Berita Tulungagung Hari Ini

Jembatan Lembupeteng Ditutup, Jembatan Gantung Ini Jadi Penolong Warga Tulungagung

Jembatan gantung penghubung Desa Waung, Boyolangu dan Kelurahan Kedungsoko, Tulungagung, kini menjadi sangat ramai

Penulis: David Yohanes | Editor: isy
david yohanes/suryamalang.com
Jembatan Gantung Kedungsoko-Waung Tulungagung. 

SURYAMALANG.COM | TULUNGAGUNG - Jembatan gantung penghubung Desa Waung, Boyolangu dan Kelurahan Kedungsoko, Tulungagung, kini menjadi sangat ramai. Setiap pagi dan sore hari terjadi antrean panjang pemotor di jembatan pertolongan ini.

Jembatan bergoyang ini kini menjadi akses utama bagi para pemotor untuk melintasi Sungai Ngrowo. Kondisi ini sebagai dampak penutupan Jembatan Lembupeteng selama dua bulan, untuk rehabilitasi.

Karena banyaknya para pemotor yang akan melintas, warga setempat menjaga jembatan di ke dua ujungnya. Mereka mengatur agar pemotor yang melintas, agar tidak saling berebut.

Menurut Ketua RT 5 RW 1 Dusun Kalituri, Desa Waung, Kecamatan Boyolangu, Totok Hariyanto (45), warganya sudah siaga sejak hari Senin (3/8/2020).

"Info awalnya kan Senin sudah ditutup, tapi ternyata molor sehari. Jadi mulai Selasa pagi kami mulai berjaga," ujar Totok, Rabu (5/8/2020).

Sebelumnya sempat terjadi keributan di antara pemotor yang tidak tertib.

Mereka berebut saling mendahului untuk masuk ke jembatan ini.

Ada pula pengendara dari kedua arah tidak mau bergantian, sehingga terjadi konflik.

"Jalannya kan harus gantian dari ke dua sisinya. Kalau tidak ada yang mau ngalah, jadinya malah ribut," ucap Totok.

Jembatan gantung sepanjang 42 meter dan lebar dua meter ini dibangun oleh Kementeriam PUPR RI dan statusnya masih di bawah kementerian.

Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung sebenarnya sudah menutup jembatan ini karena dianggap tidak layak.

Namun kini, jembatan gantung malah menjadi penolong utama warga selama Jembatan Lembupeteng ditutup.

Secara swadaya warga memperbaiki setiap kali ada lubang di lantai jembatan.

Totok juga mengizinkan warganya memungut sumbangan sukarela untuk biaya operasional.

Termasuk berjaga-jaga jika ada kerusakan lantai jembatan.

"Kami bagi tiga shift untuk berjaga, terutama pagi dan sore. Kalau malam tidak prioritas karena kan sudah sepi," tutur Totok.

Sekali jalan rata-rata ada 15 pemotor yang melintas.

Warga juga menyediakan penolong bagi kaum ibu yang takut melintas di jembatan ini.

Sebab jembatan ini terus bergoyang jika ada pembebanan di atasnya.

"Apalagi jika ada motor yang ngebut di atas jembatan, atau terlalu banyak motor yang melintas," pungkas.Totok.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved