Kabar Tulungagung
Modus Gadis Cilik Dipaksa Jadi Wanita Penghibur di Tulungagung, Ada yang Berasal dari Malang
Lima gadis cilik dipaksa menjadi wanita penghibur di Tulungagung, termasuk gadis dari Malang.
Penulis: David Yohanes | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG – Lima gadis cilik dipaksa menjadi wanita penghibur di Tulungagung, termasuk gadis dari Malang.
Gugus Tugas Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) memasukkan Tulungagung dalam peta rawan.
Tulungagung masuk wilayah pengirim maupun wilayah penerima korban TPPO.
Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) Tulungagung sedang mendampingi lima anak korban TPPO.
“Kami menangani lima klien anak yang sebelumnya dieksploitasi dan dijadikan wanita penghibur,” ujar Sunarto, Koordinator ULT PSAI Tulungagung kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (30/10/2019).
Sunarto menambahkan kasus TPPO yang melibatkan anak di Tulungagung terkait dengan menjamurnya tempat hiburan khusus.
Hingga pelosok pedesaan banyak berdiri warung kopi (warkop) karaoke.
Anak-anak ini ditemukan oleh polisi saat melakukan penindakkan.
“Lima anak klien kami semuanya pelimpahan dari kepolisian,” sambung Sunarto.
Dalam perkara TPPO dengan korban anak-anak, asal wilayah para korban saling silang.
Korban yang ditemukan di Tulungagung banyak yang berasal dari daerah lain, seperti Malang.
Sedangkan anak-anak Tulungagung dikirim ke wilayah lain, seperti Malang dan Trenggalek.
“Ada pula anak Tulungagung yang dipekerjakan di Tulungagung, tapi dipindah-pindah,” ungkap Sunarto.
ULT PSAI mendampingi proses hukum para korban, mulai dari penyidikan hingga putusan perkara.
Selain itu ULT PSAI juga mendampingi proses pemulihan kejiwaan, penerimaan keluarga dan mengembalikan mereka ke dunia pendidikan.
Sebab para korban ini rata-rata masih berusia setingkat SMP.
Lebih jauh Sunarto mengungkap, ada sekitar 30.000 buruh migran yang tercatat.
Anak-anak yang ditinggal orang tuanya ini menjadi anak-anak rawan, dan asa ketimpangan di sisi pengasuhan.
Anak-anak ini semakin rawan karena mereka menggandrungi gawai.
“Banyak kasus anak-anak ini terjebak dalam kehidupan yang serba instan. Mereka berusaha memenuhi semua keinginannya,” ucap Sunarto.
Anak-anak ini kemudian sangat rentan menjadi korban bujuk rayu.
Mereka gampang tertarik ditawari kerja dengan iming-iming gaji besar, meski tidak tahu jenis pekerjaannya.
“Setelah menjadi korban, dipekerjakan sebagai wanita penghibur, baru mereka sadar,” katanya.
Untuk mencegah anak-anak yang menjadi TPPO, ULT PSAI bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Dinas Sosial, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunagn Anak (Dinsos KB dan PPPA) memperluas desa layak anak.
Saat ini ada 154 desa di sembilan kecamatan yang ikut di dalam program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Selain itu Peraturan Bupati 36 tahun 2017, tentang penggunaan anggaran desa untuk perlindungan anak.
“Intinya kegiatan perlindungan anak harus ada di setiap desa,” terang Sunarto.