Dokter yang Viral karena Campurkan Sperma ke Makanan Istri Teman, Divonis 6 Bulan Penjara
Dody yang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di satu universitas di Kota Semarang itu terbukti secara sah melanggar Pasal 281 KUHP
SURYAMALANG.COM - Masih ingat dengan dokter cabul yang mencampurkan sperma ke makanan istri rekan seprofesinya?
Kini ia telah divonis enam bulan penjara akibat perbuatannya.
Seperti diketahui, dokter bernama Dody Prasetyo sempat membuat heboh akibat aksinya.
Ia diadukan ke polisi karena melakukan perbuatan asusila.
Yakni mencampurkan spermanya ke makanan istri rekan seprofesinya di rumah kontrakan di Semarang.
Selain Dody, rumah kontrakan tersebut juga dihuni rekannya dan sang istri.
Tindakan asusila Dody itu diketahui sekitar Oktober 2020.
Setelah korban merasa curiga mengenai rasa dan posisi makanan yang disajikan hingga akhirnya memasang kamera tersembunyi.
Dari sanalah aksi Dody terungkap.
Dilansir dari TribunJateng, putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Rabu (26/1/2022).
Dody yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di satu universitas di Kota Semarang itu terbukti secara sah melanggar Pasal 281 KUHP pidana kesusilaan.
Tampak Dody hanya tertunduk diam di kursi pesakitan saat mendengarkan salinan putusan.
Atas vonis hakim ini, Dody dan kuasa hukum sepakat menyatakan pikir-pikir.
Pasalnya majelis hakim memberikan waktu 7 hari untuk pikir-pikir apakah menerima putusan atau mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Pikir-pikir," kata Dody dikutip dari TribunJateng, Kamis (27/1/2022).
Selain itu, dalam salinan putusan, hakim juga membeberkan bahwa gangguan kejiwaan akibat trauma psikologis yang dialami Dody tidak bisa diterima.
Hal ini lantaran Dody masih bisa beraktivitas normal seperti kebanyakan orang.
Perbuatan tidak terpuji terdakwa yang melakukan masturbasi di ruang tengah rumah kontrakan dinilai menimbulkan rasa malu dan jijik.
Hakim menilai ruang tengah rumah kontrakan merupakan ruangan umum bukan privat.
Karena ruangan tersebut kerap digunakan orang lain untuk makan dan beraktivitas lain.
Unsur yang memberatkan terdakwa yakni bahwa korban mengalami trauma psikis.
Sementara unsur meringankan yakni bahwa terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, merupakan tulang punggung keluarga, berusaha meminta maaf, dan menulis pernyataan di hadapan saksi korban tidak akan mengulanginya lagi.
Pendamping korban dari Legal Resource Centre Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Nia Lishayati menyayangkan putusan majelis hakim.
Ia menilai hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan penderitaan korban setelah kejadian yang mengalami trauma hingga saat ini atau selama 2 bulan.
"Kami mengapresiasi putusan hakim atas.
Tapi masih sedikit puas karena seharusnya hukuman maksimal Pasal 281 KUHP itu 2 tahun 8 bulan. Ini cuma 6 bulan," ujar Nia seusai proses persidangan.
Putusan hakim tersebut, kata dia, belum incraht (mempunyai hukum tetap) lantaran baik terdakwa melalui kuasa hukum dan Jaksa Penuntut Umum masih menyatakan pikir-pikir.
"Kami berharap JPU melakukan banding agar terdakwa Dody dijatuhi hukuman maksimal," ungkapnya.