Berita Malang Hari Ini

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Tertangkap OTT KPK, Pakar Ilmu Politik UB: Bermental Kemiskinan

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditangkap KPK dalam Operasi tangkap tangan (OTT), Kamis (6/1/2022).

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: isy
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) akhirnya tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Rabu (5/1/2022) malam.  

Berita Malang Hari Ini
Reporter: Sylvianita Widyawati
Editor: Irwan Sy (ISY)

SURYAMALANG.COM | MALANG - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditangkap KPK dalam Operasi tangkap tangan (OTT), Kamis (6/1/2022).

KPK merilis sembilan orang yang jadi tersangka dengan barang bukti sejumlah uang yang mencapai Rp 5,7 miliar.

Masih banyaknya kepala daerah yang tertangkap OTT disoroti oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Dr Abdul Aziz SR. 

Ia menilai kepala daerah yang korupsi adalah kepala daerah yang bermental kemiskinan.

“Jadi hobinya meminta dan selalu ingin mengambil sesuatu yang bukan haknya, bukan miliknya,” ucapnya, Jumat (7/1/2022).

Alumni program Doktor Universitas Indonesia juga menganggap mahalnya biaya Pilkada yang harus ditanggung kandidat juga menjadi salah satu alasan kenapa praktek korupsi masih terjadi.

“Setelah terpilih, setidaknya ada dua hal yang dilakukan kepala daerah. Pertama, mengembalikan modal. Biasanya dengan merekayasa kebijakan dan program pembangunan daerah. Ada juga yang bekerjasama dengan pemilik modal (berkolusi) dan mengambil keuntungan di situ,” sambung Abdul Aziz.

Selain itu, tambahnya, mereka mengumpulkan uang untuk maju lagi pada periode berikut untuk diri sendiri serta keluarga, serta untuk orang-orang yang selama proses pilkada berjasa kepadanya.

Menurut penulis buku 'Ekonomi Politik Monopoli' ini, ia menganggap partai politik tidak sungguh-sungguh mencari dan mempromosikan kader atau orang-orang terbaik untuk posisi kepala daerah. 

“Partai politik lebih bersandar pada kemampuan finansial dan tingkat popularitas seorang kandidat. Hampir tidak pernah melihat variabel kualitas dan rekam jejak seseorang. Banyak sekali kepala daerah dari sisi kualitas tidak layak. Bahkan tidak sedikit urakan,” ujar Abdul Aziz dalam rilis humas Fisip UB.

“Lemahnya kontrol civil society dan hancurnya penegakan hukum membuat kepala daerah merasa tidak takut melakukan korupsi,” imbuhnya.

Abdul Aziz menyatakan kepala daerah yang melakukan korupsi sesungguhnya rata-rata lebih sibuk mengurus diri sendiri.

“Kesibukan buruk seperti itu turut menenggelamkannya dalam hasrat untuk mencuri di ruang APBD,” tuturnya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti pendidikan yang saat ini tidak mengajarkan manusia Indonesia bersikap jujur dan menjauhi korupsi.

Bahkan orangtua serta lembaga-lembaga pendidikan mempertontonkan perilaku korup kepada anak-anak sejak kecil. 

“Contoh orangtua bersedia membayar mahal agar anaknya diterima di sekolah tertentu. Si anak tahu transaksi itu. Dan, itu kemudian menjadi pengetahuan dan pengalaman si anak,” pungkasnya. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved