Kabar Bandung
Orang Tua Kandung Diusir Warga Satu Kampung, Tega Aniaya Anak hingga Buta, Lumpuh & Hilang Ingatan
Orang tua kandung diusir warga satu kampung, tega aniaya anak hingga buta, lumpuh dan hilang ingatan, begini nasibnya sekarang.
Penulis: Sarah Elnyora | Editor: Adrianus Adhi
Jessica sempat dirawat beberapa hari di rumah sakit dan menjalani operasi sebanyak 4 kali akibat luka bakar serius di tubuhnya.
"Di rumah sakit Sangihe sudah 3 kali jalani operasi, dan di Manado sekali. Jadi sudah 4 kali," kata Nurlince Sahambangu, tante dari Jessica ketika ditemui Tribunmanado.co.id, Jumat (19/10/2018) di RSUP Kandou.
Selama di rumah sakit, Jessica berdoa agar ibunya mendapat pengampunan dari Tuhan. Hal tersebut diceritakan oleh salah satu kerabat Jessica.
"Dia (Jessica) juga sudah mendoakan sang ibu agar diberi pengampunan oleh Tuhan," kata Nurlince Sahambangu, salah satu kerabat Jessica, Selasa (23/10/2018).
Kondisi Jessica sempat membaik setelah menjalani perawatan, namun dalam sepekan terakhir kondisinya terus menurun. Pada hari Selasa (23/10/2018), Jessica dikabarkan telah meninggal dunia.
"Laporan yang saya terima memang meninggal pada pukul 14.08 Wita," ujar Direktur RSUP Kandou Malalayang Jimmy Panelewen.
Pihak kepolisian kemudian menahan OS atas kasus kekerasan terhadap anak hingga meninggal dunia.
Peneliti sebut kekerasan pada anak dilakukan oleh orangtua
Orangtua digadang-gadang memiliki kewajiban untuk menyayangi dan mendidik anak-anak dengan baik. Orangtua perlu memahami bagaimana cara menangani anak.
Selama ini, banyak pihak menganggap bahwa orang asing yang paling berisiko tinggi melakukan kekerasan dan pelecehan pada anak.
Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang dianggap sebagai sosok paling dekat dengan anak ternyata juga paling banyak menyumbangkan kekerasan bagi anaknya.
Dikutip dari Time.com, menurut National Child Abuse and Neglect Data System (NCANDS), 71,8% kasus pelecehan anak atau kelalaian terjadi di tangan orang tua korban pada tahun 2015.
Peneliti asal Amerika juga mempelajari fenomena serangkaian kasus 28 anak yang menderita kekerasan fisik, penelantaran , penyiksaan, dan penganiayaan psikologis, seperti meneror dan mengisolasi.
Berjudul "Child Torture as a Form of Child Abuse," studi ini mencakup kasus-kasus di mana anak-anak diperlakukan tak manusiawi, seperti tak diberi makanan karena tengah dihukum, dipaksa minum air toilet, kelaparan kronis, dengan semua akses ke makanan di rumah terkunci, dicekik sampai pingsan, ditikam dengan pisau, dibakar, dan dipukul kepalanya dengan benda-benda logam dan tongkat bisbol.
Penelitian yang diterbitkan pada tahun 2014 dalam Journal of Child and Adolescent Trauma , menemukan bahwa 36 persen dari anak-anak ini meninggal akibat penganiayaan dari orangtuanya dan penyiksaan bisa berlangsung hingga delapan tahun.
Dikutip dari Psychology Today, para peneliti menemukan adanya perbedaan kontras antara pelecehan dengan penyiksaan.
Biasanya, pelecehan dilakukan atas dasar kemarahan yang berlebihan dan kehilangan kendali diri oleh orangtua, dimana mereka seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan anak.
Penyiksaan lebih lama dan dirancang untuk menetapkan dominasi dan kendali atas jiwa seorang anak. Penyiksaan dilakukan untuk "mematahkan" seseorang secara fisik dan psikologis.
Diperkirakan bahwa 1 hingga 2 persen anak-anak yang dievaluasi untuk pelecehan di AS sebenarnya merupakan kasus penyiksaan, dimana 93 persen anak-anak dipukuli, 21 persen mengalami patah tulang, 89 persen sangat terisolasi, 61 persen secara fisik terkendali, dan 89 persen dibatasi dari makanan atau air.
Lebih lanjut, ancaman kematian yang spesifik dibuat menjadi 32 persen, dan hampir semua anak secara medis diabaikan, namun separuh memiliki riwayat rujukan sebelumnya untuk layanan perlindungan anak.
Seorang anak berusia 14 tahun yang diteliti dalam penelitian ini melaporkan dipaksa makan kecoak, laba-laba, dan serangga lain sebagai bentuk hukuman, termasuk upaya oleh keluarga untuk mencekoki tikus mati. Ayahnya mengikat tangannya di belakang punggungnya, menempelkan kantong plastik di atas kepala dan badannya, dan mengancam akan menenggelamkannya.