TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA
Para Korban Selamat Tragedi Stadion Kanjuruhan Butuh Pendampingan Trauma Healing
Sembilan korban ini membutuhkan pendampingan trauma healing akibat kerusuhan selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).
Penulis: Mochammad Rifky Edgar Hidayatullah | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM - Setidaknya ada sembilan korban Tragedi Stadion Kanjuruhan yang melapor ke posko darurat di Balai Kota Malang.
Sembilan korban ini membutuhkan pendampingan trauma healing akibat kerusuhan selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).
Laporan tersebut disampaikan oleh Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPK) Jawa Timur yang membantu proses pendampingan trauma healing kepada korban.
Sururun Marfuah, Psikolog dari IPK Jatim mengatakan, hingga sampai saat ini pihaknya masih menunggu hasil medis para korban sebelum nantinya melakukan pendampingan.
Baca juga: Update Perkembangan Pasien Korban Tragedi Kanjuruhan, 34 Aremania Dirawat di RSSA Malang
Baca juga: Saksi Hidup Tragedi Stadion Kanjuruhan : Kena Gas Air Mata Hingga Kulit Melepuh dan Patah Tulang
Dari hasil media tersebut, nantinya dapat diketahui, apakah korban Tragedi Stadion Kanjuruhan ini membutuhkan pendampingan psikolog atau tidak.
"Sampai saat ini kami masih melakukan screening."
"Kami belum terjun langsung melakukan pendampingan."
"Karena menunggu laporan medis," ucapnya kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (6/10/2022).
Hasil medis itulah yang nantinya akan menjadi acuan untuk pendampingan para korban dalam menghilangkan trauma.
Korban yang nantinya akan didampingi tersebut kondisinya juga harus stabil.
Oleh sebab itu, metode trauma healing yang akan digunakan nantinya juga bervariasi.
Tergantung dari kondisi korban.
"Kami akan mengikut keadaan dari masing-masing individu," ujarnya.
Perempuan berhijab itu menjelaskan, misalkan korban trauma dengan keramaian, pendampingan yang dilakukan ialah dengan pola pikirnya.
Misalnya pola pikir terpaku pada ramai itu bahaya, bentuk pendampingan yang dilakukan dengan memberikan pemahaman, bahwa tidak semua keramaian itu berbahaya.
"Kami beri contoh misalkan trauma pada keramaian."
"Pola pikirnya jadi terpaku, kalau ramai berarti bahaya."
"Memang iya ramai berbahaya, tapi ada yang tidak bernahaya."
"Seperti itu. Jadi bagaimana kami bisa membuat korban berdamai dengan pemikirannya," terangnya.
Selain itu, jika sudah dilakukan pendampingan, petugas dari IPK Jatim ini akan membentuk rancangan untuk menghilangkan trauma korban.
"Yang jelas kami akan membentuk rancangan apa yang harus kami lakukan untuk korban saat memberikan pendampingan nanti."
"Misalkan di Minggu pertama asesmen, terus selanjutnya bagaimana, dan itu tergantung dari kondisi korban," tandasnya.
Update Google News SURYAMALANG.COM