Demi Utang 70 Juta, Erdina Potong Jari Sendiri, Kini Dipenjara 7 Bulan
Terlilit utang membuat Erdina Br Sihombing nekat melakukan segala cara mulai potong jari & berbohong telah dibegal hingga akhrinya dipenjara 7 bulan.
Penulis: Frida Anjani | Editor: Adrianus Adhi
Penulis: Frida Anjani | Editor: Adrianus Adhi
SURYAMALANG.COM - Terlilit utang sebanya Rp 70 juta membuat Erdina Br Sihombing nekat melakukan segala cara.
Ibu berusia 54 tahun asal Medan ini bahkan nekat potong jari sendiri dan ngaku dibegal yang sempat mengegerkan warga.
Aksi Erdina ini ia lakukan demi mendapatkan simpati hingga akhirnya dirinya memiliki waktu lebih untuk bisa melunasi utangnya.
Namun, ternyata rencana Erdina tidak berjalan mulus.
Akibat kabar bohong dirinya yang mengaku telah dibegal membuat Erdina divonis tujuh bulan penjara.

Erdina Br Sihombing (54) terdakwa kasus penyebar berita bohong, yang mengaku jarinya dipotong karena dibegal, divonis 7 bulan penjara di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri Medan, Senin (07/12/2020).
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erdina Br Sihombing dengan pidana penjara selama 7 bulan penjara," kata majelis hakim yang diketuai Riana Pohan dikutip dari Tribun Medan.
Majelis hakim menilai perbuatan warga Jalan Perjuangan I, Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak ini terbukti bersalah melanggar Pasal 220 KUHPidana.
“Yakni memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan,” kata hakim.
Menanggapi putusan tersebut, terdakwa melalui penasihat hukumnya Andreas SH maupun JPU Chandra Naibaho menyatakan pikir-pikir.
Putusan majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU Chandra Naibaho yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 bulan.
Dalam dakwaan JPU Chandra Naibaho, disebutkan bahwa perkara ini bermula pada Jumat (1/5/2020) subuh, terdakwa Erdina pergi berjalan menuju Jalan Mamiyai Gang Senggol Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area dengan membawa sebilah parang yang diambil dari rumahnya.

Saat itu, Erdina memiliki banyak utang kepada enam orang yang seluruhnya berjumlah kurang lebih Rp 70 juta.
“Sehingga timbul niat terdakwa untuk memotong jari tangan terdakwa agar menimbulkan keonaran dan kepanikan di kalangan masyarakat," ujar Chandra dalam dakwaannya.
Saat berada di Jalan Mamiyai Gang Senggol Kelurahan Tegal Sari III, terdakwa mengambil pecahan batu bekas cor semen yang berukuran 10 cm x 15 cm.
Batu cor semen tersebut dilapisi dengan kain sarung yang kemudian dibawa terdakwa dari rumahnya.
Erdina kemudian meletakkan empat jarinya di atas batu itu lalu memotong jari tangannya hingga putus.
Kemudian terdakwa langsung membungkus tangannya yang berdarah dengan kain sarung.
"Sedangkan keempat jari tangan itu dimasukkan ke dalam plastik lalu terdakwa berjalan 100 meter dan membuang plastik itu ke dalam parit," jelas JPU.
Selanjutnya terdakwa menghubungi saksi Lagu Mehuli Br Gintingdan mengatakan, “Tolong aku eda bawa berobat aku di Gang Senggol, aku mau bunuh diri”.
Kemudian saksi Lagu Mehuli bersama saksi Laba Sinulingga membawa terdakwa ke Rumah Sakit Murni Teguh untuk mendapatkan perawatan.
Saat itu saksi M Yusuf yang merupakan satpam Murni Teguh sempat bertanya dan dijawab terdakwa bahwa dirinya telah dirampok atau begal.
"Agar orang yang berada di sekitarnya percaya bahwa terdakwa dirampok dan dibegal sehingga anak terdakwa yang bernama Nico Johan Saputra Manurung membuat laporan ke kantor kepolisian Polrestabes Medan," ujarnya.
Petugas kepolisian lalu melakukan pemeriksaan dan pengecekan kelokasi kejadian seperti yang disampaikan terdakwa, namun menemukan kejanggalan atas pengakuan terdakwa tersebut.
Terdakwa kemudian diperiksa di Polda Sumut, dan akhirnya mengakui sengaja menyampaikan berita bohong bahwa dirinya dirampok dan dibegal.
"Agar masyarakat dan orang-orang yang memberikan utang kepada terdakwa percaya bahwa terdakwa benar dirampok dan dibegal sehingga mereka merasa kasihan dan iba, lalu memberikan waktu untuk menagih utang kepada terdakwa," kata JPU.
Perbuatan terdakwa Erdina Br Sembiring sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana atau kedua Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, atau ketiga Pasal 220 KUHP.