Universitas Brawijaya Malang
Bedah Buku Riwayat Korupsi sejak Era Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi di Kampus UB Malang
Bedah buku "Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia" dari era Daendels (1808-1811) sampai era Reformasi di FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Bedah buku "Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia" dari era Daendels (1808-1811) sampai era Reformasi di FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang tanpa kehadiran penulisnya, sejarawan Prof Peter Carey, Senin (4/11/2019).
"Pak Peter sakit karena kelelahan," jelas Abdul Wahid S IKok MA, moderator bedah buku.
Meski disayangkan, tapi sejarawan dari Jakarta, JJ Rizal, dan Dekan FISIP yang juga guru besar bidang etika Prof Dr Unti Ludigdo Ak, tetap membahasnya dengan peserta mahasiswa FISIP.
"Kalau Daendels kalian ingat tentang apa?" tanya Rizal pada mahasiswa. Mereka rata-rata ingat mengenai pembangunan jalan baru Anyer-Panarukan yang amat panjang hingga membelah gunung.
Tapi Daendels juga pengambil alih perusahaan VOC. Dia juga jatuh karena korupsi.
Kemudian korupsi juga terjadi sebelum Perang Diponegoro berlanjut di zaman Orde Baru hingga era Reformasi sampai 2017.
"Korupsi telah membudaya di seluruh kehidupan. Korupsi bisa merajalela karena tidak ada perasaan yang mendesak. Bahkan pelaku korupsi mudah dilupakan. Sehingga tetap ada yang bisa menang saat pilkada. Bahkan ada yang masih diberi posisi. Ini melampaui batas nalar kita," papar Rizal.

Sedang Prof Unti menyatakan tak mudah membedah buku Peter Carey. "Tapi ceruk yang diambil luar biasa karena ia sejarawan tapi juga menulis korupsi Indonesia juga. Sehingga saat membaca ada rasa yang beda seperti tidak membaca buku soal korupsi tapi seperti membaca buku," kata Unti.
Kelebihannya juga ada di data-data, naskah dan gambarnya. Ia menyatakan, banyak hal yang bisa digali dari buku ini dari berbagai perspektif mahasiswa di tiap prodi di FISIP UB Malang.
"Seperti buat mahasiswa Hubungan Internasional yang katanya sulit menentukan topik riset ada ruang-ruang di buku ini sebagai pemantik. Begitu juga bagi mahasiswa politik, sosiologi, komunikasi, psikologi, pemerintahan, kata Unti. Penulis berusaha menarasikan sejarah lebih konprehensif dengan mengangkat peristiwa di empat negara yaitu Indonesia, Belanda, Inggris dan Prancis.
"Di Inggris, untuk memutuskan korupsi butuh waktu 150 tahun. Bagaimana Indonesia? Usia Indonesia akan 75 tahun. Berarti masih butuh 75 tahun lagi. Alangkah nelangsanya negara ini," paparnya.
Di Inggris pada waktu itu pelaku korupsi ada yang digantung, ditembak mati di kapal. Bahkan bisa disebut pengkhianat bangsa.
Secara umum, korupsi adalah sebuah kegiatan yang menguntungkan diri sendiri baik di ranah privat dan publik.
"Luar biasa Pak Peter bisa menulis isu korupsi selama kurun waktu 200 tahun. Ini bukan hal gampang," ujarnya.
Tapi sebagai sejarawan, Unti menyatakan Peter memiliki banyak data sejarah dan tinggal diperspektifkan dalam dimensi korupsinya. "Pak Peter ini fokus dalam sejarah Pangeran Diponegoro," katanya.