Virus Corona di jatim

RSUD dr Soetomo Sempat Crowded Pasien Covid-19, Gubernur Jatim Sampaikan Imbauan Pada Pemda

Setidaknya ada sebanyak 35 pasien dari wilayah Surabaya yang dirujuk ke RSUD Dr Soetomo, dengan tanpa melakukan koordinasi dengan rumah sakit

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Fatimatus Zahroh - Sofyan Arif Candra
Kolase - Foto pesan yang ditempel di kaca di UGD Dr soetomo yang sempat viral (kiri) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Pawaransa 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Pawaransa meminta Pemerintah Daerah di seluruh Jatim untuk saling menjaga dan memperhatikan dengan ketat sistem rujukan pasien ke Rumah Sakit Rujukan di tengah pandemi covid-19.

Imbauan itu dilontarkan Khofifah pasca adanya 'crowded' di RSUD Dr Soetomo, di mana puluhan pasien yang dirujuk ke RSUD Dr Soetomo tanpa koordinasi pada dua hari yang lalu oleh Command Center 112 Surabaya.

Wanita yang juga gubernur perempuan pertama Jatim ini meminta agar setiap Pemda di masing-masing daerah menjaga tata krama dan etika di dunia kesehatan saat merujuk pasien covid-19 ke rumah sakit rujukan demi kebaikan bersama.

"Di tengah masa sulit seperti ini, tolong tetap saling menjaga tata krama, regulasi, dan mekanisme rujukan pasien. Kalau misalnya membawa pasien, kemudian tidak dikoordinasikan lebih dulu dengan rumah sakit rujukan yang dimaksud, lalu pasien ditinggal begitu saja, tentu yang menjadi korban adalah pasien dan orang lain di tempat tersebut," ungkap Khofifah, Senin (18/5/2020), di Gedung Negara Grahadi.

Setidaknya ada sebanyak 35 pasien dari wilayah Surabaya yang dirujuk ke RSUD Dr Soetomo, dengan tanpa melakukan koordinasi dengan rumah sakit yang bersangkutan.

Seperti mengecek ketersediaan bed, mengkoordinasikan adanya ruang isolasi dan terlebih kemarin juga pasien covid-19 yang dibawa oleh tim dari Surabaya tersebut kemudian ditinggal begitu saja tanpa ada pendampingan.

Padahal pasien yang dirujuk tersebut adalah pasien yang terinfeksi covid-19 yang jika tidak ditangani sesuai standar prosedur maka akan membayakan pasien maupun tenaga kesehatan serta siapapun yang ada di sekitarnya,

"Setiap rumah sakit rujukan, atau lembaga manapun lah, itu ada komandannya. Masing-masing lembaga juga ada tertib administrasinya, jadi kalau pasien dibawa ke UGD lalu ditinggal, sedangkan bed belum dikoordinasikan ada atau tidak, tentu bisa menimbulkan persepsi negatif dari pasien seolah mereka tidak ditangani secara layak," tegas Gubernur Khofifah.

Tak ingin hal tersebut terulang, Gubernur Khofifah meminta agar setiap tim gugus tugas maupun seluruh elemen di seluruh Jawa Timur untuk memahami tata krama yang dimaksud dengan menghormati setiap sistem yang berlaku di rumah sakit rujukan.

Dalam penjelasannya, Khofifah juga mencatut regulasi PP No 21 Tahun 2008 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Di PP itu, tepatnya di pasal 28, disebutkan bahwa dalam hal terjadi bencana di tingkat kabupaten kota, Kepala BPBD kabupaten kota yang terkena bencana mengerahkan SDM, peralatan, dan logistik sesuai dengan kebutuhan ke lokasi bencana.

Kemudian di ayat dua juga disebutkan dalam hal pengerahan SDM, peralatan dan logistik di kabupaten kota yang bersangkutan tidak tersedia, maka pemkab atau pemko bisa meminta bantuan ke kabupaten kota terdekat baik dalam satu wilayah satu provinsi maupun di wilayah provinsi yang lain.

Masih di pasal yang sama, disebutkan, Pemkab atau Pemkot yang meminta bantuan ke pemda terdekat, diwajibkan menanggung biaya pengerahan dan mobilisasi SDM, peralatan dan logistik dari kabupaten kota yang lain yang mengirimkan bantuan.

"Kalau evakuasi pasien kemudian setelah sampai di RS lalu ditinggal begitu saja, lalu bagaimana? Saya ingin mengingatkan, kita semua punya tugas dan kewajiban memberikan perlindunan terhadap nyawa dan jiwa dari warga di mana kita mendapatkan mandat. Jadi saya minta tolong kalau masing-masing tim gugus tugas di Jatim belum tahu aturan ini mudah mudahan sekarang sudah mau membaca PP No 8 tahun 2012 ini," tegas Gubernur Khofifah.

