Berita Batu Hari Ini

Dampak PMK Masih Dirasakan Peternak Kota Batu, Produksi Susu Berkurang

Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kota Batu masih dirasakan para peternak hingga saat ini. PMK menyebabkan produksi susu menurun drastis

Penulis: Benni Indo | Editor: rahadian bagus priambodo
suryamalang.com/Benni Indo
Suasana dengar pendapat antara para peternak dari Desa Oro-oro Ombo dengan Komisi B DPRD Batu dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Para peternak mengutarakan keluhan mereka terkait menurunnya produksi susu akibat PMK. 

SURYAMALANG.COM|BATU - Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kota Batu masih dirasakan para peternak hingga saat ini.

Dalam dengar pendapat antara para peternak dari Desa Oro-oro Ombo dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Komisi B DPRD Batu, Kamis (6/10/2022), diketahui PMK menyebabkan produksi susu menurun drastis.

Sukirman, seorang peternak yang turut hadir dalam dengar pendapat mengatakan, produksi susu per sapi yang biasanya bisa sampai 25 liter per hari kini turun hanya menjadi 8 liter.

Penurunan  produksi susu ini mengakibatkan kerugian bagi para peternak. 

"Pemulihan PMK di luar dugaan. Ketika sapi sehat, ternyata produksi susunya sangat sulit untuk naik. Dapat saya berikan contoh, biasanya bisa keluar sampai 25 liter, hari ini, tiga bulan setelah sapi sembuh, keluarnya 6 liter hingga 8 liter. Sehingga perlu nutrisi untuk ternak namun tidak terakomodir oleh pupuk bersubsidi," ujarnya, Kamis (6/10/2022).

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diambil yakni memperbaiki bahan makanan sapi. Peternak sangat bergantung pada pakan ternak yakni rumput gajah. Sementara keberadaan rumput gajah kondisi nutrisinya juga perlu ditingkatkan.

Karianto, Ketua Gapoktan Rukun Santoso menyatakan, ada 145 hektare lahan yang dijadikan tempat untuk penanaman hijauan sebagai kebutuhan dasar pakan ternak. Lahan tersebut milik Perhutani. Dampak PMK juga telah membuat perputaran uang menurun drastis di Koperasi Unit Desa. 

"Sampai hari ini masih terasa sekali. Kalau kita lihat dari beberapa data, misal di KUD Batu, sebelum PMK, perputaran nilai per 10 hari bisa mencapai Rp 3 miliar, pada hari ini ketika terjadi PMK, hanya separohnya yakni, Rp 1,5 miliar dalam 10 hari. Dengan asumsi seperti itu, peran peternakan itu sendiri sangat besar untuk perekonomian Kota Batu," paparnya.

Kalianto mengatakan bahwa para peternak berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan. mereka berupaya swadaya demi kondisi yang lebih baik. Bahkan memberanikan diri untuk pinjam uang ke sanak keluarganya.

"Kami berupaya mencapai pemulihan dari sektor itu karena apa, mereka yang tidak memiliki pekerjaan lain, kecuali beternak itu sendiri memang sangat terasa. Pinjam sana, pinjam sini, demi upaya pemulihan," paparnya.

Para peternak juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang dinilainya hanya mendata sapi mati saja. Dinas tidak disebut tidak mendata sapi-sapi yang sakit dan produksi susunya berkurang. 

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Heru Yulianto menyatakan, di tengah kelangkaan pupuk bersubsidi ini, harganya juga tidak murah, solusi yang ditawarkan yakni kembali ke pertanian organik. 

Terkait PMK, Heru mengatakan bahwa penyakit tersebut tidak bisa selesai dalam waktu sat atau dua tahun saja. Butuh waktu cukup panjang untuk benar-benar mentas. dari sekitar 15 ribu sapi di Kota Batu, 500 di antaranya adalah sapi potong.

Data itu menandakan bahwa sapi perah sangat banyak di Kota Batu. Dinas yang ia pimpin sudah berupaya meningkatkan anggaran ke dalam kategori Bantuan Tidak Terduga (BTT). Namun hal tersebut belum bisa terlaksana karena tidak masuk dalam pembahasan Perubahn Anggaran Keuangan (PAK) 2022.

"Awalnya hendak kami masukan ke BTT, tapi sampai pembahasan PAK, BTT tidak bisa dilaksanakan. Akhirnya ada anggaran yang tidak banyak," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved