Jendela Dunia

Kerja Sama dengan Industri Media, Facebook Siapkan Dana Senilai Rp 14 Triliun untuk 3 Tahun ke Depan

Kerja Sama dengan Industri Media, Facebook Siapkan Dana Senilai Rp 14 Triliun untuk 3 Tahun ke Depan

Editor: eko darmoko
Pixabay/geralt
ILUSTRASI 

SURYAMALANG.COM - Selama tiga tahun ke depan, Facebook Inc akan menggelontorkan dana sebesar 1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 14 triliun.

Dana Rp 14 triliun ini akan diinvestasikan Facebook untuk industri media, dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.

Kabar itu diumumkan sehari setelah muncul perdebatan seberapa besar komisi yang harus diberikan Facebook kepada perusahaan media di Australia, sesuai rancangan ndang-undang News Media Bergaining Code Law di Australia.

Rancangan regulasi tersebut mendesak perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook untuk membayar biaya ke perusahaan media di Australia untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) lini masa atau hasil pencarian.

"Kami berinvestasi 600 juta dollar AS (sekitar Rp 8,4 triliun) sejak tahun 2018 untuk mendukung industri berita dan berencana menambah setidaknya 1 miliar dollar lagi dalam tiga tahun ke depan," kata Vice President of Global Affairs Facebook, Nick Clegg.

Nick Clegg menambahkan, Facebook antusias bermitra dengan perusahaan penerbit berita.

Sebab, menurut Facebook, jurnalisme yang berkualitas adalah inti dari masyarakat yang terbuka.

Bulan lalu, Facebook juga telah mengumumkan kesepakatan dengan sejumlah perusahaan media di Inggris, seperti Guardian, Telegraph Media Group, Financial Times, Daily Mail Group, dan Sky News.

Konten berita dari perusahaan-perusahaan tersebut akan terpampang di Facebook News, menu khusus di Facebook untuk mengkurasi berita dan mempersonalisasi berita dari ratusan penerbit.

Clegg mengatakan, kesepakatan yang sama juga sudah dilakukan dengan perusahaan media di Amerika Serikat.

Saat ini, Facebook juga tengah berunding dengan perusahaan media di Jerman dan Perancis.

Sebelum pengumuman ini, Facebook sempat memblokir konten berita di Facebook Australia.

Keputusan tersebut menunjukan ketidak-setujuan Facebook atas Rancangan Undang-Undang News Media Bergaining Code Law.

Namun, awal pekan ini Facebook akan kembali menayangkan berita di linimasa Facebook Australia.

Hal itu dilakukan setelah pemerintah Australia akhirnya setuju untuk merivisi UU News Media Bergaining Code Law.

Adapun poin perubahan dalam aturan tersebut adalah pemerintah harus mempertimbangkan kesepakatan komersial antara platform digital dengan organisasi berita lokal sebelum mengeluarkan peraturan lebih lanjut.

Perusahaan teknologi juga harus diberi pemberitahuan sebulan sebelum aturan berlaku.

Poin lain juga menyebut bahwa perusahaan teknologi diberikan waktu dua bulan tambahan untuk membuat kesepakatan komersil dengan organisasi berita.

Selain itu, revisi tersebut juga mengharuskan pemerintah untuk mempertimbangkan apakah platform digital yang telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap industri berita Australia, juga harus membayar komisi atau tidak.

Poin ini sejatinya menimbulkan perdebatan antar politisi dan perusahaan media.

Sebab, ada kekhawatiran Facebook dan Google akan dikecualikan dari UU ini tanpa harus membayar komisi ke perusahaan media.

Dikhawatirkan, hal tersebut akan merugikan penerbit kecil dan hanya akan menguntungkan perusahaan media besar.

Dihimpun dari Reuters, bendahara Australia, Josh Frydenberg memastikan bahwa pihaknya akan memberikan waktu pada Facebook dan Google untuk mencapai kesepakatan dengan perusahaan media Australia lebih dulu sebelum memutuskan untuk penegakan aturan baru.

Poin revisi selengkapnya bisa dilihat di tautan berikut.

Selain Facebook, Google juga berinvestasi Rp 14 triliun untuk industri media selama tiga tahun ke depan.

Bulan Oktober lalu, Google mengumumkan akan membayar perusahaan media untuk membuat dan mengkruasi konten untuk Google News Showcase.

Program ini mulai digulirkan di Brazil dan Jerman dan meluas ke beberapa negara lain setelahnya.

"Model bisnis koran -yang pendapatannya didasarkan pada iklan dan langganan- telah berkembang selama lebih dari satu abad, di mana pembaca telah beralih ke sumber lain," kata CEO Google dan Alphabet, Sundar Pichai, dirangkum KompasTekno dari CNBC, Kamis (25/2/2021).

Pichai mengatakan, internet adalah perubahan terbaru dan tidak akan menjadi yang terakhir.

"Kami ingin memainkan peran kami untuk membantu jurnalisme di abd ke-21," imbuh Pichai.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Facebook Siapkan Rp 14 Triliun untuk Kerja Sama dengan Media

Facebook
Facebook (ndtv.com)

Mark Zuckerberg Bos Facebook Kehilangan Rp 102,6 Triliun

Facebook kini berada di ambang kerugian besar seiring dengan aksi boikot sejumlah perusahaan pengiklan.

Aksi boikot pasang iklan pada platform Facebook membuat saham raksasa media sosial tersebut anjlok.

Akhirnya, kekayaan CEO dan pendiri Facebook Mark Zuckerberg pun terkikis.

Dilansir dari Business Insider, Minggu (28/6/2020), kekayaan Mark Zuckerberg raib 7,21 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara sekira Rp 102,6 triliun (kurs Rp 14.240 per dollar AS) pada Sabtu (27/6/2020) waktu setempat.

Adapun saham Facebook merosot lebih dari 8 persen pada penutupan perdagangan Jumat (26/6/2020) waktu setempat, sebagai dampak boikot iklan di media sosial itu.

Coca-Cola adalah pengiklan teranyar yang mendukung kampanye bertajuk #StopHateforProfit yang digencarkan oleh kelompok aktivis hak asasi manusia AS.

CEO Coca-Cola James Quincey menyatakan, pihaknya akan menghentikan seluruh iklan di media sosial selama 30 hari sambil memikirkan ulang kebijakan perusahaan.

"Tidak ada tempat untuk rasisme di dunia dan tidak ada tempat untuk rasisme di media sosial," tulis Quincey dalam laman resmi Coca-Cola.

"The Coca-Cola Company akan menghentikan iklan berbayar di seluruh media sosial secara global selama setidaknya 30 hari."

"Kami akan memanfaatkan waktu ini untuk mempelajari kembali kebijakan iklan kami guna mempertimbangkan apakah revisi dibutuhkan."

"Kami juga mengharapkan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar dari mitra-mitra media sosial kami," imbuh Quincey.

Kampanye #StopHateforProfit diluncurkan pada 9 Juni 2020 pasca kematian George Floyd oleh petugas kepolisian Minneapolis, AS dan menimbulkan gelombang protes di seluruh dunia.

Adapun Facebook menolak untuk menghapus unggahan Presiden AS Donald Trump, yang mengancam bakal menerapkan tindakan kekerasan kepada para pengunjuk rasa.

Kampanye tersebut mendesak para pengiklan-pengiklan besar untuk memikirkan kembali belanja iklan mereka di Facebook sampai media sosial itu memiliki kebijakan yang lebih ketat.

Perusahaan besar seperti Unilever, Hershey Co, North Face, Verizon, dan lain-lain memutuskan untuk menunda atau membatalkan iklan mereka di Facebook dan platform-platform media sosial lainnya.

Iklan menyumbang hampir 100 persen pendapatan Facebook.

Adapun berdasarkan data Forbes, kekayaan Zuckerberg mencapai 79,7 miliar dollar AS atau setara sekira Rp 1.134 triliun.

Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg (facebook)

Mark Zuckerberg Ingkar Janji kepada WhatsApp, Instagram dan Messenger

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, ditengarahi telah mengingkari janji-janjinya kepada WhatsApp, Instagram, dan Messenger.

Mark Zuckerberg baru-baru ini dilaporkan akan membangun sebuah ekosistem jejaring raksasa dengan menyatukan semua aplikasi yang berada di bawah naungan Facebook.Inc.

Aplikasi tersebut tak lain adalah WhatsApp, Instagram, dan Messenger yang sangat populer digunakan di seluruh dunia.

Penggabungan ketiga aplikasi ini diklaim akan mempermudah seluruh pengguna aplikasi Facebook.Inc dalam mengirim pesan instan lintas platform.

Sumber yang diklaim terlibat dalam perombakan ini mengatakan ada ribuan pegawai Facebook yang mencoba mengonfigurasi ulang bagaimana fungsi dasar WhatsApp, Instagram, dan Messenger.

Dalam laporan New York Times, disebutkan bahwa WhatsApp, Instagram, dan Messenger tetap akan berdiri sebagai aplikasi mandiri.

Hanya secara infrastrutur back-end akan disatukan. Zuckerberg juga meminta bahwa semua aplikasi dilengkapi dengan sistem enkripsi end-to-end seperti yang selama ini berlaku di WhatsApp.

Dengan sistem ini, semua percakapan yang dikirim pengguna disebut akan lebih aman dan tidak bisa diintip orang lain, kecuali si penerima dan pengirim saja.

"Setelah perubahan ini berjalan, pengguna Facebook Messenger bisa mengirim pesan enkripsi ke seseorang yang hanya memiliki akun WhatsApp saja, misalnya. Saat ini hal itu tidak memungkinkan karena ketiga aplikasi terpisah," tulis laporan tersebut.

Perubahan besar ini diperkirakan akan rampung pada akhir 2019 atau awal 2020, dan menjadi pekerjaan rumah yang panjang bagi para teknisi Facebook.

Ingkar Janji Zuckerberg

Penggabungan tiga aplikasi naungan Facebook ini semakin menguatkan cengkeraman kepemimpinan Zuckerberg terhadap ekosistem jejaring sosialnya.

Apalagi, setelah pendiri WhatsApp dan Instagram bergiliran hengkang dari Facebook.

Rumor mengatakan, kepergian mereka dari kerajaan Facebook karena dominasi kepemimpinan Zukcerberg, yang kerap merecoki independensi aplikasi.

Para pendiri WhatsApp dan Instagram tetap menginginkan aplikasi mereka berjalan dengan infrastruktur mesin yang terpisah dari Facebook.

Mereka juga disebut kurang sepaham tentang model bisnis yang dijalankan Zuckerberg.

Hal ini diakui langsung oleh Brian Acton, pendiri WhatsApp, setahun setelah ia resmi keluar dari Facebook.

"Menargetkan iklan adalah hal yang tidak saya sukai," aku Acton beberapa waktu lalu.

Jika diingat, saat mengakuisisi WhatsApp dan Instagram bertahun-tahun lalu, Zuckerberg berjanji untuk membiarkan aplikasi-aplikasi tersebut berdiri secara mandiri.

"WhatsApp dan Messenger tumbuh secara mandiri karena mereka memiliki fungsi penggunaan yang berbeda," tegas Zuckerberg saat memaparkan laporan keuangan Facebook kuartal pertama 2014, seperti dikutip dari The Verge.

Pernyataan serupa juga sempat dilontarkan Zuckerberg saat mengumumkan akuisisi Instagram tahun 2012.

"Kita harus ingat untuk terus menjaga dan membangun kekuatan Instagram dan fitur-fiturnya dari pada hanya mencoba untuk mengintegrasi semuanya ke Facebook," ujas Zuckerberg kala itu, dirangkum KompasTekno dari Mashable, Senin (28/1/2019).

Namun, sejak pengguna Instagram membludak, Facebook beberapa kali mencoba mengintegrasikan fitur di Instagram dan Facebook.

Misalnya, fitur berbagi postingan di Faceboook dan Instagram, di mana setiap unggahan pengguna di Instagram akan muncul di linimasa Facebook.

Dilansir dari Tech Crunch, fitur lintas platform itu membuat ketegangan antara pendiri Instagram, Kevin Systrom dan Zuckerberg.

Kevin tidak suka dengan ide tersebut. Karena keadaan yang semakin memanas di internal Facebook dan Instagram, akhirnya Mark memutuskan untuk menarik semua tautan Instagram dari Facebook.

Potensi Monopoli

Menilik skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook beberapa waktu lalu, jelas kabar ini menyisakan pertanyaan tentang bagaimana keamanan dan regulasi yang akan diberlakukan ke depannya.

Penggabungan tiga aplikasi ini seakan menguatkan tudingan monopoli media sosial yang dialamatkan Facebook beberapa waktu lalu.

Sebelum rencana ini terkuak, sebuah grup advokasi mengedarkan petisi yang meminta Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) untuk mendesak Facebook agar memecah anak-anak perusahaannya.

Tuntutan ini disuarakan karena ada dugaan upaya monopoli media sosial yang dilakukan Facebook.

"Inilah saatnya FTC dan regulator lain serta pembuat kebijakan untuk melakukan konfrontasi terhadap kekuasaan Facebook dan monopoli platform online-nya," jelas Co-Founder dan Direktur Eksekutif Demand Progress, David Segal yang ikut mendukung petisi ini.

Jika kabar konsolidasi aplikasi ini mulai berjalan, efeknya bisa memengaruhi miliaran pengguna yang masing-masing dimiliki WhatsApp, Instagram, dan Messenger.

Pada kuartal IV-2017 lalu, Zuckerberg sesumbar bahwa WhatsApp telah memiliki 1,5 miliar pengguna di seluruh dunia.

Sementara Instagram tembus hingga 1 miliar pengguna pada pertengahan 2018 lalu. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved