Nasional

Kematian 6 Laskar FPI Disebut TP3 Sebagai Pelanggaran HAM Berat, Ini Kata Mahfud MD dan UU 26 2000

Terkait kematian enam anggota Front Pembela Islam (FPI), Desember 2020 lalu, Pemerintah Indonesia yakin itu bukanlah pelanggaran HAM berat

Editor: eko darmoko
Dok Humas Polhukam
Mahfud MD 

SURYAMALANG.COM - Terkait kematian enam anggota Front Pembela Islam (FPI), Desember 2020 lalu, Pemerintah Indonesia yakin itu bukanlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Adalah Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar FPI yang menyebutkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat.

Dugaan ini disampaikan TP3 saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/3/2021), dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com.

TP3 bahkan mendesak agar peristiwa ini dibawa ke pengadilan HAM karena keyakinan tersebut.

Namun, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, ada syarat yang harus dipenuhi untuk menyatakan apakah suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak.

Baca juga: Indonesia Pakai Vaksin Sinovac dan AstraZeneca, Ini Perbedaannya, Mulai dari Kemanjuran Hingga Harga

"Pelanggaran HAM berat itu, syaratnya tiga. Pertama, dilakukan secara terstruktur," ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (10/3/2021).

Mahfud menggambarkan, dalam konteks kematian enam orang laskar FPI, dapat disebut terstruktur apabila ditemukan rincian target, taktik, alat serta alternatif langkah-langkah di lapangan.

Kedua, sistematis yakni jika ada indikasi pelaksanaan perintah untuk membunuh jelas tahapan-tahapannya.

"Syarat ketiga adalah, menimbulkan korban yang luas. Apabila ada bukti-bukti itu (dari ketiga syarat), mari dibawa (ke pengadilan HAM)," tegas Mahfud MD.

"Kita adili secara terbuka para pelakunya, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM)," lanjutnya.

Pelanggaran HAM berat menurut Undang-undang

Sementara itu, pada UU Nomor 26 Tahun 2000 yang disinggung Mahfud MD, ada penjelasan mengenai kriteria pelanggaran HAM berat.

Hal itu tercantum pada Pasal 7, 8 dan 9 beleid tersebut.

Pasal 7 menjelaskan, pelanggaran HAM yang berat meliputi dua hal, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kemudian, Pasal 8 menjelaskan kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan lima cara.

Pertama, membunuh anggota kelompok.

Kedua, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.

Ketiga, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.

Keempat, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.

Kelima, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Selanjutnya, pada pasal 9 dijelaskan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

Serangan itu bisa dalam bentuk :

- pembunuhan

- pemusnahan

- perbudakan

- pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa

- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional

- penyiksaan

- perkosaan

- perbudakan seksual

- pelacuran secara paksa

- pemaksaan kehamilan

- pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.

Kemudian, termasuk juga penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid.

Sebelumnya, peristiwa meninggalnya enam anggota FPI terjadi saat kepolisian dari Polda Metro Jaya melakukan operasi terhadap mantan pemimpin FPI Rizieq Shihab pada 7 Desember 2020.

Polisi yang kala itu melakukan pengintaian dan membuntuti rombongan Rizieq Shihab disebut dihalangi oleh pihak FPI.

Hasil investigasi Komnas HAM menyatakan, dua anggota FPI tewas saat tiba di rest area Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50.

Keduanya tewas karena saling serempet dan salling serang menggunakan senjata api dengan petugas yang melakukan pengintaian dan pembuntutan.

Sementara, empat anggota lainya tewas saat sudah dibawa dan berada di mobil petugas.

Komnas HAM menyatakan ada indikasi unlawfull killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum terhadap empat orang tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mahfud Yakini Kematian 6 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat, Ini Penjelasannya Menurut UU

Turmudi atau Lora Mastur.
Turmudi atau Lora Mastur. (IST)

Turmudi Atau Lora Mastur Menantang Mahfud MD

Turmudi, penantang Mahfud MD di Kabupaten Sampang, Madura, menyerahkan diri ke Pendopo Trunojoyo Sampang.

Kedatangannya tersebut bermaksud untuk menemui Bupati Sampang Slamet Junaidi untuk meminta bantuan agar menyampaikan permintaan maaf kepada pria yang menjabat sebagai Menko Polhukam RI tersebut.

Sebelumnya, pria asal Desa Karang Penang Oloh, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura itu menantang Mahfud MD melalui video hingga viral di media sosial atas polemik Habib Rizieq Shihab (HRS).

Kepala Desa Karang Penang Oloh, Remin membenarkan penyerahan diri yang dilakukan oleh salah satu warganya bernama Turmudi atau biasa dikenal Lora Mastur.

Saat menemui Bupati Sampang, Turmudi selaku salah satu guru di Pondok Pesantren Sumber Logan di desa setempat, diantar oleh keluarganya serta pihak pemerintah desa.

"Kemarin diantar oleh kakak saya ke Pendopo," ujar Remin kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (9/3/2021).

Menurutnya, dalam permasalahan ini diawali dengan ketidak-pahaman bermedia sosial dengan bijak.

"Kedatangan ke Pendopo juga berkat Bapak Bupati serta semua pihak," terangnya.

Sementara, Kapolres Sampang AKBP Abdul Hafidz menyampaikan, jika kasus ini sudah diserahkannya kepada Polda Jatim.

Sehingga, dirinya tidak bisa memberikan keterangan lebih jelas.

"Bisa langsung ke Polda Jatim," singkatnya. (SURYAMALANG.COM/Hanggara Pratama)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved