘kamar triplek’ itu agar agar tidak ditempati lagi.
Sebagian dari kamar triplek tersebut masih tampak baru, karena triplek yang digunakan masih tampak bersih.
Perangkat Desa Moneng, Parmin (49) menuturkan Pasar Moneng disalahgunakan sejak puluhan tahun lalu.
“Sejak saya masih kecil, aktivitas ini sudah ada. Dulu mungkin awalnya hanya satu.”
“Lama kelamaan, ada pendatang baru dari luar daerah. Akhirnya sekarang menjadi banyak,” kata Parmin.
Awalnya semula Pasar Muneng hanya menjadi tempat transaksi saja.
Namun, lama kelamaan ada bilik-bilik kamar dan menjadi tempat ‘eksekusi’.
Lokasi Pasar Muneng berada di Jalan Raya Madiun – Ngawi di perbatasan antara Kabupaten Madiun dengan Kabupaten Ngawi.
Pada malam hari, tempat itu menjadi tempat istirahat sopir truk yang melintas.
“Pelanggannya dari wilayah sekitar, Ngawi, dan Nganjuk. Jadi tempat istirahat sopir-sopir truk,” katanya.
Sementara itu, penjual warung kopi, Ratmi (60) mengaku sudah 30 tahun jualan kopi di tempat itu.
Dia mengaku sudah jualan kopi sejak usia 20 tahun. Setiap hari dia buka warung kopi mulai pukul 07.00 WIB sampai 01.00 WIB.
Dalam sehari, dia bisa mendapat uang Rp 60.000 sampai Rp 80.000.
Namun, dia mengaku tidak menyediakan kamar atau wanita penghibur.
“Saya hanya jualan kopi. Saya tahu ada kegiatan itu (prostitusi), tapi saya cuma jualan kopi,” kata Ratmi.
Selama jualan, dia dimintai retribusi Rp 2000, setiap lima hari sekali saat ‘pasaran’ yakni pada penanggalan Jawa, setiap Wage.
Selain itu dia juga membayar listrik, Rp 20.000 sebulan sekali.
Menurutnya, para wanita penghibur yang biada mangkal di tempat itu berasal dari luar Madiun, seperti Nganjuk dan Kediri.