Travelling
Kopi Aroma Apel Khas Kota Batu Ini Namanya Kopi Siman, Hasil Perpaduan Kebun Apel dan Kopi Bumiaji
Kopi-kopi itu tumbuh subur di antara pohon-pohon apel. Warnanya masih hijau. Di pohon apel, juga mulai berbuah, apel-apel kecil mulai bermunculan.
Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, BATU – Kota Batu banyak dikenal orang sebagai kota apel. Wajar, karena apel begitu melimpah di Kota Batu.
Namun, masih belum banyak orang yang tahu ada kopi beraroma apel khas Kota Batu.
Untuk mendapatkan sensasi dan merasakan langsung kopi aroma apel itu, bisa datang ke Kampung Kopi Aroma Apel, Dusun Buludendeng, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
• Arema FC Abaikan Persib Bandung di Liga 1 2020, Demi Raih Kemenangan Pertama
• Jembatan Penghubung Dua Kecamatan di Jember, Patrang dan Sukorambi, Terputus Setelah Ambruk
• Seteru Lucinta Luna, Gebby Vesta Ingin Dimakamkan Sebagai Lelaki: Implan Payudaraku Belek Aja
Oktavian Dwi Suhermanto, merupakan seorang pemuda dari Desa Bulukerto yang mencoba mengembangkan kopi aroma apel ini.
Di kebun apel yang berada di belakang rumahnya, terdapat 60 pohon kopi yang tumbuh berdampingan dengan pohon apel.
Beberapa pohon kopi lainnya baru saja ditanam.
“Karena karakter kopi itu mempunyai kecenderungan menyerap aroma sekitar,” kata Herman, sapaan akrabnya ketika ditemui SURYAMALANG.COM.

Kopi-kopi itu tumbuh subur di antara pohon-pohon apel. Warnanya masih hijau. Di pohon apel, juga mulai berbuah, apel-apel kecil mulai bermunculan.
“Pertengahan tahun ini apelnya panen,” imbuh Herman menjelaskan.
Kopi yang dihasilkan Herman ini diberi nama Siman. Nama Siman memiliki sejarah tersendiri.
Pada awalnya, keluarganya hanya memiliki lahan apel.
Kemudian, melakukan eksperimen dengan menanam sejumlah tanaman lain di lahan apel, termasuk kopi.
“Namun ternyata berdampak buruk pada apel. Hingga akhirnya tingga satu jenis tanaman saja yakni kopi,” ujar Herman.
Keberadaan kopi ini sempat ingin dimusnahkan. Namun kemudian ayahnya Herman melarang, justru menyuruh Herman merawat kopi dengan baik.
Dengan adanya satu jenis tanaman yang tumbuh di lahan kopi itu, Herman menyebutnya dalam bahasa Jawa yakni siji dieman atau satu disayang.
Siji dieman itu disingkat Siman. Maka jadilah nama kopinya Siman.
Namun sebelumnya Herman sudah memiliki ketertarikan dengan kopi sejak masih kuliah. Mahasiswa Jurusan Kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini sempat praktik kerja lapang (PKL) di kebun kopi di Kabupaten Bondowoso.
Di sana, ia mengetahui adanya kopi yang berharga mahal.
Ia pun berpikir hal tersebut bisa diterapkan di Kota Batu. Apalagi, Herman mengetahui sendiri kalau di Kota Batu juga memiliki banyak tanaman kopi.
Terinspirasi dari pengalamannya PKL itulah, Herman mulai menggeluti dunia perkopian.
Ia bahkan sempat bekerja di beberapa tempat sekadar untuk bisa membuat kopi dengan seduhan yang tepat.
Kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarga, Herman mengembangkan potensi yang ada.
Keluarganya kerja bersama mengelola kopi yang kini semakin banyak tumbuh di lahannya.
Dikatakan Herman, ayahnya bertanggungjawab terhadap kondisi hingga jadwal panen kopi di lahan.
Pasca panen, menjadi tanggungjawab ibunya.
Kemudian, Herman sendiri bertugas untuk memasarkan produk kopi yang sudah diolah.
Sebuah mesin penggiling kopi bantuan dari Dinas Pertanian Kota Batu diakui Herman banyak membantu pekerjaannya.
Dalam sehari, bisa menghasilkan puluhan kilogram kopi. Kemudian dikemas dengan bagus dan dipasarkan.
Herman mengatakan, pemasarannya saat ini masih berputar di kawasan Kota Batu. Ia pun harus bekerja keras agar pemasarannya bisa tembus luar kota.
Produknya berupa bubuk maupun biji-bijian atau istilahnya dalam green bean.
Untuk harga produk kopi bubuknya ada 2 yaitu 100 Gram harganya Rp 20 ribuan, 200 Gram harganya Rp.40.000.
Sedangkan untuk produk olahan green bean, harganya mencapai Rp.350.000 per 5 Kg-nya.
“Biasanya kami memanen kopi ini selama satu tahun menghasilkan sekitar 600 Kg lebih dengan luas lahan 10 hektar milik petani yang tergabung dari Kelompok Tani Sri Makmur. Dari hasil panen tersebut kita olah dan kemas menjadi produk olahan yang kami beri nama Kopi Siman,” jelasnya.
Omset yang didapat dalam sebulan bisa mencapai RP 4 juta. Pendapatan itu dinilai masih cukup ideal. Bahkan bisa melunasi hutang Rp 10 juta yang digunakan untuk memodali usahanya di awal.
Herman menjelaskan penanaman kopi yang ia lakukan terbagi menjadi 2 tahap yakni tahap hulu dan hilir.
Pada tahap hulu meliputi penanaman, perawatan, pengendalian hama, pemanenan, hingga proses pasca panen. Sedangkan untuk tahap hilir meliputi roasting atau penggorengan kopi, penumbukan, hingga pengemasan produk.
Lebih jelasnya dalam tahap penanaman, biasanya dilakukan saat bulan basah atau lebih tepatnya saat musim hujan. Setelah melakukan penanaman, kemudian dilakukan perawatan dengan cara pruning/ wiwil istilah yang digunakan untuk memperbaiki dan mengatur arah cabang kopi.
Selain itu juga ada pengendalian hama tanaman. Biasanya tanaman kopi mengalami penyakit hama trips hitam dan Hemilia Vastratrix (Karat daun). Untuk mencegah hama tersebut, dilakukan dengan cara pemberian pupuk kandang, baik itu pupuk kandang cair maupun padat.
“Pemberian pupuk tidak boleh telat. Dalam setahun hanya sekali saja diberi pupuk, yakni ketika musim kemarau,” terangnya pria kelahiran 23 Oktober 1996 ini.
Usai melakukan pengendalian hama tanaman, dilakukan proses pemanenan yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Biasanya dalam pemanenan kopi ini, menghasilkan sebanyak 8 Kg glondong basah yang masih berbentuk buah merah. Setelah itu, dilakukan proses pasca panen yang meliputi proses basah dan kering (proses natural dan proses wos).