Kabar Pamekasan

Laila Raih Doktor dari ITS Surabaya Umur 27 Tahun, Putri Penarik Becak dan Buruh Tani di Pamekasan

#MADURA - Laila Raih Doktor dari ITS Surabaya Umur 27 Tahun, Putri Penarik Becak dan Buruh Tani di Pamekasan

Penulis: Muchsin | Editor: yuli
ist
Lailatul Qomariyah, seusai sidang terbuka di ITS Surabaya, foto bersama ayah dan ibunya, Saningrat dan Rusmiati. 

#MADURA - Laila Raih Doktor dari ITS Surabaya Umur 27 Tahun, Putri Penarik Becak dan Buruh Tani di Pamekasan

SURYAMALANG.COM, PAMEKASAN - Meski tumbuh dari keluarga tidak mampu, Lailatul Qomariyah (27), anak penarik becak, warga Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, sanggup menggapai cita-citanya.

Laila, panggilan akrab Lailatul Qomariyah, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan suami istri Saningrat (43) dan Rusmiati (40), kini meraih gelar doktor teknik kimia di Fakultas Tekhnologi Industri, di Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Gelar doktor perempuan yang murah senyum itu diraih lewat sidang terbuka dengan mengambil disertasi “Controllable Characteristic Silica Particle and ITS Composite Production Using Spray Process". Sidang terbuka ini dilakukan di depan sejumlah penguji di ITS Surabaya, Rabu (4/9/2019) lalu.

https://facebook.com/suryamalang.tribun | SURYAMALANG.COM | IG: @suryamalangcom
https://facebook.com/suryamalang.tribun | SURYAMALANG.COM | IG: @suryamalangcom (.)

Pada Minggu (8/9/2019), Laila mengatakan, disertasi itu mengenai aplikasi silika untuk solar sel. Solar sel ini untuk menyimpan energyimatahari yang bisa digunakan sebagai energy listrik.

“Energi surya kan banyak dan melimpah. Dari pada menggunakan batu bara untuk sumber listrik, bukankah lebih baik menggunakan sumber energi matahari. Sehingga cukup dengan solar sel yang bisa dikonversi menjadi energi listrik," kata Laila kepada SuryaMalang.com.

Menurut Laila, dari 85 mahasiswa doktoral, yang saat itu siap maju untuk mengikuti sidang terbuka, hanya dirinya satu-satunya dan dinyatakan lulus memuaskan dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4.0.

Dengan nilai 4.0 itu, Laila merasa bersukur kepada Allah dan ayahnya yang kala sidang terbuka ayah dan pamannya menyaksikan langsung.

Laila yang kini juga menjadi asisten dosen di kampusnya menuturkan, sejak duduk di bangku SD, SMP hingga SMA dirinya selalu maraih ranking pertama. Sebagai anak penarik becak, pulang pergi ke sekolah diantar  ayah naik becak. Namun dua bulan setelah duduk di bangku SMA 1, Pamekasan, ia naik sepeda pancal sendiri menempuh perjalanan pulang pergi berjarak sekitar 10 km.

Dikatakan, sejak duduk di bangku SMA, untuk biaya sekolah hingga kuliah saat ini  sudah tidak minta kepada orang tuanya, melainkan mencari sendiri. Berkat kecerdasannya memberi les tambahan kepada siswa, waktu SMA ia mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.

“Saya sadar, saya bukan anak orang mampu, sehingga tak mungkin mengandalkan orang tua. Alhamdullillah, ternyata Allah member jalan bagi saya,” kata Laila.

Ia mengakui kali pertama masuk kuliah mendapat banyak cibiran di kampungya, karena anak penarik becak kuliah ke Surabaya. Sehingga cibiran itu menjadi pelecut bagi dirinya untuk membutikan dirinya bisa.

Diungkapkan, setelah lulus SMA pada 2011 lalu, ia meneruskan kuliahnya di ITS Surabaya, mengambil Fakultas Teknologi Industri lalu melajutkan ke jenjang berikutnya S2 di ITS. Namun untuk masa kuliah S2 nya itu, Laila hanya ditempuh selama 3 bulan dan langsung masuk ke program S3 dengan beasiswa lewat Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU).

Dijelaskan, perjalanan dari S2 yang hanya tiga bulan dan bisa langsung ke S3, bukan perkara mudah. Melainkan harus melalui beberapa persyaratan khusus, termasuk nilai IPK minimal 3.5 dan seleksi panjang. Tapi karena IPK nya melebihi nilai batas yang ditentukan, yakni 4.0 maka dirinya bisa lolos ke S3 melalui jalur fast track.

Gadis penyuka program debat di TV Jepang ini mengatakan, dalam kaitannya mata kuliah di S3, ia satu-satunya mahaiswa di program dokotoral yang ditugas kampusnya atas biaya pemerintah mengadakan penelitian di Jepang selama satu tahun, pada pertengahan 2017 hingga pertengahan 2018 lalu.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved