Berita Batu Hari Ini
Kuatkan Ikatan Anak dan Orangtua Lewat Permainan Edukatif saat Pandemi
Ditambahkanya, saat bermain, maka anak-anak akan memaksimalkan indra yang dimiliki anak.
Penulis: Benni Indo | Editor: isy
SURYAMALANG.COM | BATU – Tidak sedikit orangtua yang begitu khawatir jika anaknya bermain, apalagi bermain permainan kotor-kotoran.
Orangtua banyak menginginkan anaknya menjadi pasif, diam anteng tidak banyak tingkah.
Padahal, justru dalam permainan itulah anak-anak banyak belajar.
Hal itu disampaikan Novia Maulina, seorang pegiat permainan anak dari Kota Batu.
Novia menuturkan saat bermain, anak-anak akan memaksimalkan indra yang dimiliki anak.
“Jadi sebenarnya, konsep bermain itu, mereka bermain bukan sekadar bermain. Tugasnya anak-anak memang bermain. Di sana mereka belajar dan bermain itu proses mereka belajar. Jangan dianggap remeh bermain karena main mengkoordinasi semua indra,” ujarnya, Senin (28/12/2020).
Apalagi di saat pandemi seperti ini, bermain bisa mengatasi kecemasan yang terjadi pada anak.
Novia memberikan materi permainan yang menjadi media pembelajaran kepada 10 anak berusia 4 hingga 7 tahun di Desa Sumbergondo, Kota Batu, Senin (28/12/2020).
Kegiatan itu diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang melaksanakan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa dari kelompok 36 Gelombang 14.
Novia yang juga dosen farmasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang tersebut mengungkapkan, pandemi membuat banyak orang menghabiskan waktu di dalam rumah.
Situasi diakuinya bisa mengakibatkan kejenuhan.
Maka dari itu, harus ada cara untuk mengobati kejenuhan tersebut, salah satunya berinteraksi dengan anak.
Membuat mainan dengan peralatan sederhana, yang dapat ditemukan di rumah bisa menjadi solusi agar kedekatan orangtua dan akan semakin erat saat harus berada di rumah karena pandemi Covid-19.
“Sekarang ini kami membangun psikis orangtua dan anak-anak. Bosan itu pasti, untuk mengatasi stres itu bagaimana? Mengajarkan membuat mainan dengan bikin sendiri. Kalau bikin sendiri itu menyenangkan dan lebih dekat dengan orangtua,” ungkapnya.
Salah satu yang diajarkan kepada anak-anak dari Desa Sumbergondo adalah membuat mainan dari bahan-bahan dapur.
Permainan anak-anak yang seperti letusan gunung berapi dapat menarik perhatian.
Novia menyebutnya sebagai fun science. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah mangkok, botol, cuka, kemudian ada baking soda, pewarna makanan dan sabun cair.
Hal pertama yang dilakukan yakni memasukan cuka ke botol.
Lalu dikasih pewarna dan sabun. dikocok sedikit, lalu ditaburkan baking soda.
“Terus dikocok akan kuat dan akan meluap seperti larva. Jadi bisa membuat mainan sederhana seperti itu dan lagipula itu aman karena terbuat dari bahan bumbu-bumbu makanan,” paparnya.
Di tempat yang sama, bagian Hubungan Masyarakat PPM Kelompok 36 Gelombang 14, Rika Ayu Purnama Sari mengemukakan, kelompoknya menyelenggarakan beberapa program selama sebulan melaksanakan PMM hingga pertengahan Januari mendatang.
Salah satunya adalah mengedukasi masyarakat mengatasi kecemasan di saat pandemi berlangsung.
Di samping itu, juga untuk menyadarkan anak-anak agar tidak kecanduan gawai.
Dikatakan Rika, anak-anak banyak kecanduan gawai dan menonton konten yang tidak sesuai dengan usianya.
Hal itu dikhawatirkan memberikan dampak buruk kepada anak-anak yang masih kecil.
“Hari ini, kami sosialisasi dan workshop kepada anak dan orangtuanya. Kami ingin ajarkan bagaimana asyiknya bermain dengan belajar supaya tidak terpaut dengan gawai. Kami menggandeng Fun Learning untuk memberikan materi bermain sambil belajar,” katanya.
Banyak hal yang dilakukan orangtua dan anak saat mengikuti workshop.
Rika berharap, keterlibatan ataupun kerjasama anak dan orangtua tersebut bisa diteruskan di rumah.
Menurut Rika, anak-anak sejatinya sangat senang membuat mainan sendiri.
Hal tersebut sebaiknya mendapat dukungan dari orangtua.
“Anak-anak senang membuat mainan sendiri, namun ketika mereka main gawai, yang dilihat bukan kontennya mereka. Kadang orang tua juga tidak mengawasi. Banyak sinetron yang mengajarkan dari kecil pacaran, jadi tidak bagus. Dari situ kami berpikir agar anak-anak tidak ketagihan gawai,” papar mahasiswa Ilmu Pemerintahan tersebut.
Pengalamannya sendiri yang memiliki adik, jika sudah memegang gawai, susah untuk melepaskannya.
Kalaupun bisa dilepas, anak cenderung memberontak.
“Untuk mengerem seperti itu, tentunya mainan seperti ini bisa menjadi solusi,” ujarnya.
Masa pandemi, masa ketika banyak menghabiskan waktu di rumah, harus menjadi sarana menguatkan ikatan anak dengan orangtuanya.