Tidak sampai di sana, Gubernur yang juga mantan Menteri Sosial RI ini juga melanjutkan penjelasan di ayat ke 4, Pasal 28, PP No 8 tahun 2012.

Dalam ayat tersebut dijelaskan, jika SDM, peralatan, dan logistik di kabupaten kota terdekat tidak tersedia, pemkab atau pemkot yang terkena bencana bisa meminta support ke provinsi setempat.

"Kalau sekarang ini nggak pake minta, kita Pemprov Jatim sudah support sejak awal. Mari semunya, kita menjaga tata krama, karena tata krama di kehidupan itu penting bagi semua. Di suasana seperti ini, tolong masing-masing kita dalam situasi yang saling menjaga, dan sama-sama mencari solusi," pungkas Gubernur Khofifah.

Sementara itu Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur yang juga Dirut RSUD Dr Soetomo Joni Wahyuhadi mengatakan pihaknya mempersilahkan setiap rumah sakit maupun Tim 112 Surabaya yang akan merujuk pasien ke RSUD Dr Soetomo untuk berkoordinasi lebih dulu melalui layanan call center, dan screening center maupun koordinasi antar direktur rumah sakit.

Menurutnya hal tersebut sangat penting dalam menjaga kualitas layanan pada pasien.

"Dalam keadaan seperti itu menyebabkan petugas kerepotan dalam menempatkan pasien dimana supaya tidak menular ke yang lain," kata Joni.

Penjelasan RSUD dr Soetomo

Sebelumnya, Dirut RSUD dr Soetomo, Joni Wahyuhadi mengklarifikasi informasi yang viral bahwa IGD RSUD dr Soetomo sudah tidak bisa menerima pasien pada Minggu (17/5/2020) adalah tidak benar.

Joni menjelaskan, IGD RSUD dr Soetomo hanya tidak menerima pasien sementara waktu karena ada penumpukan pasien yang diduga pasien Covid-19 dan saat itu belum mendapatkan ruang isolasi.

"Tadi malam (Sabtu, 16/5/2020) di RS dr Soetomo terjadi kedatangan pasien dengan Covid-19 cukup banyak, sampai pagi (Minggu, 17/5/2020) masih tersisa 34-35 pasien di UGD," kata Joni saat konferensi pers, Minggu (17/5/2020) malam.

Pasien tersebut, menurut keterangan Joni ada yang datang sendiri tapi sebagian dibawa oleh KMS 112 (command center Pemkot Surabaya) ke RSUD dr Soetomo tanpa komunikasi terlebih dahulu.

"Begitu saja ditaruh di UGD dan ditinggal. Seperti itu akan membuat petugas kerepotan menempatkan dimana agar tidak menular ke yang lain," lanjut Joni.

Perawat pun mengusahakan agar pasien-pasien tersebut segera mendapatkan ruangan hingga pukul 08.00-08.30 WIB pasien masih menumpuk padahal pada jam tersebut adalah waktu disinfeksi UGD.

"Akhirnya tim di UGD minta waktu, para perawat lalu menulis di kaca. Saya juga tidak tahu siapa yang memfoto dan share kemana-mana dikira IGD nya tutup padahal ini jeda waktu untuk melakukan evakuasi disinfeksi ruangannya," lanjut Joni yang juga Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur.

Selama jeda waktu tersebut, perawat dan petugas melakukan disinfeksi UGD serta menyiapkan ruangan untuk pasien akut sebagai ruang isolasi tambahan.

"Jadi karena 'kegeruduk' akhirnya membuka (ruangan) yang seharusnya untuk pasien akut, karena pasien akut sekarang tidak banyak, jadi kita pindah dulu," ucapnya.

Untuk itu, Joni meminta kepada siapa saja yang memotret dan menyebarkan foto tersebut ada baiknya untuk melakukan verifikasi terlebih dahulu.

"Cobalah sebelum di share ditanya kenapa ada tulisan itu, disana kan ada banyak orang (yang bisa ditanya)," lanjutnya.

Lebih lanjut, kepada siapapun yang akan melakukan rujukan, Joni meminta agar melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak RSUD dr Soetomo.

"Di Soetomo ada 4 nomor (call center), semua sudah tahu. Kalau susah langsung kontak direkturnya tidak apa-apa," ucap Joni.

"Jadi tidak etis kalau pasien dibawa ke UGD terus ditaruh begitu saja terus ditinggal begitu. Menyalahi PMK rujukan nomor 1 tahun 2012 juga secara etika tidak baik. Memang saat ini di dalam kondisi yang sulit, tapi marilah kita tetap di dalam standar," lanjutnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved