Berita Malang Hari Ini
MCW Soroti Pengadaan Wifi di Tiap RW oleh Pemkot Malang, Awas Tumpang Tindih dengan Kemendikbud
Di Kota Malang, program ini dianggarkan melalui PAK ABPD 2020 berupa pemberian fasilitas wifi gratis di 551 titik RW di Kota Malang.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Dyan Rekohadi
Penulis : Sylvianita Widyawati , Editor : Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, MALANG - Malang Corruption Watch (MCW) menyoroti program penyediaan fasilitas fasilitas Wifi Gratis oleh Pemkot Malang dikaitkan dengan bantuan bagi siswa untuk Belajar Dari Rumah (BDR).
Di Kota Malang, program ini dianggarkan melalui PAK ABPD 2020 berupa pemberian fasilitas wifi gratis di 551 titik RW di Kota Malang.
Di sisi lain ada kebijakan dari Kemendikbud tentang bantuan paket data buat siswa, mahasiswa, guru dan dosen.
Pemprov Jatim juga sudah menyalurkan bantuan internet gratis berupa kartu perdana yang mulai dibagikan ke siswa SMA, SMK dan SLB se Jatim.
Ahmad Adi, Badan Pekerja MCW, Unit Pendidikan Publik menyatakan, program Pemkot Malang itu memakan dana APBD senilai Rp 1, 2 M ini turut mendukung konsep Smart City Kota Malang.
Yaitu fokus pemerataan akses internet di setiap wilayah.
"Di saat yang bersamaan Pemerintah Pusat juga menganggarkan dana dari APBN (PMK Nomor 394/KMK.02/2020) untuk bantuan kuota internet selama 4 bulan (dari bulan September hingga Desember)," jelas Adi dalam rilisnya, Selasa (8/9/2020).
Bantuan Kemendikbud itu untuk membantu pelaksanaan PJJ karena masih pandemi Covid-19.
"Dalam konteks rencana pemasangan Wifi ini, Pemerintah Kota Malang, maka harus memiliki konsep yang jelas. Mulai dari rencana, pelaksanaan dan implementasinya. Sehingga rencana pengadaan Wifi di masing-masing RW dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran," kata dia.
Dengan kebijakan pemberian fasilitas Wifi tersebut berpotensi kurang berjalan secara efektif. Sebab ada tumpang tindih kebijakan. "Di satu sisi Pemkot Malang berupaya memasang Wifi untuk pembelajaran daring. Tapi di saat yang bersamaan pemerintah pusat lewat Kemendikbud sudah menanggung pembelajaran daring siswa melalui pemberian kuota internet selama empat bulan," ujarnya.
Maka sangat mungkin siswa lebih memilih untuk memaksimalkan kuota paket data dari Kemendikbud dibanding harus belajar ke Balai RW.
Sebab pemasangan wifi itu berpotensi tidak hanya digunakan untuk keperluan pembelajaran siswa sekolah. Tapi bebas diakses masyarakat luas, sehingga malah memicu orang untuk berkerumun.
Karena itu disarankan agar pemasangan Wifi tersebut harus melalui uji verifikasi kriteria terlebih dahulu.
Di mana pemasangan wifi tidak cukup hanya dilakukan di Balai RW, tapi mengutamakan ruang publik yang cukup luas seperti masjid, mushola, taman, balai warga, atau tempat luas lainnya yang bisa menampung siswa sesuai dengan tentunya tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Sebab tidak semua balai RW bisa menampung orang dengan jumlah yang banyak. Karena itu, Pemkot Malang harus menjamin kebijakan Wifi gratis ini tepat sasaran.
Seperti tingkat kepadatan wilayah. Sebab jika hanya dipasang di Balai RW, maka akan muncul kecemburuan sosial untuk siswa yang rumahnya jauh dari Balai RW.
"Pemkot Malang juga harus mencegah adanya potensi penyalahgunaan akses internet dengan memfilter akses. Terutama situs-situs tertentu yang dilarang, game, sosial media, dll," tegas Adi.
Sehingga perumusan kebijakan tidak hanya mengacu pada asumsi-asumsi saja tetapi mengedepankan konsep perencanaan kebijakan publik yang benar.
Untuk itu, Pemkot Malang perlu mengkoordinasikan kebijakan ini dengan stakeholder terkait seperti dengan pihak RT atau RW.
Maka perlu adanya keterlibatan dari masyarakat yang ikut mengawal pembelajaran siswa yang dilakukan di masing-masing titik yang dipasang wifi tersebut.
Termasuk memastikan siswa menjalankan sesuai protokol kesehatan seperti memakai masker, hand sanitizer, jarak antar siswa minimal 1 meter.
Paling penting lainnya adalah pemerintah juga harus memikirkan kapasitas guru dalam membimbing siswa melakukan pembelajaran daring.
Serta menjamin adanya kurikulum untuk proses belajar selama masa pandemi ini. Pemerintah tidak boleh hanya berfokus pada pasokan akses internet saja. Tapi juga memikirkan kemampuan guru, konsep pembelajaran siswa yang jelas.
Sehingga tidak memberikan beban berat kepada wali murid saat anaknya melakukan pembelajaran dari rumah.
Sementara itu, data nomer HP siswa sedang didaftarkan lewat Dapodik oleh operator sekolah paling lambat 11 September 2020.
M Hasan Chabibie, Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud dalam webinar "Program Bantuan Kuota Internet Dukung BDR" menyampaikan, setelah seluruh data nomer HP siswa divalidasi dan diverifikasi, maka nanti akan ada penandatangan oleh Kasek dan rektor terkait kebenaran nomer HP siswa, guru, mahasiswa dan dosen.
"Sampai saat ini masih ada 27 juta nomer HP siswa, guru, dosen dan mahasiswa. Ini masih jauh jumlahnya," jelasnya di webinar.
Data yang masuk nanti akan diserahkan ke provider. Ada lima besar operator yang akan menginjeksi paket data. Yaitu Telkomsel, XL, Indosat, Smarfren dan 3.
Nomer-nomer HP yang tidak bisa diinjeksi oleh provider akan dilaporkan. Bisa jadi masa tenggang habis atau memakai pascabayar. Pemberian bantuan ini berupa paket data, bukan pulsa.
Per siswa SD-SMK dapat 35 GB, guru 42 GB, mahasiswa dan dosen masing-masing 50 GB.
Secara nasional Kemendikbud akan menyalurkan bantuan kuota internet gratis dari dana APBN selama Rp 7,2 triliun selama empat bulan sampai Desember 2020.