Berita Surabaya Hari Ini

Ghosting Ternyata Berkaitan dengan Kondisi Kognitif dan Mental, Korban Jangan Salahkan Diri Sendiri

ghosting adalah fenomena yang wajar dalam proses komunikasi disebuah relasi.

Penulis: sulvi sofiana | Editor: isy
sulvi sofiana/suryamalang.com
Dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (Unair), Ilham Nur Alfian MPsi, mengatakan bahwa fenomena ghosting adalah fenomena yang wajar dalam proses komunikasi disebuah relasi. 

Berita Surabaya Hari Ini
Reporter: Sulvi Sofiana
Editor: Irwan Sy

SURYAMALANG.COM | SURABAYA - Ghosting menjadi tren di media sosial sebagai fenomena pemutusan komunikasi sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Dari segi psikologis, dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (Unair) Ilham Nur Alfian MPsi mengatakan bahwa fenomena ghosting adalah fenomena yang wajar dalam proses komunikasi disebuah relasi.

Baginya, fenomena tersebut telah ada bahkan sebelum adanya pola komunikasi media sosial.

Perkembangan teknologi informasi memiliki pengaruh besar terhadap model-model media sosial dan fenomena ghosting apalagi dalam situasi pandemi.

“Jadi ada situasi memang ketika orang itu kemudian memutus hubungan atau komunikasi karena ada beberapa sebab. Bisa jadi sebabnya itu salah satunya sudah nggak merasa nyaman lagi berkomunikasi atau menjalin hubungan dengan partnernya,” tutur dosen yang memiliki keahlian bidang asesmen komunitas dan analisis sosial tersebut.

Situasi pandemi, sambungnya, memiliki pengaruh tersendiri dalam pola komunikasi dengan adaptasi baru. 

Permasalahan ghosting dapat muncul begitu saja dalam situasi ini. 

Hal tersebut karena orang-orang merasa tidak ada sesuatu yang bervariasi dalam proses interaksi jika tidak dilakukan secara langsung.

Ilham menuturkan bahwa para korban ghosting sebenarnya akan lebih mudah beradaptasi. 

Hanya saja perlu diwaspadai adanya kompensasi, jika pernah menjadi korban ghosting bisa jadi ada keinginan untuk menjadi pelaku.

“Mungkin itu tapi bukan karena trauma. Tapi cuma ingin membalas begitu saja sebenarnya. Jadi siklusnya jadi pelaku bisa jadi, unsur traumatiknya sebenarnya nggak,” tutur Ilham.

Umumnya, lanjut Sekjen Ikatan Psikologi Sosial (IPS) Indonesia itu, peluang atau risiko korban ghosting merasa menyalahkan dirinya sendiri. 

“Karena pasti mereka merasa pasanganku atau relasiku karena aku. Nah justru aspek-aspek semacam itu dihilangkan. Jadi untuk korban ghosting seharusnya tidak menyalahkan dirinya sendiri. Anggap saja itu adalah kognitif, situasi semacam ini adalah situasi yang umum, yang wajar dalam sebuah relasi,” tambahnya.

Yang terpenting untuk korban ghosting adalah tetap menumbuhkan kepercayaan bahwa ada orang-orang yang lebih baik dari pasangan terdahulu yang membuat dia menjadi korban. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved