Kelas Sufla, Kelas Wustho, dan Kelas Ulya di Musyawarah Pagi Ponpes Masjid Agung Jami’ Kota Malang
Musyawarah pagi menjadi cara santri untuk meningkatkan literasi di Pondok Pesantren Masjid Agung Jami’ Kota Malang.
SURYAMALANG.COM - Musyawarah pagi menjadi cara santri untuk meningkatkan literasi di Pondok Pesantren Masjid Agung Jami’ Kota Malang.
Jadi, santri tidak hanya harus mengikuti kegiatan pengajian diniyah setiap hari, tapi juga wajib mengikuti musyawarah pagi setiap selesai Salat Subuh.
Pengurus Divisi Pendidikan Pondok Pesantren Masjid Agung Jami’ Kota Malang, Ibrahim Nur Afrizal Dahlan mengungkapkan kegiatan itu untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan santri dalam memahami kitab kuning.
Dalam kegiatan itu para santri dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu sufla (dasar), wustho (menengah), dan ulya (atas).
Santri di tingkat mana pun sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membaca dan memahami kitab yang menjadi bagiannya.
"Kitab yang dikaji santri-santri di kelas sufla adalah kitab Safinatun Naja, sedangkan santri di kelas wustho adalah kitab Fathul Qorib, dan santri di kelas ulya adalah kitab Fathul Mu’in," ujarnya.
Musyawarah bukanlah hal yang baru di kalangan pesantren.
Musyawarah sudah menjadi semacam sarapan pagi bagi para santri yang tidak dapat ditinggalkan di lingkungan pondok pesantren salaf.
Santri salaf biasa menyebutnya dengan bahtsul masail yang di dalamnya ada para santri sebagai peserta musyawarah, para ustaz sebagai perumus, dan para kiai yang menjadi penashih.
Pondok Pesantren Masjid Agung Jami adalah lembaga pendidikan non-formal di bawah naungan Yayasan Masjid Agung Jami Kota Malang.
Pondok Pesantren Masjid Agung Jami berada di Jalan Kauman 4C.
Pesantren yang diresmikan pada 10 September 2019 itu khusus untuk santri yang sedang menempuh pendidikan S-1.
Pesantren ini berkomitmen untuk mencetak dai-dai profesional yang mampu menjawab tantangan zaman.
Kepala Pondok Pesantren Masjid Agung Jami Malang, Fahmi Fardiansyah mengungkapkan musyawarah pagi sangat bermanfaat bagi para santri.
Banyak hal yang tidak didapat di madrasah diniyah tapi justru didapat melalui musyawarah ini.
"Selain untuk meningkatkan minat literasi para santri, kegiatan ini juga mengajak para santri untuk berpikir kritis, mencari solusi bagi problematika masyarakat dengan berlandaskan pemahaman Al Quran, hadist, dan kitab kuning," ujar Fahmi.
Laporan Arya Wahyu Pratama (Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Malang)