Pilwali Surabaya
Wawancara Ekslusif - Machfud Arifin Bicara Soal Persaingan di Pilwali Surabaya 2020
Munculnya sosok mantan Kapolda Jatim, Machfud Arifin menjadi idola banyak partai dalam Pilwali Surabaya 2020
Penulis: faiq nuraini | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM - Munculnya sosok mantan Kapolda Jatim, Machfud Arifin menjadi idola banyak partai dalam Pemilihan Wali Kota atau Pilwali Surabaya 2020 pada 23 September 2020.
Dalam waktu yang tidak lama, empat partai berbondong-bondong merekom mantan jenderal bintang dua ini.
PAN, PKB, Gerindra, dan Demokrat utuh memberikan tiket dalam waktu relatif cepat. Lebih cepat dari yang diperkirakan.
Diprediksi Machfud Arifin akan jadi lawan seimbang bagi calon yang diusung PDIP.
Seberapa kuat sebenarnya sosok mantan Kapolda Maluku Utara dan Kapolda Kalimantan Selatan dalam kontestasi Pilwali ini?
Berikut ini wawancara ekslusif wartawan SURYAMALANG.COM, Faiq Nuraini dengan Machfud Arifin.
Pertanyaan banyak orang, kenapa rela turun kelas demi berebut sekelas kursi wali kota Surabaya sebagai penerus Tri Rismaharini?
Memang level Kapolda adalah gubernur, kajati, atau Pangdam. Tapi menjadi kepala daerah sekarang bukan seperti zaman dulu.
Kalau ingin jadi gubernur jadi Pangdam dulu. Ini konteksnya demokrasi, rakyat lah penentunya.
Ini konteksnya mencari sosok pemimpin.
Artinya, tidak ada hubungannya dengan grade menurun?
Tidak ada hubungannya dengan turun kelas. Ini perkara pertarungan sosok di mata rakyat langsung.
Nek calon pemimpin welek-welek, sopo gelem milih (kalau calon pemimpinnya jelek-jelek, siapa yang mau memilih, red.).
Biar jenderal kalau tidak punya nilai tidak mungkin dipilih.
Apa yang mendorong Anda sehingga belakangan muncul sebagai jawaban keresahan calon wali kota dari sejumlah partai?
Saya profesional. Jadi polisi kemudian pangkat jenderal dan menjabat Kapolda Jatim sampai pensiun di tanah kelahiran.
Saya Bersyukur atas capaiain ini. Tapi saya paling gatal melihat sesuatu bukan pada porsinya. Termasuk Kota Surabaya.
Maksud kota ini tidak pada porsinya kenapa?
Saya masih ingat gegap gempita Asian Games yang digelar di Jakarta dan Palembang.
Pembukaan dan penutupan di dua kota itu. Kenapa bukan kota kedua yakni Surabaya. Minimal cabang olahraga digelar di Surabaya. Apa nyatanya.
Tidak boleh dibiarkan begini. Ini kota kedua setelah Jakarta.
Apakah itu dorongan kuatnya sehingga mau maju Pilwali, bukankah banyak tokoh mulai Pakde Karwo, Cak Imin, hingga Dahlan Iskan mendekati dan merayu Anda agar mau maju sebagai wali kota?
Passion saya adalah membangun. Saya gatal kalau melihat keadaan tidak sesuai porsinya dan yang tidak beres.
Mulai saya bangunkan rumah dinas polisi yang tidak layak hinga bikin rumah tahanan baru. Kapasitas 70 tahanan dijejali 250 orang.
Begitu juga masjid yang tidak ideal di Polda Jatim. Bukan perkara fisik tapi kebanggaan yang bedampak positif bagi kinerja.
Pemimpin yang punya kekuatan harus bisa mensejahterakan warganya. Begitu juga Surabaya tidak boleh demikian.
Kenapa baru belakangan muncul. Artinya sosok pendorong itu begitu kuat?
Soal sosok pendorong memang saya akui iya. Tapi barangkali ini jalan saya yang harus berjuang demi meneruskan Pembangunan di Surabaya.
Jalan Tuhan yang ditunjukkan kepada saya. Mereka ada yang merayu dan setengah memaksa juga.
Namun prinsip, saya harus bisa bermanfaat bagi hanyak orang.
Saat deklarasi sebagai calon wali kota, Anda memberi jaket kepada Presiden Persebaya Azrul Ananda. Inikah sosok milenial calon pendamping Anda nanti?
Banyak media mengaitkan pemberian jaket itu sinyal bahwa dia calon wakil wali kota saya nanti.
Saya jaketi terus dadi wakil. Kalau Mas Azrul mau. Tidak semudah dan sesederhana itulah. Takoko deke. Mosok aku mekso.
Saya diusung partai. Azrul kebetulan anaknya Pak Dahlan.
Kalau diusung partai, Anda tak punya hak menentukan wakil?
Sudahlah soal Azrul biarlah apa adanya itu. Soal wakil, tentu saya akan diskusi dengan partai karena saya diusung partai.
Namun saya harus mengajukan persyaratan sosok wakil saya.
Apa persyaratan yang Anda maksud. Haruskah milenial?
Tidak spesifik demikian. Namun saya sepakat dan tidak juga persis demikian.
Khusus wakil, saya hanya minta spesifikasi kepada partai dua hal penting.
Pertama, yang bisa mendulang suara saya secara optimal. Bukan ndompleng saya.
Kedua, saat jadi nanti tidak nyerimpeti saya. Gandeng renteng, bahu-membahu membangun Surabaya.
Tidak ada kejayaan tanpa kemenangan, tidak ada kemenangan tanpa kekuatan dan tidak ada kekuatan tanpa persatuan.
Begitu juga tidak ada persatuan tanpa kebersamaan. Ini prinsip saya.